Di tengah pembatasan sosial berskala besar, gerakan-gerakan menjaga ekonomi agar tetap menggeliat perlu terus dijaga. Tentu saja dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan, utamanya pekerja yang masih ke kantor.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
Fokus pada kesehatan untuk memitigasi masifnya penyebaran pandemi Covid-19 memang jadi prioritas utama. Namun, jangan mengabaikan juga industri-industri yang masih menggeliat, seperti yang memproduksi makanan-minuman, obat-obatan, dan alat pelindung diri.
Di sisi lain, masih ada pula usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan industri kecil menengah (IKM) yang masih bertahan. Mereka berupaya menjaga usaha dan pekerja. Semuanya menyangkut persoalan perut karena beragam insentif dari pemerintah sifatnya hanya membantu menyambung hidup, bukan membiaya keseluruhan kebutuhan hidup.
Berbagai upaya bertahan hidup di tengah pandemi itu melahirkan gerakan-gerakan menjaga ekonomi. Tokopedia dan Bukalapak mengajak masyarakat yang kehilangan pekerjaan menjadi pelaku usaha daring dengan membuka toko atau lapak daring. Tokopedia, misalnya, menamai gerakan itu #JagaEkonomiIndonesia, sedangkan Bukalapak ”One Click Online”.
Adapun Shopee meluncurkan program ”Stimulus Dukungan COVID-19 100M Shopee”. Bantuan ini diberikan dalam beberapa bentuk keringanan untuk mitra penjual, antara lain potongan biaya admin sebesar 30 persen, bantuan tambahan modal hingga Rp 1 juta dalam bentuk voucher, voucher modal awal hingga Rp 1 juta dalam bentuk kredit iklan senilai Rp 150.000, dan gratis ongkos kirim ekstra untuk mitra penjual baru.
Berbagai upaya bertahan hidup di tengah pandemi itu melahirkan gerakan-gerakan menjaga ekonomi.
Ada juga gerakan-gerakan dari sejumlah merek UMKM dan IKM lokal. Damn! I Love Indonesia, pelopor street wear lokal, meluncurkan ”Gerakan Saling Menjaga”. Selain itu, muncul pula gerakan Hari Belanja Brand Lokal secara daring yang akan digelar pada 25-27 April 2020. Kegiatan ini akan diikuti 1.000 brand lokal Tanah Air.
Di luar itu, masih banyak gerakan lain, mulai dari memproduksi produk lain yang lebih dibutuhkan masyarakat hingga belanja kebutuhan secara daring di pasar tradisonal dan ritel modern. Tak lupa, gerakan UMKM menjaga produk makanan-minuman sesuai standar kesehatan.
Gerakan-gerakan itu tak hanya sekadar berorientasi menghasilkan uang, tetapi juga menahan laju angka pengangguran. Angka pengangguran ini berpotensi meningkat akibat imbas makin masifnya pandemi Covid-19.
Menarik mencermati tiga skenario lonjakan pengangguran akibat imbas pandemi Covid-19 yang disusun Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia. Dalam laporan itu, CORE memprediksi pengangguran terbuka akan semakin bertambah pada April-Juni 2020 atau triwulan II-2020.
Skenario ringan, memprediksi jumlah pengangguran terbuka akan bertambah 4,25 juta orang, atau berarti angka pengangguran pada triwulan kedua tahun ini akan mencapai 11,3 juta orang. Skenario ringan dibangun dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 akan semakin luas pada Mei 2020, tetapi tidak sampai memburuk sehingga kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak berdampak luas.
Skenario sedang, memprediksi jumlah penganggur bertambah 6,68 juta orang. Dengan demikian, skenario ini memprediksi angka pengangguran akan mencapai 13,73 juta orang tahun ini. Skenario sedang ini mengacu pada asumsi bahwa penyebaran Covid-19 lebih luas dan kebijakan PSBB mulai diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di Pulau Jawa dan beberapa kota di luar Pulau Jawa.
Adapun skenario berat memprediksi pengangguran bisa bertambah sampai 9,35 juta orang. Dalam kondisi terburuk, angka pengangguran terbuka di Indonesia bisa mencapai 16,4 juta orang. Jumlah itu juga belum termasuk 8,14 juta orang yang saat ini sudah setengah menganggur dan 28,41 juta orang pekerja paruh waktu.
Dalam kondisi terburuk, angka pengangguran terbuka di Indonesia bisa mencapai 16,4 juta orang.
Sementara jumlah buruh atau pekerja yang dirumahkan dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin bertambah. Ketenagakerjaan mencatat, per 14 April 2020, jumlahnya sudah 1,69 juta orang.
Seiring dengan situasi itu, jumlah peminat Kartu Prakerja membeludak. Per Selasa (14/4), sudah ada 5,96 juta orang yang mendaftar. Ini sudah melebihi kuota program pelatihan mingguan bagi 164.000 orang sehingga kuota itu dinaikkan menjadi 200.000 orang.
Kondisi itu tak bisa diredam hanya dengan beragam insentif dari pemerintah. Peran masyarakat, terutama pelaku usaha, untuk sedikit menggeliatkan perekonomian dan memberikan ruang bernapas bagi para pekerja juga diperlukan.
Di tengah pembatasan sosial berskala besar, gerakan-gerakan menjaga ekonomi agar tetap menggeliat juga perlu terus dijaga. Tentu saja dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan, utamanya bagi para pekerja yang masih bekerja demi sesuap nasi dan memproduksi kebutuhan harian masyarakat.