Kemampuan anggaran mesti dipastikan agar pembangunan infrastruktur telekomunikasi tidak menjadi disinsentif bagi industri telekomunikasi. Sementara itu, utilisasi jaringan tulang punggung Palapa Ring ditingkatkan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek Palapa Ring dinilai masih sebatas menyediakan jaringan tulang punggung sampai kabupaten/kota. Operator telekomunikasi tetap harus membangun jaringan akses sampai ke kabupaten/kota yang lebih kecil.
”Tidak semua operator telekomunikasi mau membangun jaringan akses hingga ke kabupaten/kota kecil dan pelosok. Setiap operator memiliki pertimbangan pembangunan berbeda-beda,” ujar anggota Dewan Pengawas Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Ridwan Effendi, di sela-sela seminar Indonesia Digital: Manfaat dan Tantangan Utama Sosial-Ekonomi dalam Masa Transisi Digital di Jakarta, Kamis (6/2/2020).
Kondisi ini berpotensi membebani anggaran Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). Apalagi, jaringan tulang punggung Palapa Ring dibangun dengan konsep KPBU dengan masa konsesi 15 tahun.
Melalui konsep ini, badan usaha menanggung biaya pembangunan. Sementara pemerintah menjamin pendapatan dengan cara membayar pembayaran availability payment hingga perawatan jaringan per tahun selama masa konsesi 15 tahun setelah badan usaha selesai membangun. Biaya pembayaran diambil dari penerimaan dana pelayanan universal (USO).
Ditambah lagi, Bakti masih memiliki proyek penyediaan akses telekomunikasi dan internet lain, mulai dari pemancar pasif hingga satelit multifungsi Satelit Republik Indonesia (Satria). Proyek tersebut dibiayai dari USO.
”Penerimaan Bakti dari USO yang diperoleh lewat iuran 1,25 persen dari pendapatan kotor operator telekomunikasi. Tren yang terjadi sejak tahun lalu, pendapatan operator tumbuh landai. Dengan demikian, penerimaan USO berpotensi turun,” ujarnya.
Ridwan menyarankan agar Bakti ataupun pemerintah mengkaji ulang semua proyek penyediaan akses telekomunikasi dan internet. Tujuannya, mengetahui kemampuan anggaran. Jika langkah ini tidak dilakukan, proyek penyediaan akses justru dikhawatirkan menjadi disinsentif bagi industri telekomunikasi.
Utilisasi
Tingkat utilisasi jaringan tulang punggung Palapa Ring masih 30-60 persen. Utilisasi jaringan akan terus ditingkatkan sehingga tidak membebani anggaran penerimaan dana pelayanan universal yang dikelola oleh Bakti.
Jaringan tulang punggung Palapa Ring untuk paket barat, tengah, dan timur dibangun dengan konsep kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU). Melalui skema perjanjian kerja sama dengan badan usaha, pemerintah menjamin pembayaran availability payment sampai perawatan jaringan selama masa konsesi 15 tahun. Pembayaran dilakukan per tahun dengan memakai penerimaan dana USO.
”Tingkat utilisasi 30-60 persen itu tergantung kategori paket dan lokasi. Untuk Palapa Ring paket timur, karena pembangunannya baru selesai pada 2019, utilisasinya masih rendah. Sejauh ini, sudah banyak operator telekomunikasi seluler menyewa. Kami rasa, upaya mendorong utilisasi harus bertahap,” ujar Direktur Utama Bakti Anang Latif saat dijumpai seusai rapat kerja di Komisi I DPR, Rabu (5/2/2020), di Jakarta.
Dia menyebutkan, rata-rata penerimaan USO Rp 3 triliun per tahun. Setiap tahun, pertumbuhan penerimaan yang mungkin bisa diperoleh 5 persen.
Upaya mendorong utilisasi harus bertahap.
Anang mengakui, mulai 2020, anggaran Bakti mulai defisit. Penyebabnya, pengeluaran yang harus ditanggung untuk membayar proyek penyediaan akses telekomunikasi dan internet cukup besar. Proyek tersebut termasuk Palapa Ring dan satelit multifungsi Satelit Republik Indonesia (Satria) yang juga memakai konsep KPBU dengan masa konsesi 15 tahun. Satelit Satria dijadwalkan masuk tahap penutupan pembiayaan pada akhir triwulan I-2020, lalu dilanjutkan konstruksi, dan meluncur pada 2022.
”Kebutuhan dana Bakti mulai sekarang hingga 15 tahun mendatang setidaknya Rp 170 triliun. Ini nilai total seluruh proyek. Kami memperkirakan, defisit anggaran bisa melebihi 50 persen,” katanya.
Anang menegaskan, Bakti bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mendiskusikan kondisi anggaran itu kepada Kementerian Keuangan. Sejauh ini, salah satu topik solusi yang dibahas menyangkut menambah besaran iuran USO.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta, mengatakan, hingga kini Komisi I belum melihat komitmen Kemenkeu untuk memecahkan persoalan kemungkinan anggaran Bakti defisit. Menuru dia, kemungkinan defisit itu harus segera diatasi.
”Apakah perlu memakai dana APBN untuk ikut membantu? Hal seperti seharusnya di tingkat pemerintah sudah dibahas karena proyek-proyek penyediaan akses telekomunikasi dan internet Bakti bersifat tahunan,” katanya.
Sukamta juga menyarankan agar Bakti dan Kemkominfo membuat pemetaan, sejauh mana utilisasi proyek jaringan tulang punggung Palapa Ring beserta kebutuhan nyata akses telekomunikasi dan internet. Dengan keberadaan laporan pemetaan, manajemen anggaran menjadi lebih baik.