Anggaran Terbatas untuk Penanganan Covid-19, Mendagri Minta Gubernur Membantu
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kembali mengeluarkan surat edaran ke gubernur seluruh Indonesia. Isinya, mengimbau mereka bersolidaritas membantu pemerintah kabupaten/kota di bawahnya yang keuangannya terbatas.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Mayoritas pemerintah daerah sudah melakukan realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk penanganan Covid-19. Hingga Jumat (17/4/2020), total anggaran yang terkumpul dari 528 daerah mencapai Rp 56,57 triliun. Meski demikian, masih ada pemerintah daerah yang dinilai terlalu kecil menganggarkan untuk penanganan Covid-19.
Berdasarkan Data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jumat, total dana realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan Covid-19 oleh 528 pemerintah daerah (pemda) mencapai Rp 56,57 triliun.
Hampir separuh anggaran atau 44,80 persen digunakan untuk penyediaan jaring pengaman sosial (JPS). Alokasi terbesar kedua untuk penanganan kesehatan berjumlah 42,60 persen atau Rp 24,10 triliun. Sementara itu, alokasi untuk penanganan dampak ekonomi 12,60 persen atau Rp 7,13 triliun.
Namun, jika dilihat lebih rinci, ternyata belum semua daerah mengalokasikan dana untuk tiga program prioritas penanganan Covid-19 yang diminta pemerintah pusat, yaitu penanganan kesehatan, dampak ekonomi, dan JPS.
Menurut Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri M Ardian Noervianto, Sabtu (18/4/2020), memang belum semua daerah mengalokasikan APBD-nya ketiga pos prioritas. Untuk penanganan dampak ekonomi misalnya, ada tujuh provinsi dan 131 kabupaten/kota yang belum menganggarkan. Adapun untuk program JPS, masih ada empat provinsi dan 89 kabupaten/kota yang belum menganggarkan.
”Realokasi anggaran ini sifatnya dinamis. Ketika saat ini penganggaran dananya masih kecil atau belum sama sekali, mungkin mereka akan menganggarkan kembali saat melihat situasi terkini di daerahnya,” kata Ardian.
Lima provinsi yang terkecil mengalokasikan anggarannya untuk penanganan Covid-19 adalah Provinsi Jambi dengan alokasi Rp 49,27 miliar, Sulawesi Barat Rp 36,65 miliar, Bengkulu Rp 30,80 miliar, Nusa Tenggara Barat Rp 23 miliar, dan Maluku Utara Rp 10,24 miliar.
Sementara untuk tingkat kabupaten dan kota, lima daerah yang anggarannya untuk penanganan Covid-19 paling kecil adalah Kota Tual, Kabupaten Nias, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Sorong.
Kota Tual hanya mengalokasikan anggaran Rp 3,9 miliar. Kemudian Kabupaten Nias yang mengalokasikan Rp 3,5 miliar. Kabupaten Tanjung Jabung Timur alokasinya Rp 3,3 miliar. Kabupaten Bandung Barat alokasinya Rp 3,1 miliar, dan Kota Sorong, Rp 2,1 miliar.
Menurut Ardian, Kemendagri mencatat ada 48 daerah yang alokasi anggarannya untuk penanganan Covid-19 di bawah Rp 10 miliar.
Ardian mengungkapkan, ada beberapa kemungkinan pemda tidak optimal dalam merealokasi APBD untuk penanganan Covid-19.
Pertama, pemda kesulitan menyisir anggarannya dan menentukan pos-pos anggaran yang bisa direalokasi untuk Covid-19. Ia pun mengingatkan pemda untuk merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menteri Keuangan yang terbit 9 April. Di dalamnya, sudah diatur detail pos-pos yang perlu dirasionalisasi berikut besarannya.
”Ada juga kemungkinan pemda sudah melakukan kontrak dengan pihak ketiga sehingga khawatir dituntut di pengadilan. Padahal, program itu bisa dilanjutkan (carry over) ke tahun anggaran selanjutnya dengan menerbitkan addendum kepada pihak ketiga,” kata Ardian.
Pemprov (pemerintah provinsi) diimbau membantu pemkab/pemkot karena mereka yang berada di garda terdepan dan berhadapan langsung dengan masyarakat.
Di luar itu, tidak tertutup kemungkinan karena kapasitas APBD terbatas. Oleh karena itu, Mendagri Tito Karnavian kembali menerbitkan surat edaran ke gubernur seluruh Indonesia pada 14 April 2020. Isinya, Mendagri mengimbau semua gubernur untuk bersolidaritas membantu pemerintah kabupaten (pemkab)/pemerintah kota (pemkot) di bawahnya yang keuangannya terbatas.
”Pemprov (pemerintah provinsi) diimbau membantu pemkab/pemkot karena mereka yang berada di garda terdepan dan berhadapan langsung dengan masyarakat,” katanya.
Selain imbauan itu, dalam surat edaran itu disebutkan, penyediaan anggaran untuk pemberian bantuan dari pemprov kepada pemkab/pemkot untuk penanggulangan Covid-19 dapat memanfaatkan saldo yang tersedia dalam sisa lebih perhitungan APBD tahun anggaran sebelumnya.
Selain itu, bantuan anggaran diminta diprioritaskan untuk, di antaranya, mobilisasi tenaga medis dan obat-obatan serta penyediaan logistik atau sandang dan pangan.
Saling melengkapi
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengatakan, kondisi keuangan daerah memang berbeda-beda. Ada yang memiliki kemampuan APBD baik, sedang, hingga rendah. Pemda dengan kemampuan anggaran pas-pasan itu sebagian besar APBD-nya habis digunakan untuk urusan pemerintahan.
Saat terkena bencana Covid-19, daerah akan sangat membutuhkan bantuan dari provinsi ataupun pemerintah pusat. Apalagi, saat sudah ditetapkan sebagai bencana nasional, penyaluran bantuan sosial dinilainya lebih banyak berada di pundak pemerintah pusat.
”Memang, dampak dari Covid-19 ini akan membuat kelompok miskin atau rentan meningkat. Oleh karena itu, pemkab/pemkot akan sangat mengharapkan bantuan dari pemprov maupun pusat,” katanya.
Dalam realokasi APBD untuk penanganan Covid-19, Djohermansyah melanjutkan, pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri, seharusnya memantaunya. Kemendagri bisa membantu pemda dalam menyisir anggarannya dan mencarikan solusi bagi pemda yang kapasitas fiskalnya terbatas.
Kemendagri juga bisa memastikan realokasi tepat sasaran atau sesuai dengan instruksi pusat dan selaras pula dengan kebutuhan masyarakat.
Tak hanya itu, monitoring dari Kemendagri penting agar anggaran yang direalokasikan pemkab/pemkot tidak tumpang tindih dengan anggaran bantuan dari pemprov ataupun dari APBN. Dalam kata lain, anggaran penanganan Covid-19 antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota diharapkan bisa saling melengkapi. Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tak mendapatkan bantuan.