Publik Panik soal Korona, Ombudsman: Informasi dari Pemerintah Belum Komprehensif
Ombudsman RI mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Kesehatan saling berkoordinasi dan memberikan informasi yang benar dan komprehensif mengenai Covid-19 kepada publik.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/INGKI RINALDI/NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman RI menilai informasi penanganan virus korona baru atau Covid-19 yang dikeluarkan pemerintah belum jelas dan komprehensif. Akibatnya, muncul kepanikan warga setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya dua warga negara Indonesia yang positif terinfeksi virus tersebut, Senin (2/3/2020) siang.
Ombudsman RI (ORI) berharap pemerintah dapat menjelaskan secara terbuka mengenai penanganan dan pencegahan Covid-19. Penjelasan itu harus dilakukan satu pintu melalui humas pemerintah, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Kemkominfo dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diharapkan saling berkoordinasi memberikan informasi yang benar dan komprehensif mengenai Covid-19. Dengan demikian, ada satu sumber yang jelas yang dapat dirujuk masyarakat.
”Informasi yang diberikan ini harus benar, lengkap, dan komprehensif. Misalnya, apakah orang yang terkena virus korona dapat disembuhkan karena mungkin orang hanya tahu bahwa yang kena korona bisa meninggal,” kata Ketua ORI Amzulian Rifai, di Jakarta, Selasa (3/3/2020).
Dia melihat saat ini informasi yang berkembang di masyarakat masih simpang siur dan membingungkan. Soal penggunaan masker, misalnya, ada yang mengatakan bahwa masker sebaiknya hanya digunakan oleh mereka yang sedang sakit flu.
Penggunaan masker diharapkan tidak menyebarkan virus ke orang lain. Namun, karena panik, masyarakat kemudian berbondong-bondong membeli masker. Akibatnya, orang yang sakit justru tidak memperoleh masker.
Semua itu merupakan dampak dari informasi yang kurang komprehensif yang dihadirkan pemerintah. Akhirnya, orang simpang siur menerima informasi dan terjadi kepanikan massal.
”Ini tidak boleh terjadi. Pemerintah harus berada di garda terdepan soal informasi akurat mengenai virus korona,” kata Amzulian.
Informasi itu pun diharapkan disampaikan secara berkala. ”Harus ada satu pusat komunikasi atau crisis center yang memberikan informasi secara berkala baik kepada media maupun masyarakat,” tambah anggota ORI, Ahmad Alamsyah Saragih.
Pemerintah melalui Kemenkes juga harus fokus pada penanganan orang yang kontak dengan pasien terinfeksi Covid-19. Pemerintah harus secara detail menjelaskan apa yang akan dilakukan, apakah harus sampai dikarantina atau cukup dipantau.
Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal mengatakan, Kemendagri telah ditugaskan untuk mengoordinasikan daerah-daerah agar meningkatkan kesiapsiagaan terhadap Covid-19.
Berkaitan dengan itu, Kemendagri telah meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mengimbau masyarakat di daerah masing-masing untuk tidak panik. Di sisi lain, pemda diminta meningkatkan kewaspadaan dan menyosialisasikan upaya pencegahan penularan virus itu.
Disinggung mengenai prosedur untuk menangani Covid-19, Safrizal menyebutkan kewenangan itu ada di Kemenkes. Menurut dia, prosedur yang di dalamnya mencakup teknis pembiayaan dan pengerahan sumber daya tersebut telah disusun sesuai protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Prosedur dimaksud tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (infeksi 2019-nCoV) Sebagai Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya. Di bagian kedua keputusan itu disebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan upaya penanggulangan.
Sebagian di antara upaya penanggulangan itu ialah komunikasi risiko, informasi dan edukasi kesehatan kepada masyarakat secara berkala. Kemudian, melakukan kesiapsiagaan, deteksi, serta respons di pintu masuk negara dan di wilayah. Penyiapan fasilitas pelayanan kesehatan perawatan dan rujukan serta fasilitas penunjang, seperti laboratorium dan bahan logistik kesehatan.
Sementara di bagian keempat disebutkan bahwa segala bentuk pembiayaan dalam rangka upaya penanggulangan dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah. Selain itu, pada sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk kebutuhan anggaran penanganan Covid-19 di daerah, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Ardian mengatakan, pemda dapat menggunakan pos belanja tidak terduga pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing. Pos anggaran itu selalu ada di setiap APBD dan memang dialokasikan untuk kegiatan darurat dan mendesak.
Oleh karena itu, tidak ada alasan pemda tidak memiliki anggaran dalam menangani Covid-19. ”APBD sudah sangat responsif. Tidak ada (istilah) uang kurang,” sebut Ardian.
Peran kepala daerah
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Sultan B Najamudin menilai peran kepala daerah sangat penting dalam upaya mengantisipasi penyebaran Covid-19. ”Kepala daerah harus memiliki kesadaran yang sama untuk meningkatkan pencegahan terlebih dahulu. Jadi, mengantisipasi penyebaran virus ini sedikit lebih cepat,” ujar Sultan.
Sebagai langkah awal, pemda harus memberikan edukasi kepada masyarakatnya mengenai gejala pasien yang terinfeksi Covid-19. Hal itu bisa dilakukan dengan melibatkan semua puskesmas di daerahnya.
”Masyarakat perdesaan atau pedalaman, kan, mungkin saja belum tahu gejalanya. Nanti dikira gejala itu hal yang biasa dan dibiarkan. Malah bisa menjalar ke semua daerah,” ucap Sultan.
Selanjutnya, apabila ditemukan pasien yang terindikasi terinfeksi virus korona, petugas kesehatan harus bertindak cepat mengisolasi pasien tersebut.
”Tindakan cepat perlu, tanpa menebarkan ketakutan kepada masyarakat. Pasien harus langsung diisolasi agar kalau memang ada potensi terinfeksi, virus itu tak cepat menyebar,” tutur Sultan.