”Lockdown” Kampung, Cara Warga Lereng Merapi Perangi Pandemi
Aneka cara upaya warga kampung memerangi wabah virus korona baru pemicu Covid-19. Di lereng Merapi, DIY, ada yang ikut-ikutan memakai istilah ”lockdown” meski hanya untuk membatasi masuk-keluar warga di kampungnya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
Palang bambu merah dengan potongan karet ban bertulis Lockdown menyambut siapa pun yang hendak memasuki Dusun Randu, Desa Hargobinangun, di lereng Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Semangat polos warga kampung membatasi pergerakan orang demi memutus rantai pandemi Covid-19.
”Ini inisiatif spontan warga RT 001 dan RT 002 setelah kegiatan penyemprotan disinfektan, Kamis (26/3/2020) kemarin. Tujuannya, mengantisipasi bebasnya orang masuk keluar di wilayah sini di tengah kondisi Covid-19,” kata Wantoro, Ketua RT 001, Dusun Randu, Desa Hargobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, DIY, Jumat (27/3/2020).
Wantoro mengatakan, warga hanya mencomot istilah lockdown. Bukan berarti pula seluruh warga dilarang masuk atau keluar di daerah itu. Pemasangan tanda itu dilakukan hanya untuk meningkatkan pengawasan terhadap masuk keluarnya warga. Khususnya warga dari luar perkampungan itu yang dikhawatirkan menjadi perantara persebaran virus korona baru.
Di RT 001 dan RT 002, Dusun Randu, Hargobinangun, terdapat dua jalan pintu masuk kampung tersebut yang ditutup warga. Jalan ditutup dengan cara dipasangi bambu melintangi jalan. Tanda itu bertuliskan ”Lockdown!” dan ”Stop!”.
”Jadi, masih ada dua jalan masuk yang terbuka. Di sana, terdapat gardu sehingga banyak warga yang berjaga. Warga yang masuk akan kami semprot disinfektan terlebih dahulu. Baik warga sini yang baru dari luar maupun warga luar. Tapi, kami efektif berjaga hanya malam hari karena banyak yang bekerja,” kata Wantoro.
Ia menambahkan, warga kampung itu juga telah berencana membuat piket jaga agar jalan masuk bisa dijaga 24 jam. Tujuannya agar penduduk yang keluar dan masuk ke kampung tersebut bisa lebih diawasi. Ini dilakukan demi menekan penyebaran virus di tengah pandemi Covid-19 ini.
Warga kampung itu juga telah berencana membuat piket jaga agar jalan masuk bisa dijaga 24 jam. Tujuannya agar penduduk yang keluar dan masuk ke kampung tersebut bisa lebih diawasi.
Selain itu, Wantoro juga mengungkapkan, penutupan jalan itu juga didasari rencana sejumlah warga asal kampung tersebut yang akan pulang dari perantauannya akhir pekan ini. Adapun daerah perantauan mereka berada di Jakarta dan sekitarnya. Hal itu membuat warga merasa khawatir apabila perantau tersebut justru menjadi perantara persebaran virus.
”Jalan yang ditutup ini kami foto dan kami sebarkan ke warga. Informasi ini sudah sampai kepada warga yang mau pulang kampung tadi. Akhirnya, mereka mengerti dan mau menunda kepulangannya sampai kondisi membaik,” kata Wantoro.
Berdasarkan pantauan, Jumat siang, warga dari perkampungan itu masih beraktivitas seperti biasa. Beberapa kali tampak, warga melintas dengan sepeda motornya. Ada yang membawa belanjaan, ada pula yang membawa rumput dari sawah untuk ternaknya.
Dihubungi terpisah, Camat Pakem Suyanto menyampaikan, langkah lockdown itu merupakan tanggapan masyarakat secara mandiri terhadap situasi terkini. Sedikitnya, ada lima dusun di kecamatannya yang melakukan penutupan jalan tersebut.
”Tidak ada perintah seperti itu dari pemerintah. Saya sudah mengumpulkan kepala desa-kepala desa agar tulisan itu dilepas. Saya minta agar mereka membuat posko pengawasan saja untuk memantau pergerakan warga dari luar daerah,” kata Suyanto.
Ditemui terpisah, Bupati Sleman Sri Purnomo menilai masyarakat sudah semakin paham untuk mencegah penyebaran Covid-19. Salah satunya ditunjukkan dengan kesadaran masyarakat melakukan pembatasan dan pengawasan pergerakan warga dari luar dusun.
Meski demikian, masyarakat harus tahu konsekuensi menutup daerahnya secara mandiri. Kecukupan pangan juga perlu dipikrkan.
Mereka harus mengikuti aturan di Sleman. Harus mengisolasi diri selama dua minggu. Dilakukan pendataan juga oleh pemerintah setempat.
Selanjutnya, Sri mengimbau, warga asal Sleman yang merantau diminta menahan diri tidak pulang kampung dalam kondisi pandemi Covid-19 ini. Para perantau itu justru rentan menjadi perantara penyebaran virus. Namun, pihaknya sudah punya prosedur penanganan apabila sejumlah perantau itu telanjur pulang ke Sleman.
”Mereka harus mengikuti aturan di Sleman. Harus mengisolasi diri selama dua minggu. Dilakukan pendataan juga oleh pemerintah setempat. Apabila merasakan gejala Covid-19 juga harus segera periksa,” kata Sri.