Dunia baru pascapandemi Covid-19 menjelang. Lebih baik bersiap menghadapi perubahan yang terjadi, yang diperkirakan permanen, daripada menanti situasi akan kembali sama seperti sebelum pandemi.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 sedang mengamuk. Beberapa kalangan mulai menganalisis berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Dampak langsung sudah banyak dipastikan, misalnya pertumbuhan ekonomi yang bakal turun dan dampak politik yang muncul. Kalangan bisnis juga memitigasi agar perusahaan tidak ambruk. Di tengah situasi seperti ini, prediksi situasi pasar dan dunia masa depan bermunculan.
Ada yang masih berharap setelah krisis ini bakal muncul aktivitas normal seperti biasa. Pendapat ini sepertinya tidak tepat. Sejumlah kalangan melihat akan ada perubahan permanen pascakrisis atau disebut kondisi normal baru. Para pelaku bisnis sebaiknya menyiapkan kondisi ini daripada bermimpi situasi akan pulih seperti semula. Pukulan sangat telak akibat wabah ini telah mengubah gaya hidup sejumlah generasi sehingga mereka berpikir ulang tentang cara hidup.
Contoh paling drastis, kini orang harus studi mandiri di rumah. Sangat mungkin, kuliah dalam jaringan yang selama ini dipandang sebelah mata, bakal jadi pilihan.
Sebuah tulisan di laman Forbes berjudul ”Covid-19 Will Permanently Change The Way Every Generations Lives-Here’s How” memperlihatkan krisis kali ini bakal mengubah gaya hidup setiap generasi. Penulis artikel, Robert Glazer, menyebutkan, pebisnis sebaiknya mempertimbangkan perubahan perspektif dari kejadian ini dan melihat bagaimana setiap generasi bakal mengubah cara hidupnya.
Kalangan baby boomer yang tidak terlalu dekat dengan tekonologi digital kini makin dekat dengan fasilitas ini. Sebab, selama di rumah, mereka dipaksa belajar dan menggunakan teknologi ini untuk rapat, memesan kebutuhan pokok, konsultasi kesehatan, dan memperoleh hiburan secara daring. Mereka yang lebih rentan terhadap serangan Covid-19 menjadi sadar lebih memilih fasilitas digital daripada keluar rumah karena kemungkinan terpapar virus korona baru lebih besar. Di antara mereka dipastikan melanjutkan kebiasaan ini pascapandemi.
Generasi X yang lahir antara 1965-1980 akan merespons berbeda. Kini sebagian besar dari mereka adalah pemimpin bisnis. Mereka tengah berjuang keras menyelamatkan korporasinya. Ibaratnya, mereka berjalan di kegelapan dan mencari terang. Pada masa depan, mereka akan banyak dimintai pendapat tentang kisah-kisah sukses berselancar di tengah krisis. Mereka akan banyak menularkan ilmu kepada yang lain dan akan membantu sesama melalui berbagai cara.
Sementara generasi berikutnya, yaitu gen Y atau milenial, peristiwa ini akan mengubah mereka yang selama ini dinilai terlalu cuek dengan prioritas hidup dan lebih mengedepankan konsumsi. Mereka akan membuat prioritas hidup dan merancang masa depan melalui tabungan, membeli rumah, dan investasi perencanaan hidup lain. Apalagi wabah kali ini menghambat karier mereka sehingga tak bisa lagi ongkang-ongkang kaki.
Untuk generasi terbaru, yaitu gen Z, yang mulai masuk ke pasar kerja, pandemi menyebabkan mereka memilih jalur berbeda dengan generasi milenial. Mereka akan mengoreksi gaya hidup milenial yang konsumtif dan berbiaya mahal karena ternyata gaya hidup itu berantakan di saat krisis. Aktivitas yang murah dan simpel akan menjadi pilihan gen Z, seperti kuliah daring, kursus gratis, mengurangi kegiatan konsumtif, dan merancang investasi lain. Dalam praktik bisnis, perguruan tinggi yang masih mengutamakan kehadiran di kelas harus berpikir ulang. Mereka perlu masuk ke bisnis kuliah daring. Generasi Z menjadi antitesa generasi sebelumnya yang terkesan lebih ”menikmati hidup”. Mereka makin berhitung dengan pengeluaran.
Generasi Z adalah generasi yang merasakan pukulan paling berat, terutama secara psikologis, sehingga membuat mereka harus bertindak. Mereka juga mengalami krisis keuangan 2008. Aktivitas mereka melalui interaksi langsung menjadi terbatas. Generasi ini juga merupakan generasi yang terpapar kabar bohong dan ujaran kebencian yang masif. Tidak heran jika mereka bakal lari dari media sosial.
Bagi kalangan bisnis, pertanyaan selanjutnya, bagaimana dunia pada masa depan? Salah satu tulisan Peter C Baker di laman The Guardian sangat menarik. Masa depan dunia ditentukan sikap-sikap optimistis yang ada saat ini melalui momen-momen solidaritas yang dilakukan hingga memengaruhi dunia secara lebih luas, yaitu politik. Pemimpin dunia masa depan akan membangun dari sumber daya yang terbagi untuk semakin banyak orang di bumi. Kita tidak perlu menyesali dan tak perlu ingin kembali pada kehidupan masa lalu yang nyaman karena perubahan bisa terjadi setiap menit. Perubahan sedang terjadi.
Sampaikan selamat tinggal untuk kenikmatan yang Anda rasakan pada Februari lalu! Kita masuk dunia baru.