Pasar di luar China diperebutkan seiring terganggunya perdagangan dari dan ke China akibat wabah Covid-19. Indonesia membidik sejumlah negara sebagai pasar baru.
Oleh
C Anto Saptowalyono / Agnes Theodora / FX Laksana AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gangguan perdagangan dinilai semakin serius, terutama terhadap China yang menjadi mitra dagang utama Indonesia, seiring meluasnya wabah virus korona baru atau Covid-19. Oleh karena itu, Indonesia membidik negara-negara baru sebagai tujuan ekspor.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada rapat kerja Kementerian Perdagangan di Jakarta, Rabu (4/3/2020), mengatakan, tak hanya dari Indonesia, penyerapan China terhadap produk dari luar juga terhambat akibat wabah Covid-19. Dengan demikian, Indonesia mesti membuka pasar ekspor baru.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, merebaknya Covid-19 menciptakan disrupsi terhadap rantai pasok global dan berimbas pada berbagai sektor penting, seperti pariwisata, perdagangan, dan investasi. Pasar keuangan global juga mengalami pekan terburuknya sejak krisis finansial tahun 2008.
China adalah salah satu mitra dagang dan sumber wisatawan terbesar bagi Indonesia. ”Bagi Indonesia, dampak Covid-19 setidaknya akan segera dapat dilihat pada lalu lintas orang di sektor pariwisata, barang ekspor impor, dan uang atau investasi,Sumber Baru Pendapatan Cukai,” kata Retno.
Setelah berkonsentrasi ke negara maju, Indonesia coba membuka akses pasar nontradisional, seperti Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tengah, Eropa Tengah, dan Eropa Timur. Selain memberi kemudahan perizinan ekspor, perundingan dagang dengan negara lain dijajaki intensif.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, sebagai langkah awal, pemerintah akan memperluas akses pasar potensial dan menjaga pasar utama. Rapat kerja itu akan membahas penyederhanaan prosedur ekspor-impor.
Menurut Agus, saat ini rantai dagang sedang mengalami disrupsi yang hebat. Rantai penawaran (supply) rusak karena produksi yang terganggu. Sementara, permintaan dari pasar tujuan ekspor utama, seperti China, pun menurun.
”Kami akan meratifikasi dan mengimplementasikan perundingan perdagangan internasional yang sudah ada serta meninjau ulang perjanjian perdagangan internasional yang sudah selesai,” ujarnya.
Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, pemerintah menargetkan ekspor nonmigas tumbuh 5,2-9,8 persen. Sementara neraca perdagangan ditargetkan surplus 15 miliar dollar AS pada tahun 2020.
Sebagai perbandingan, kinerja ekspor nonmigas pada 2019 surplus 6,15 miliar dollar AS. Surplus itu berasal dari ekspor nonmigas yang mencapai 154,99 miliar dollar dan impor nonmigas yang tercatat 148,8 milliar dollar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, stimulus untuk meningkatkan ekspor itu masih dibahas dan akan segera diterapkan dalam waktu tidak lama lagi. ”(Stimulus) Ini sedang dalam pembahasan dan diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama sudah bisa kami umumkan kepada publik,” ujarnya.
Pemerintah juga memberi kelonggaran berupa penyederhanaan larangan pembatasan tata niaga ekspor, antara lain penyederhanaan aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu untuk produk-produk kayu, standar sertifikasi kesehatan pangan bagi produk Indonesia yang diekspor ke luar negeri, serta surat keterangan asal atau sertifikasi asal barang yang menegaskan komoditas ekspor memang dihasilkan di Indonesia.
Perundingan
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menambahkan, ada sejumlah negara yang sedang dibidik untuk ekspansi ekspor. Negara-negara itu selama ini bukan tujuan utama ekspor Indonesia, seperti Tunisia, Turki, Chile, Paraguay, Guatemala, serta beberapa negara Asia Selatan, seperti Pakistan dan Sri Lanka.
Wakil Indonesia akan berkunjung ke Tunisia untuk finalisasi perjanjian dagang. Perjanjian dagang dengan Turki juga menunjukkan titik terang. Menurut Jerry, Menteri Perdagangan Turki sepakat mempercepat realisasi perjanjian dagang dalam waktu dekat.
Pemerintah juga akan menjalin dan memperbarui perjanjian dagang dengan negara-negara yang selama ini potensial dijajaki, seperti Australia.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi, negosiasi paling intens yang sedang dijajaki pemerintah saat ini adalah dengan Uni Eropa melalui perundingan perjanjian dagang Indonesia-European Union CEPA (I-EU CEPA). Perundingan itu diharapkan bisa terwujud pada akhir tahun 2020.
Beberapa pertemuan sempat tertunda karena terdampak Covid-19, tetapi negosiasi tetap dilakukan melalui konferensi video. ”Ada beberapa working group yang sudah mulai dilakukan melalui video conference, jadi perundingan tetap berjalan,” kata Rizal.
Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyebutkan, ekspor sawit Indonesia ke semua negara tujuan pada Januari 2020, termasuk China, turun 30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Tahun lalu, ekspor sawit Indonesia ke China adalah yang terbesar, sekitar 6 juta ton. Demi mengantisipasi penurunan, eksportir mesti mencari tujuan ekspor baru.