Perketat Penapisan untuk Tangkal Virus Korona Baru
Prosedur penapisan untuk menangkal masuknya virus korona baru harus diubah. Pemerintah harus memperketat penapisan berdasarkan riwayat kontak dan mewaspadai ancaman infeksi domestik.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran virus korona 2019-nCoV meluas dan telah terkonfirmasi di 27 negara. Kondisi ini membuat sejumlah negara menutup penerbangan dan perbatasan dengan China. Namun, hal ini dinilai terlambat karena virus telanjur keluar.
Indonesia diharapkan memperketat penapisan berdasarkan riwayat kontak dan mewaspadai ancaman infeksi domestik. ”Prosedur untuk penapisan harus diubah, tidak lagi berdasarkan gejala awal. Akan tetapi, siapa pun yang punya riwayat kontak atau pernah mengunjungi daerah tertular harus dipantau dengan ketat, minimal dalam 14 hari,” kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi Amin Soebandrio, di Jakarta, Sabtu (1/2/2020).
Siapa pun yang punya riwayat kontak atau pernah mengunjungi daerah tertular harus dipantau dengan ketat, minimal dalam 14 hari.
Sebanyak 11.374 kasus infeksi 2019-nCoV telah terkonfirmasi secara global, sebanyak 11.221 kasus terdapat di China. Adapun korban meninggal mencapai 259 orang, semua terdapat di China.
Di luar China, negara dengan kasus infeksi terbanyak adalah Thailand dengan 19 kasus, disusul Jepang 17 kasus, Singapura 16 kasus, dan Hong Kong 13 kasus. Negara yang baru mengonfirmasi adanya kasus baru korona adalah Inggris, Rusia, Perancis, Spanyol, dan Swedia. Perancis telah mengonfirmasi 6 kasus positif 2019-nCoV, salah satunya adalah dokter yang merawat pasien.
Selain peningkatan infeksi di luar China, saat ini sejumlah negara menghadapi terjadinya infeksi domestik, yaitu penularan virus korona antar-orang di dalam negeri. Negara-negara yang telah mengonfirmasi infeksi domestik ini antara lain Perancis, Vietnam, Thailand, China, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
Waspadai wabah
Di tengah meluasnya infeksi di luar negeri, hingga kini Indonesia belum mengonfirmasi adanya kasus positif. Belum adanya konfirmasi infeksi virus korona baru di Indonesia telah menjadi tanda tanya. ”Tetapi, ini tidak bisa disimpulkan bahwa kita tidak bisa melakukan screening (penapisan) virus korona ini, seperti yang diberitakan media di Australia itu keliru,” kata Amin.
Menurut dia, lembaganya sudah punya teknologinya sejak lama. ”Dari peralatan, reagen, maupun kapasitas sumber daya kita sudah bisa dan biasa melakukan screening terhadap berbagai virus baru, seperti dulu kita lakukan dalam kasus wabah flu burung,” lanjutnya.
Lembaga Eijkman sudah punya reagen pan-corona virus untuk mendeteksi ada atau tidaknya infeksi virus korona. Setelah itu, tahap berikutnya dilakukan sequencing untuk memastikan apakah memang jenis 2019-nCoV.
Dengan metode dua langkah ini, kami bisa mengidentifikasi keberadaan 2019-nCoV dalam waktu 4-5 hari.
”Dengan metode dua langkah ini, kita bisa mengidentifikasi keberadaan 2019-nCoV dalam waktu 4-5 hari. Sekarang bahkan bisa dipercepat. Kita baru mendatangkan peralatan baru yang bisa memeriksa dalam waktu sehari,” tuturnya.
Meski demikian, Amin menegaskan, Lembaga Eijkman tidak terlibat dalam penapisan dan pemeriksaan kasus-kasus yang dicurigai terinfeksi korona di Indonesia. Sejauh ini hal itu dilakukan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan. ”Kalau kami dilibatkan, kami siap. Toh, ini untuk kepentingan bersama, untuk bangsa,” ujarnya.
Amin mengatakan sudah mengirim surat ke Menteri Ristek tentang kesiapan Lembaga Eijkman membantu dalam pemeriksaan langsung spesimen ataupun menjadi laboratorium pembanding. ”Prosedurnya memang hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh laboratorium independen. Saya kira, ini yang juga dilakukan di negara-negara lain,” ucapnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Widyawati, di Jakarta, Jumat (31/1/2020), mengatakan, pasca-keputusan Organisasi Kesehatan Global (WHO) yang menetapkan darurat global terkait penyebaran virus korona baru, pemerintah pun memperkuat kewaspadaan untuk mencegah penularan virus tersebut ke Indonesia.
”Untuk itu, kolaborasi dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga semakin diperkuat. Begitu pula komunikasi antarnegara, terutama terkait pendataan dan penanganan kasus yang ada,” ujarnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Wiendra Waworuntu menambahkan, upaya pencegahan masuknya virus korona baru ke Indonesia terus diperkuat. Pengawasan di pintu masuk negara tidak dikendurkan. Demikian pula deteksi dini ada orang yang diketahui mengalami gejala dari infeksi virus korona ini.
Sementara itu, seperti dilaporkan kantor berita AFP, sejumlah negara saat ini menutup penerbangan dari China. Sekalipun WHO telah mengumumkan wabah virus korona baru ini sebagai kondisi darurat kesehatan global, mereka tidak merekomendasikan pembatasan perjalanan.
Setelah Amerika Serikat, Singapura, Jepang, Italia, Mongol, dan Australia, Vietnam telah menghentikan semua penerbangan dari China. Vietnam merupakan negara terakhir yang menghentikan sementara penerbangan dengan China, bahkan juga menutup sementara perjalanan dari Makau, Taiwan, dan Hong Kong. Negara-negara ini juga untuk sementara tidak lagi menerima kunjungan warga negara lain yang sebelumnya berada di China dalam waktu 14 hari terakhir.
Amin mengatakan, penutupan penerbangan dari China saat ini kemungkinan tidak efektif lagi karena virus korona ini telah menyebar ke banyak negara lain. ”Memperketat pintu masuk hanya salah satu cara. Selain itu, yang lebih penting adalah memeriksa secara intensif orang-orang yang memiliki kontak dengan negara yang terinfeksi,” ujarnya. (DEONISIA ARLINTA)