Proyek Infrastruktur Tidak Mendesak, Rakyat Lebih Butuh Dilindungi
Sebaiknya alokasi dana infrastruktur dari APBN digunakan untuk keperluan penanganan Covid-19. Kita lebih perlu membeli alat kesehatan, APD, dan memberi insentif untuk tenaga medis. Itu jauh lebih bijak.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah tetap melanjutkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur strategis di tengah pandemi Covid-19 dinilai tidak tepat. Anggaran proyek infrastruktur yang belum mendesak seharusnya dapat dialihkan untuk kebutuhan penanganan wabah Covid-19, seperti fasilitas kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Kelanjutan proyek infrastruktur ini disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir lewat telekonferensi dengan sejumlah direksi perusahaan BUMN dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Senin (30/3/2020).
Dalam kesempatan itu, dilakukan pula penandatanganan kerja sama antara Kementerian BUMN dan BKPM untuk mendorong kemudahan investasi dalam negeri.
Erick memastikan, berbagai proyek infrastruktur strategis nasional terus berjalan meski Indonesia sedang terkena pandemi. Beberapa di antaranya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, pembangkit listrik 35.000 megawatt, dan pembangunan destinasi wisata di beberapa daerah, seperti Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
Berbagai proyek kilang minyak PT Pertamina juga tetap dilanjutkan di tengah pandemi dan pelemahan harga minyak dunia, misalnya pembangunan kilang minyak di kompleks PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur.
”Jangan tunda-tunda yang tidak perlu ditunda. Yang namanya indikator kinerja utama (key performance indicators/KPI) yang sudah ditargetkan Pak Presiden kita jalankan terus, termasuk proyek kereta cepat,” kata Erick.
Jangan tunda-tunda yang tidak perlu ditunda. Yang namanya KPI (key performance indicators/KPI) yang sudah ditargetkan Pak Presiden kita jalankan terus, termasuk proyek kereta cepat.
BKPM bersama Kementerian BUMN sedang memetakan proyek infrastruktur yang dapat ditunda dan dilanjutkan di tengah pandemi. Erick juga meminta tiap perusahaan pelat merah ikut memberi masukan untuk pemetaan tersebut. Pemilahan dilakukan berdasarkan kondisi arus kas tiap perusahaan serta konsultasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Konsultasi dibutuhkan berhubung program prioritas Kementerian Keuangan saat ini adalah menyiapkan stimulus menangani Covid-19. Konsultasi itu juga diperlukan untuk membahas kemungkinan pemberian dana penyertaan modal negara (PMN) bagi perusahaan BUMN di tengah Covid-19.
”Sedang dilihat kembali, tentu melihat keadaan arus kas BUMN. Ada yang tunda ada yang lanjut, tetapi kita tidak mungkin menunda semua. Jangan sampai kita telat. Ketika China pulih, negara lain pulih, kita masih terjebak virus korona. Ini tidak boleh,” kata Erick.
Ada yang tunda ada yang lanjut, tetapi kita tidak mungkin menunda semua. Jangan sampai kita telat. Ketika China pulih, negara lain pulih, kita masih terjebak virus korona. Ini tidak boleh.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, di tengah pandemi, politik anggaran tidak bisa mengikuti skenario kondisi normal. Kondisi darurat membutuhkan langkah penanganan yang lebih peka dan fleksibel. Dalam konteks itu, anggaran proyek infrastruktur yang tidak mendesak seharusnya direalokasi.
Saat ini, tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 membutuhkan biaya yang besar untuk fasilitas dan infrastruktur kesehatan. Masyarakat juga membutuhkan bantuan dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta akses kesehatan di tengah pandemi.
”Harus ada pengaturan ulang karena kondisi sudah jauh berubah. Sementara, alokasi anggaran untuk proyek infrastruktur itu kan disusun dalam kondisi normal. Pemerintah seharusnya fokus saja pada penanganan wabah, sesuaikan dengan kebutuhan,” katanya.
Menurut Faisal, tidak semua proyek infrastruktur patut ditunda dan dialihkan anggarannya. Pemerintah harus teliti dan selektif dalam menentukan proyek mana yang mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat banyak, bukan sekadar untuk memenuhi target program pemerintah.
”Yang tingkat urgensinya rendah bisa ditunda dulu. Alihkan untuk kebutuhan darurat. Kecuali proyek-proyek yang mendesak, seperti pembangunan infrastruktur kesehatan, itu tidak masalah dilanjutkan,” ujarnya.
Menurut dia, pembangunan proyek kereta cepat dan pembangunan destinasi wisata tidak mendesak di tengah pandemi. Apalagi, proyek kereta cepat juga praktis sulit dikerjakan karena China saat ini juga masih berupaya memulihkan diri dari pandemi.
”Apa salahnya jika dibekukan dulu. China sebagai investor pasti paham karena mereka juga sedang mengalami hal yang sama,” ujar Faisal.
Faisal menambahkan, industri pariwisata sekarang sedang terpuruk. Yang dibutuhkan di sektor itu bukan infrastruktur baru, melainkan bantuan yang cepat untuk pelaku usaha yang merugi dan pekerja yang kehilangan pemasukan. Kalaupun mau dipaksakan dibangun sekarang, manfaatnya tidak bisa didapat dalam waktu singkat.
Sementara, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengemukakan, proyek-proyek juga harus ditunda untuk menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja. Keselamatan pekerja harus selalu yang utama.
Tidak boleh ada standar ganda untuk pekerja konstruksi, apalagi mereka berada di luar ruangan.
”Sebaiknya alokasi dana infrastruktur dari APBN digunakan untuk keperluan penanganan Covid-19. Kita lebih perlu membeli alat kesehatan, APD, dan memberi insentif untuk tenaga medis. Itu jauh lebih bijak,” ujarnya.
Sebaiknya alokasi dana infrastruktur dari APBN digunakan untuk keperluan penanganan Covid-19. Kita lebih perlu membeli alat kesehatan, APD, dan memberi insentif untuk tenaga medis. Itu jauh lebih bijak.
Tidak efektif
Erick mengakui, beberapa pembangunan infrastruktur tidak akan efektif karena mengalami keterlambatan, seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek itu melibatkan banyak pekerja asal China, yang belum bisa kembali ke Indonesia karena pandemi. Namun, Erick tetap berkukuh proyek itu tetap berjalan.
”Tentu ada penundaan, tetapi proyek jalan terus. Ingat, penduduk Indonesia ratusan juta. Suka tidak suka, transportasi publik diutamakan,” ujar Erick.
Bahlil Lahadalia mengatakan, realisasi investasi selama triwulan I-2020 di tengah pandemi masih menunjukkan pertumbuhan dibandingkan periode yang sama pada 2019. Capaian itu akan diumumkan pada akhir April 2020.
”Penanaman modal asing secara langsung kita sedikit menurun. Agar tidak terlalu jeblok, kita lebih mengandalkan investasi dari dalam negeri,” katanya.