Waktu Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Belum Pasti
Pemerintah memperluas basis penerima bantuan jaring pengaman sosial terkait Covid-19. Namun, data calon penerima belum siap.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah belum selesai mengumpulkan data penduduk miskin dan terdampak Covid-19 yang akan menerima perluasan bantuan langsung tunai. Akibatnya, belum ada kepastian bagi kelompok masyarakat ini mengenai penerimaan bantuan dalam jaring pengaman sosial itu.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, tenggat pengumpulan data penerima bantuan langsung tunai pada 1 April 2020. Namun, ada beberapa data yang belum terkumpul. Sebagian besar data yang sudah terkumpul pun masih bersifat global dan tidak detail.
”Tidak ada data detail, atau tidak by name by address, sehingga masih harus mengumpulkan dan mencari dari sumber lain agar bisa segera disiapkan basis datanya,” ujar Susiwijono yang dihubungi Kompas dari Jakarta, Kamis (2/4/2020).
Pemerintah masih mengumpulkan data dari beberapa sumber melalui berbagai cara, misalnya pengiriman surat, rapat koordinasi terbatas, serta koordinasi langsung dengan pemilik data di kementerian/lembaga, pemerintah daerah, platform digital, dan asosiasi usaha. Kementerian teknis yang bertanggung jawab atas program bantuan ini adalah Kementerian Sosial.
Data valid tentang penduduk miskin dan terdampak Covid-19 masih menjadi persoalan. Hal ini menyebabkan penyaluran bantuan langsung tunai terhambat. Padahal, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 110 triliun untuk tambahan jaring pengaman sosial terkait Covid-19, yang bersumber dari realokasi dan tambahan APBN 2020.
Pemerintah menambah jumlah penerima bantuan dalam Program Keluarga Harapan, dari 9,2 juta keluarga penerima manfaat menjadi 10 juta keluarga. Nilainya ditambah 25 persen.
Sementara Kartu Sembako yang semula diterima 15,2 juta penerima ditambah menjadi 20 juta penerima. Manfaatnya naik dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000.
Selain itu, ada Kartu Prakerja yang anggarannya dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Jumlah penerima manfaatnya sebanyak 5,6 juta orang, terutama pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil dan terkena dampak Covid-19. Nilai manfaatnya Rp 650.000-Rp 1 juta per bulan.
Bagi pelanggan listrik 450 volt ampere (VA), gratis tarif listrik selama tiga bulan mulai April 2020. Bagi pelanggan listrik 900 VA golongan tidak mampu, diberikan potongan tarif 50 persen selama tiga bulan, mulai April 2020.
Susiwijono mengatakan, sejauh ini program jaring pengaman sosial yang paling siap dieksekusi adalah Kartu Prakerja. Data penerima bantuan akan diselesaikan dan dimasukkan ke sistem basis data minggu ini. Jumlah penerima Kartu Prakerja ditambah dari 2 juta orang per tahun menjadi 5,6 juta orang.
”Mudah-mudahan pada awal minggu depan sudah bisa diluncurkan dan disalurkan insentif untuk para pekerja dan pelaku usaha terdampak Covid-19,” ujar Susiwijono.
Anggaran gelondongan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, data valid yang saat ini dimiliki pemerintah hanya berasal dari Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan pelanggan listrik. Penerima bantuan dari kelompok penduduk terdampak Covid-19, yang mayoritas pekerja informal, belum ada.
”Di Indonesia data itu belum lengkap, beda dengan negara lain di mana nomor identitas kependudukan dapat mengetahui mana pekerja yang tidak dan akan menganggur,” kata Sri Mulyani.
Akibat basis data yang belum ada, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran jaring pengaman sosial secara gelondongan. Nantinya, mekanisme penyaluran bantuan diserahkan kepada kementerian teknis. Kapasitas pemerintah untuk membantu penduduk yang terdampak Covid-19 sangat terbatas karena permasalahan data ini.
Dihubungi secara terpisah, Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, skema bantuan langsung harus berbeda dengan yang sudah ada. Tujuan bantuan selama pandemi Covid-19 bukan untuk meningkatkan, tetapi menjamin konsumsi penduduk selama mereka tidak bekerja. Dengan demikian, skema perhitungan harus berdasarkan konsumsi harian.
Bank Dunia dalam laporan terbarunya merekomendasikan besaran jaring pengaman sosial paling tidak ditingkatkan dua kali lipat selama pandemi Covid-19. Beberapa negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik memilih skema jaminan sosial untuk menopang perekonomian ketika dilakukan karantina wilayah. Hong Kong, misalnya, memberikan kompensasi atas karantina wilayah yang bisa diklaim oleh pekerja informal senilai dua kali lipat.