Polri: Berkas Perkara Novel Baswedan Telah Dikirim ke Kejaksaan
Polri menyebutkan, berkas penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, telah dikirim ke kejaksaan. Pekan depan, Novel akan mendapatkan penghargaan antikorupsi internasional 2020 dari PIACCF, Malaysia.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, mendapatkan penghargaan antikorupsi internasional 2020 dari Perdana International Anti-Corruption Champion Foundation atau PIACCF, Malaysia.
Sementara itu, Polri menyebutkan, berkas perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah dikirim ke kejaksaan, pertengahan Januari lalu. Kini Polri menunggu jawaban kejaksaan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, dalam rilis pers yang diterima Kompas, Selasa (4/2/2020), mengatakan, menurut rencana penghargaan akan diterima langsung oleh Novel, pekan depan (11/2/2020), di Malaysia, dalam rangkaian acara peluncuran PIACCF. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad akan menjadi tuan rumah dalam acara itu.
Menurut Ali, PIACCF dibentuk untuk mendukung pegawai lembaga antikorupsi yang menjadi target atau yang terancam jiwa, keselamatan, atau kehormatannya karena memiliki komitmen dalam penyidikan dan pemberantasan korupsi. Tujuan lain PIACCF dibentuk, memperkuat dukungan kolektif internasional kepada praktisi antikorupsi untuk memitigasi ancaman dan intimidasi dengan memberikan bantuan dan dukungan lain.
”Novel Baswedan dianggap sebagai sosok yang tepat menerima penghargaan ini karena pada 11 April 2017 disiram dengan air keras oleh orang yang tak dikenal sepulang dari ibadah shalat Subuh. Akibatnya, hingga kini dua matanya tak bisa melihat dengan normal. Ditambah lagi, otak intelektual yang mendalangi penyerangan belum juga diketahui,” ujar Ali.
Ali menjelaskan, penyerangan terhadap Novel Baswedan memang telah menjadi perhatian dunia internasional. Pertama, Amnesty International memaparkan penyerangan ini di Kongres Amerika Serikat pada Kamis, 25 Juli 2019.
Kemudian, Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International Francisco Bencosme memaparkan penyerangan terhadap Novel Baswedan dalam forum ”Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook” yang diselenggarakan di Subkomite Asia, Pasifik, dan Non-proliferasi Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS.
Selanjutnya, akhir tahun lalu, persisnya 16 Desember 2019, Novel Baswedan hadir dalam Sidang PBB di Gedung CR6 Gedung ADNEC, Abu Dhabi, Uni Emirates Arab. Novel berbicara dalam sebuah sesi khusus tentang perlindungan bagi lembaga antikorupsi dan pegawai di dalamnya. Sesi ini adalah bagian dari konferensi yang dihadiri sejumlah negara yang meratifikasi konvensi PBB antikorupsi atau COSP-UNCAC.
”KPK berterima kasih atas perhatian dari sejumlah pihak yang mendukung kerja-kerja pemberantasan korupsi. KPK juga terus dan tetap berkomitmen terhadap perlindungan pegawai dalam pelaksanaan tugas,” kata Ali.
Penghargaan untuk Novel ini mengingatkan pula pada penyidikan kasusnya yang belum tuntas. Akhir Desember lalu, polisi mengumumkan telah menangkap dua orang, berinisial RB dan RM, yang diduga menyerang Novel dengan air keras. Namun, setelah itu belum terdengar lagi perkembangan penyidikannya.
Dalam rapat dengan Komisi III DPR, Kamis (30/1/2020), Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis juga tak bicara banyak seputar kasus Novel. Dia hanya menyebut, motif sementara kedua pelaku melakukan penyiraman karena merasa dongkol dengan Novel. Namun, alasan dongkol tak dijelaskan. Begitu pula kemungkinan ada auktor intelektualis di balik penyerangan.
”Biarkan nanti dalam sidang pengadilan bisa terjawab semua apa yang menjadi motif dari pelaku,” ujarnya.
Kemudian, hari ini, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Argo Yuwono kepada Kompas menyampaikan bahwa berkas perkara Novel sudah dikirim ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 15 Januari 2020. ”Kami masih menunggu petunjuk jaksa,” kata Argo.
Atas lambatnya penanganan dan pengungkapan kasus Novel, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati kembali mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk tim gabungan pencari fakta independen.
”Presiden harus turun dan bertanggung jawab. Jangan sampai kasus ini tidak terbongkar,” ucapnya.
Perlunya pembentukan tim gabungan pencari fakta independen sudah disuarakan oleh masyarakat sipil sebelum polisi menangkap RB dan RM. Tuntutan pembentukan tim kembali menguat karena RB dan RM merupakan anggota Polri aktif. Ditambah lagi, ada dugaan mereka tak bekerja sendiri atau ada auktor intelektualis di baliknya.
”Polisi yang seharusnya melindungi masyarakat, kok, malah menjadi pelaku kejahatan dan terlibat dalam kasus yang sistematis. Artinya, bukan kasus individual, tetapi sebetulnya ada oknum polri yang terlibat dalam kejahatan yang terstruktur karena itu harus dibongkar,” kata Asfinawati.