Kementerian Perhubungan Merekomendasikan Larangan Mudik
Demi mencegah meluasnya penyebaran virus korona baru yang telah memicu pandemi Covid-19, Kementerian Perhubungan merekomendasikan larangan mudik pada hari raya Idul Fitri tahun ini. Kini ada fenomena ”curi start” mudik.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menengarai potensi perluasan dan penyebaran wabah Covid-19. Masyarakat pun banyak yang sudah mudik dini sebelum ada larangan mudik.
”Potensi perluasan atau penyebaran wabah luar biasa. Kita belum melakukan pelarangan, sudah banyak yang kemudian, istilahnya, mencuri start untuk mudik,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati saat telekonferensi pers di Jakarta, Jumat (27/3/2020).
Menurut Adita, pihaknya mendapatkan data yang menunjukkan peningkatan jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di daerah karena mendapatkan limpahan orang mudik.
”(Fakta) ini dari data yang kami terima memang cukup memprihatinkan. Khususnya, baru saja kami terima dari Kabupaten Sumedang, itu ternyata ODP-nya meningkat karena mendapat limpahan orang yang mudik dari Jabodetabek,” kata Adita.
Ada beberapa daerah di Jawa Tengah yang melaporkan situasi serupa. ”(Saat) ini belum puncaknya. Kalau kita tidak melakukan sesuatu, dari pemerintah, untuk melarang dan tentunya diikuti dengan regulasi dan penegakan hukum, ini kita khawatirkan wabah Covid lebih meluas dan menambah zona-zona merah yang ada di daerah-daerah tujuan mudik,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan akan merekomendasikan untuk melarang mudik pada hari raya Idul Fitri yang jatuh pada Mei 2020. ”Tetapi bagaimana dan seperti apa nanti penegakannya, akan dibahas dalam serangkaian rapat ke depan,” lanjutnya.
Di sesi tanya jawab telekonferensi pers tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, terkait penegakan dan pengawasan, pihaknya akan memikirkannya. ”Saya sedang menunggu, harapan saya, sih, keputusannya cepat karena semakin cepat semakin baik,” ujarnya.
Menurut Budi, kalau memang nanti ada keputusan tegas larangan, Kementerian Perhubungan sudah sepakat dengan Polri dan juga TNI untuk melaksanakan keputusan pemerintah tersebut.
Jadi, minimal kami akan menutup pintu-pintu keluar dari Jabodetabek, baik di jalan tol, jalan nasional, maupun jalur yang lain.
”Jadi, tentunya, minimal kami akan menutup pintu-pintu keluar dari Jabodetabek, baik di jalan tol, jalan nasional, maupun jalur yang lain, sehingga orang yang mau pulang akan bisa dicegah untuk kembali. Dan, mulai tanggal berapa? Ini belum kita tentukan,” tutur Budi.
Di sisi penegakan hukum pun harus dipikirkan, termasuk, misalnya, hal yang perlu dilakukan ketika kemudian ada orang yang memaksa.
Terkait jumlah penumpang bus, Budi menyebutkan, pihaknya mengamati pada tanggal 20, 21, 22, dan 23 (Maret 2020) terjadi lonjakan penumpang bus di beberapa terminal.
”(Lonjakan) yang saya lihat di Jawa Tengah itu di Wonogiri, Purwokerto, Solo, dan beberapa tempat lain. Tetapi (terminal) yang lainnya malah turun. Jadi, artinya memang kalau kita lihat pemetaannya, banyak perantau dari wilayah Jateng yang selama ini bekerja informal di Jakarta cenderung kembali ke daerah masing-masing,” ujar Budi.
Kementerian Perhubungan meminta para kepala balai pengelola transportasi darat bekerja sama dengan dinas kesehatan setempat untuk mengidentifikasi masyarakat yang baru datang tersebut.
”Kami juga meminta agar disiapkan kotak disinfektan sehingga minimal orang yang datang itu harus dipantau. Kemudian, harus dilihat yang bersangkutan itu apakah berstatus PDP atau ODP, ini nanti dari dinas kesehatan setempat,” lanjut Budi.
Sementara itu, Kepala Kesekretariatan Perusahaan PT PELNI (Persero) Yahya Kuncoro melalui rilis pers, Jumat (27/3/2020), menuturkan, PELNI terus meningkatkan pengawasan kesehatan nakhoda, anak buah kapal, seluruh penumpang, serta kebersihan armada kapal.
”Manajemen PELNI meningkatkan kewaspadaan dan menjalankan prosedur standar operasional kesehatan berdasarkan instruksi yang diberikan Kementerian Kesehatan dalam menghadapi Covid-19,” kata Yahya.