Rumah Sakit di Daerah Kewalahan Tangani Pasien Covid-19
Rumah sakit di banyak daerah di Indonesia kini kewalahan menangani pasien Covid-19. Keterbatasan dokter, tenaga medis, dan peralatan, di sejumlah wilayah di luar Jabodetabek menjadi kendala serius.
Oleh
Ahmad Arif/Adrian FajriansyahI/Evy Rachmawati/A Tomy Trinugroho
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para tenaga medis di garda depan penanganan Covid-19 masih menghadapi berbagai masalah dasar. Selain keterbatasan alat pelindung diri, mereka juga dihadapkan pada keterbatasan ruang isolasi dan ventilator.
Keterbatasan daya dukung itu terutama dialami rumah sakit di daerah luar Jabodetabek, yang kini menghadapi lonjakan jumlah pasien, seiring gagalnya upaya menahan sebaran penyakit Covid-19. ”Kami sekarang menangani 10 orang PDP (pasien dalam pengawasan), 1 orang positif. Sementara ventilator ada empat dan yang untuk Covid-19 hanya satu,” kata Robert N, dokter spesialis paru dari RSUD dr Abdul Rivai, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Lamanya menanti hasil pemeriksaan sampel spesimen pasien juga menyebabkan kepadatan ruang isolasi. Padahal, dokter spesialis paru hanya satu orang. ”Saya berjaga terus sejak ada pasien ini,” kata Robert.
Lonjakan kasus pasien Covid-19 di Berau ini berawal dari orang yang mengikuti pertemuan keagamaan di Gowa, Sulawesi Selatan. ”Ternyata, pasien yang positif ini sebelumnya periksa di dokter umum sehingga banyak tenaga medis di sini jadi ODP (orang dalam pengawasan),” ujarnya.
Robert mengatakan, sejauh ini protokol pelayanan pasien Covid-19 belum sepenuhnya tersosialisasikan ke publik. Akibatnya, banyak pasien dengan gejala Covid-19 langsung datang ke unit gawat darurat sehingga berpotensi menginfeksi petugas medis dan pasien lain. Padahal, rumah sakit sudah menyiapkan jalur khusus untuk mereka.
”Kalau terus begini, bakal semakin banyak petugas medis terinfeksi,” kata dia. Apalagi, menurut dia, ketersediaan alat pelindung diri juga terbatas. ”Kami memakai hazmat yang bisa dicuci lagi, tetapi masker N95 sangat terbatas,” ujarnya.
Tri Maharani, dokter spesialis emergensi, pengurus Perhimpunan Dokter Ahli Emergensi Indonesia, mengatakan, semua RS di daerah kewalahan karena pasien baru terus bertambah. Apalagi, banyak daerah kedatangan pemudik dari Jakarta, selain dari Malaysia.
Sementara itu, protokol penanganan pasien Covid-19 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan terus diubah sehingga kerap membingungkan petugas medis. ”Kami semua stres sekarang, ada tiga karyawan kami yang dirumahkan karena jadi ODP,” kata Tri yang bertugas di RSUD Kediri, Jawa Timur.
Menurut Tri, banyak pasien yang tidak terbuka dengan gejala sakitnya karena jika mengaku Covid-19, cemas tidak tertangani. Namun, ini menyebabkan tenaga medis rentan terinfeksi.
Dalam surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) menyampaikan, alat pelindung diri (APD) kian langka dan harganya menggila, padahal mereka merawat pasien Covid-19. ”Haruskah tenaga medis bertaruh nyawa dengan APD seadanya. Jumlah dokter yang meninggal telah lebih dari 30 orang,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat PDUI Abraham Andi Padlan Patarai.
Alat pelindung
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, APD yang telah didistribusikan sebanyak 400.000 buah melalui dinas kesehatan di daerah-daerah. Ia menambahkan, APD memang belum mencukupi karena hampir semua produk domestik diekspor. ”Sebelumnya enggak ada. Kemenkes tidak ada stok,” ujarnya.
Juru bicara gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, Jumat, menjelaskan, proses penularan masih terjadi. Terbukti, berdasarkan data per 10 April 2020, ada penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 219 kasus sehingga total kasus positif menjadi 3.512 kasus. Penambahan orang yang sembuh 30 orang sehingga total yang sembuh 282 orang, sedangkan penambahan korban meninggal 26 jiwa sehingga total yang meninggal 306 jiwa.
Menurut Yurianto, sejauh ini telah dilakukan pemeriksaan PCR terhadap 19.500 spesimen di seluruh Indonesia. Pemerintah, kata dia, juga telah mendistribusikan 698.650 APD kepada para tenaga medis di Indonesia, dari total stok 769.000 APD. Pemerintah juga telah mengoperasikan 3.300 RS rujukan.