JAKARTA, KOMPAS — Dana Moneter Internasional memberikan penilaian positif terhadap perekonomian Indonesia sepanjang 2017. Selain harus memanfaatkan momentum positif itu, Indonesia harus mampu mengoptimalkan investasi dan ekspor yang menopang pertumbuhan ekonomi.
Penilaian Dana Moneter Internasional (IMF) yang termuat dalam Laporan Konsultasi Artikel IV itu dipublikasikan pada Selasa (6/2) waktu setempat atau Rabu (7/2) WIB. IMF menyatakan, indikator ekonomi makro Indonesia pada 2017, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan defisit transaksi berjalan, ada dalam koridor positif.
IMF menyambut baik bauran kebijakan jangka pendek yang diambil oleh otoritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan. Dewan Direktur IMF juga memandang positif upaya pemerintah memfokuskan belanja publik ke sektor-sektor prioritas dan menyambut baik kemajuan investasi infrastruktur di Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menuturkan, BI telah berupaya menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan dengan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. ”Hal itu akan dilanjutkan terus dengan mencermati kondisi global dan domestik,” kata Agus.
Adapun pemerintah, lanjut Agus, telah menjalankan reformasi perpajakan dan memprioritaskan anggaran, terutama untuk proyek infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia akan terus menjaga momentum perbaikan perekonomian nasional. Salah satunya dengan menjaga stabilitas APBN, baik melalui reformasi fiskal maupun menjaga defisit anggaran.
Pemerintah akan menjaga defisit anggaran dalam tingkat yang terkendali dan berada dalam batas yang diperkenakan undang- undang, yaitu 3 persen terhadap produk domestik bruto. ”Kami akan menjaga agar defisit tetap rendah dan membuat titik keseimbangan fiskal sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bisa semakin terkonsolidasi. Jika terjadi guncangan dari luar, Indonesia masih punya ruang untuk intervensi,” kata Sri Mulyani.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan karena sejumlah persoalan struktural yang masih membelit dan belum diselesaikan. ”Meskipun kondisi ekonomi makro bagus dan persepsi dunia internasional bagus, faktanya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 hanya naik tipis ketimbang 2016. Ini, antara lain, mencerminkan bahwa persoalan struktural masih membelit perekonomian Indonesia,” kata Enny.
Naik tipis
Tanpa perbaikan persoalan struktural, Enny khawatir pertumbuhan ekonomi 2018 hanya akan naik tipis dibandingkan 2017. Artinya, perekonomian Indonesia akan masuk dalam stagnasi yang lebih lama.
Persoalan struktural yang dimaksud, antara lain, adalah nihilnya strategi perdagangan. Indikatornya adalah ekspor Indonesia masih didominasi komoditas sehingga kinerjanya sangat bergantung pada harga dan permintaan pasar global.
Ketergantungan impor juga masih terlalu tinggi. Meski impor didominasi bahan baku dan bahan penolong, pada akhirnya impor menggerus ekspor. Industri manufaktur sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi dari sisi lapangan usaha juga tidak mengalami perbaikan berarti. Bahkan, porsinya terhadap produk domestik bruto terus merosot. (HEN/LAS/GER)