Pemerintah Gandeng Australia untuk Riset dan Pengembangan Teknologi Pembesaran Lobster
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya akan menggandeng Komisi Riset Pertanian Australia mengembangkan teknologi pembesaran lobster di Indonesia.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
SEKOTONG, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya akan menggandeng Komisi Riset Pertanian Australia mengembangkan teknologi pembesaran lobster di Indonesia. Kerja sama itu diharapkan bisa melahirkan solusi bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster.
Peneliti lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Umum Bidang Riset dan Pengembangan di Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik KKP, Bayu Priyambodo, menyampaikan hal itu saat menerima kunjungan Komisi Riset Pertanian Australia (ACIAR) di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok di Sekotong, Lombok Barat, Selasa (10/3/2020).
Turut hadir dalam kunjungan itu CEO ACIAR Andrew Campbell dan komisioner ACIAR lainnya. Selain itu, ada juga Wakil Ketua Bidang Sinergi Dunia Usaha Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan Agnes Marcellina.
Menurut Bayu, masalah terbesar pembesaran lobster tidak lagi benih, tetapi pembesaran. Hal itu terutama pada fase benih bening (benur) hingga berukuran 50 gram. Persoalan serupa juga terjadi pada pembesaran dari ukuran 50 gram ke atas.
”Kematiannya sangat tinggi. Dengan demikian, perlu nutrisi khusus, jenis pakan yang bagus, komposisi protein, lemak, dan lainnya. Termasuk wadah pemeliharaan,” kata Bayu.
Oleh karena itu, kerja sama dengan ACIAR diharapkan bisa menjawab persoalan tersebut. ACIAR nantinya diharapkan bisa melakukan riset langsung, misalnya untuk menghasilkan formulasi pakan yang dapat memperbaiki kelangsungan hidup dan mempercepat pertumbuhan lobster.
”Selain pakan, kerja sama ini juga bisa untuk mencari skema penanggulangan penyakit. Hal itu karena dalam budidaya, termasuk lobster, pasti ada penyakit. Budidaya intensif di lingkungan terkontrol berbeda dengan di alam,” kata Bayu. Dia menambahkan, kerja sama itu nantinya juga untuk peningkatan kapasitas nelayan, kapasitas peneliti, dan penyuluh.
Menurut Bayu, kerja sama Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dengan ACIAR sebenarnya telah dimulai sejak 2007, salah satunya di Lombok. Fokusnya pada teknis pengembangan budidaya lobster.
Hanya saja, kerja sama itu terhenti pada 2015 setelah muncul Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 terkait dengan pelarangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan bertelur dan larangan diekspor bibit ketiga jenis hewan laut tersebut. Saat itu, Menteri Kelautan dan Perikanan dijabat Susi Pudjiastuti.
”Sekarang, menteri baru mendapat amanat dari Presiden untuk menciptakan lapangan pekerjaan, menambah pendapatan bagi masyarakat pesisir, salah satunya pengembangan budidaya lobster,” kata Bayu.
Peluang untuk hal itu, menurut Bayu, sangat besar. Apalagi jumlah benur sangat melimpah. Di Lombok saja jumlah populasi benur diperkirakan sekitar 10 juta ekor. Sementara di seluruh NTB, Bali, dan Jawa menurut penelitian ACIAR mencapai 100 juta ekor.
Agnes menambahkan, kerja sama dengan ACIAR merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersama dengan Universitas Tasmania dan Universitas Wollongong di Australia.
Salah satu kerja sama itu, kata Agnes, terkait dengan lobster. Universitas Tasmania telah memiliki tempat penetasan lobster. Hanya saja, mereka belum mengembangkan secara bisnis.
”Mereka perlu lokasi yang sangat cocok untuk melakukan percobaan yang menuju bisnis. Hari ini, rombongan dari ACIAR yang merupakan bagian dari Pemerintah Australia yang biasa mendanai program kepentingan komunitas,” kata Agnes.
Menurut Agnes, potensi untuk budidaya di Lombok sangat besar. Oleh karena itu, ACIAR akan mengajukan proposal ke lembaga terkait untuk membangun budidaya yang ada di Lombok dan daerah lain di Indonesia.
Bayu mengatakan, ada serangkaian tahapan yang akan dilewati terlebih dahulu hingga kerja sama baru itu dimulai. Nantinya, berbagai pihak juga akan dilibatkan baik di badan riset maupun budidaya perikanan.
Sekarang, menteri baru mendapat amanat dari Presiden untuk menciptakan lapangan pekerjaan, menambah pendapatan bagi masyarakat pesisir, salah satunya pengembangan budidaya lobster.
Andrew mengatakan, pihaknya sangat mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam budidaya lobster. Hal serupa juga dilakukan untuk peternakan.
Terkait lobster, kata Andrew, dukungan penelitian dalam kerja sama itu diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan petani dalam pembesaran lobster. Termasuk juga menjawab persoalan prioritas keberlangsungan sumber benur melalui tahapan-tahapan penangkapan dan pembesarannya.
Menurut Andrew, kerja sama itu diharapkan bisa mengembangkan dan memperluas penangkapan bibit lobster yang berkelanjutan di Indonesia. Termasuk pula menetapkan produksi yang optimal dari teknologi pembesaran lobster.
”Selain itu, diharapkan ini bisa memperkuat kapasitas penelitian budidaya laut dan produksinya serta membuat evaluasi dampak sosial dan ekonomi dari budidaya bagi masyarakat Indonesia,” kata Andrew.
Dari sisi ilmiah, kata Andrew, lewat penelitian itu, diharapkan ada perluasan ketersediaan benur di Indonesia memanfaatkan penangkapan dan penanganan. Semuanya dilakukan dengan prioritas keberlanjutan dan kualitas bibit untuk pembesaran.
”Harapannya juga ada prosedur dari praktik terbaik untuk produksi budidaya perikanan dan ukuran lobster untuk konsumsi yang terdokumentasikan. Selain itu, kapasitas para peneliti juga bisa ditingkatkan,” kata Andrew.