PSBB 14 Hari di Jakarta Tak Akan Cukup Hentikan Wabah Covid-19
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta dalam waktu 14 hari tidak akan cukup menghentikan penyebaran wabah Covid-19. Dibutuhkan waktu lebih lama dan cakupan PSBB lebih luas untuk menghentikan wabah.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
Durasi 14 hari penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diperkirakan tidak akan cukup untuk memperlambat penularan virus korona di wilayah DKI Jakarta. Pencabutan yang prematur juga malah berpotensi memunculkan gelombang kedua pertambahan kasus.
Selain itu, kebijakan PSBB juga tidak bisa disikapi sebagai jurus tunggal penanggulangan pandemi, pelaksanaan tes yang masif dan pelacakan kontak tetap menjadi kunci utama.
Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, Rabu (8/4/2020), mengatakan, penerapan 14 hari PSBB di wilayah DKI Jakarta tidak akan efektif. Durasi PSBB selama tersebut diturunkan dari masa inkubasi terpanjang virus pemicu Covid-19, SARS-CoV-2, yang diyakini selama 14 hari.
Menurut dia, penerapan PSBB secara disiplin hanya selama 14 hari tidak akan efektif mengurangi peningkatan kasus positif di Jakarta. Tri memperkirakan, PSBB baru dapat menihilkan pertambahan jumlah kasus baru setelah diterapkan paling tidak selama dua bulan.
Namun, ini hanya kalau PSBB diterapkan secara disiplin serta upaya tes masif dan pelacakan kontak juga dilakukan dengan komprehensif.
”Namun, saya pikir, kemampuan deteksi Indonesia sangat lemah. Kalau deteksinya masih lemah, ya, wabah akan berlangsung lebih lama. Jadi, sudah pasti harus diperpanjang. Kalau tidak diperpanjang, tidak akan selesai (wabahnya),” kata Tri saat dihubungi Kompas dari Jakarta.
Tes masif dan pelacakan kontak
Pendapat serupa juga disampaikan Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) Syahrizal Syarif. Ia mengatakan, dampak dari sebuah pembatasan sosial baru akan terlihat apabila paling tidak dilaksanakan selama dua kali lipat dari masa inkubasi.
Apabila masa inkubasi virus SARS-CoV-2 adalah 14 hari, setidaknya pembatasan sosial dilaksanakan selama 28 hari. ”Jadi, PSBB sebaiknya minimal 28 hari, itu pun juga kalau ketat (penerapannya),” katanya.
Syahrizal mengatakan, penerapan pembatasan sosial yang sangat intensif seperti lockdown di Wuhan, China, pun membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk melandaikan tingkat penyebaran wabah.
Kemampuan deteksi Indonesia sangat lemah. Kalau deteksinya masih lemah, ya, wabah akan berlangsung lebih lama. Jadi, sudah pasti harus diperpanjang. Kalau tidak diperpanjang, tidak akan selesai.
Tri mengatakan, penerapan PSBB saja tidak cukup untuk meminimalisasi korban meninggal akibat Covid-19. Tes yang dilakukan secara masif dan pelacakan kontak adalah upaya utama untuk menangani wabah penyakit menular baru seperti Covid-19 ini.
Tes yang dilakukan secara masif memungkinkan otoritas menemukan setiap kasus positif baru. Kemudian, upaya ini perlu diikuti dengan pelacakan kontak yang komprehensif. Setiap orang yang diketahui telah berkontak langsung dengan kasus positif tersebut harus mengisolasi dirinya secara mandiri.
”Kalau mereka tidak terdeteksi, ya, penyebaran wabah akan terus berlanjut,” kata Tri.
Penerapan pembatasan sosial yang terlalu singkat atau dicabut secara prematur dinilai tidak akan dapat mengatasi penyebaran wabah dengan tuntas. Bahkan, selepas pencabutan pembatasan sosial yang prematur dapat memunculkan puncak kasus kedua.
Sebuah penelitian menunjukkan, di kota dengan tingkat intervensi yang lebih intensif—seperti Wuhan—pembatasan sosial idealnya dilakukan hingga April 2020 atau selama tiga bulan sejak kebijakan tersebut diterapkan pada akhir Januari 2020.
Penerapan pembatasan sosial yang terlalu singkat atau dicabut secara prematur dinilai tidak akan dapat mengatasi penyebaran wabah dengan tuntas. Bahkan, selepas pencabutan pembatasan sosial yang prematur dapat memunculkan puncak kasus kedua.
Penelitian yang dilakukan oleh Kiesha Prem, Yang Liu, dan kawan-kawan di Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Infeksi (CMMID) University of London menunjukkan bahwa kebijakan lockdown di Wuhan telah secara efektif membuat kurva penularan lebih landai.
Namun, pencabutan kebijakan pembatasan sosial secara prematur justru akan memperumit keadaan. Pencabutan prematur akan memicu munculnya puncak kedua penyebaran wabah.
”Kalau pembatasan ini dicabut pada Maret, puncak kedua diproyeksikan akan muncul pada akhir Agustus. Kejadian ini dapat dihindari dan ditunda lebih lama hingga dua bulan apabila pembatasan baru dicabut pada April,” tulis Prem dan Liu dalam artikelnya dalam jurnal medis The Lancet yang diterbitkan pada 25 Maret.
Bodetabek mengikuti
Jakarta sebagai penyumbang porsi kasus positif terbesar dinilai oleh berbagai pihak sebagai episentrum wabah Covid-19 di Indonesia. Data terakhir menunjukkan ada 1.369 kasus positif di DKI Jakarta atau lebih dari separuh (50,6 persen) dari total nasional.
Untuk itu, menurut Tri, penerapan PSBB di Jakarta juga harus diikuti daerah-daerah penyangga Jakarta di Jawa Barat dan Banten, seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Terlebih lagi, kasus positif juga sudah banyak ditemukan di sejumlah daerah tersebut.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengumumkan pada Selasa (7/4/2020) malam bahwa penerapan skema PSBB di wilayahnya akan digelar mulai Jumat (10/4/2020) dan berlangsung paling tidak 14 hari, sesuai dengan asumsi masa inkubasi terpanjang Covid-19.
Skema PSBB ini akan melanjutkan pembatasan yang selama tiga pekan terakhir telah berjalan di Jakarta, yakni pembatasan dengan cara bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.
Namun, dengan adanya PSBB ini, akan ada sanksi tegas yang boleh diterapkan langsung di lapangan oleh polisi, TNI, ataupun aparat pemerintah provinsi yang melakukan patroli.