Jalankan Ibadah Ramadhan Sesuai Protokol Kesehatan
Pembatasan sosial pandemi Covid-19 seharusnya tidak mengurangi kekhusyukan ibadah Ramadhan tahun 1441 Hijriah atau tahun 2020 Masehi. Ibadah pribadi dan sosial bisa dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan 1441 Hijriah jatuh pada Jumat (24/4/2020). Pandemi yang berlangsung seharusnya tak mengurangi semangat beribadah. Namun, protokol kesehatan harus dipatuhi sehingga penyebaran Covid-19 dapat dieliminasi.
”Walau tak bisa berbuka, shalat Tarawih, tadarus, dan iktikaf bersama, tak boleh mengurangi semangat dan tekad meningkatkan ibadah Ramadhan,” kata Menteri Agama Fachrul Razi saat telekonferensi seusai sidang isbat awal Ramadhan 1441 H di Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Ibadah dari rumah itu diharapkan bisa menghindarkan masyarakat dari berkerumun atau bertemu orang banyak. Dengan demikian, penularan Covid-19 bisa ditekan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Abdullah Jaidi berharap umat Islam mengikuti arahan pemerintah soal pembatasan sosial berskala besar dan arahan MUI untuk beribadah di rumah. Selain mempererat hubungan keluarga, ibadah Ramadhan di rumah juga dicontohkan Nabi Muhammad SAW yang lebih banyak melaksanakan shalat Tarawih di rumah daripada di masjid.
Penetapan 1 Ramadhan 1441 H dicapai pemerintah dan organisasi massa Islam secara bulat. Hadir pula dalam sidang tersebut sejumlah perwakilan lembaga riset terkait hilal, seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), serta Planetarium dan Observatorium Jakarta.
Putusan sidang isbat itu diambil berdasarkan perpaduan data hisab (perhitungan) dan rukyat (observasi) hilal atau Bulan sabit tipis yang terlihat seusai Matahari terbenam setelah ijtimak. Berdasarkan data BMKG, ijtimak atau kesegarisan Matahari-Bulan-Bumi sebagai penanda awal Ramadhan terjadi pada Kamis pukul 09.26 WIB. Saat Matahari terbenam pada Kamis petang yang bertepatan dengan 29 Syakban 1441, tinggi hilal di Indonesia 2,7-3,76 derajat, umur Bulan 6,11-9,34 jam dan jarak sudut Bulan-Matahari 4,20-5,11 derajat.
Dengan data tersebut dan berdasarkan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura), hilal seharusnya sudah teramati pada Kamis petang. Itu dibuktikan dengan keberhasilan enam pengamat di Jawa Timur melihat hilal, yaitu di dua pengamat di Gresik, satu pengamat di Pasuruan, dan tiga pengamat Bojonegoro. Banyaknya keberhasilan mengamati hilal itu di Jawa Timur karena di provinsi itu ada 27 lokasi pengamatan hilal atau 33 persen dari total 82 lokasi pengamatan hilal di Indonesia.
Pengamatan hilal itu dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. Sejumlah pembatasan diterapkan dalam pengamatan hilal, seperti pengamat wajib memakai masker, jumlah pengamat di satu lokasi pengamatan dibatasi maksimal 10 orang, dan meminimalkan kontak dengan orang lain.
Sebelumnya, anggota Tim Falakiyah Kementerian Agama dan dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung Moedji Raharto menyampaikan pentingnya menggabungkan sains dan teknologi pengamatan hilal dengan dukungan syariat agama. Penggabungan itu diharapkan bisa menghasilkan sistem kalender hijriah tunggal yang memberi kepastian hingga bisa dipakai untuk keperluan administrasi publik, sama seperti kalender masehi.
Ibadah puasa yang berlangsung di tengah pandemi ini menuntut umat untuk bisa menjaga kesehatan dan imunitas tubuhnya. Karena itu, Fachrul berharap masyarakat bisa melaksanakan sahur dengan gizi seimbang agar bisa menjalani ibadah dengan baik.
Meski demikian, Abdullah mengingatkan, selain menjalankan ibadah untuk meningkatkan kesalehan pribadi, ibadah untuk membentuk kesalehan sosial juga perlu dilakukan. Karena itu, Ramadhan jadi momentum yang baik untuk berbagi kepada fakir miskin, anak yatim, dan orang lain yang terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto berharap pemerintah memastikan penerima bantuan sosial, bantuan kebutuhan pokok, atau bantuan langsung tunai secara tepat. Masyarakat dan swasta juga diharapkan mau berbagi demi menanggung bersama beban bencana ini. ”Jangan sampai ada anak bangsa kelaparan atau kekurangan gizi,” katanya.
Masyarakat juga diharapkan tak mudik atau mengundur waktunya sesuai imbauan pemerintah. Itu selaras dengan anjuran Nabi Muhammad untuk tidak keluar dari daerah wabah sehingga tidak menularkan penyakit ke orang lain. ”Ini lebih dari jihad karena menyelamatkan saudara lain, sekaligus memerangi bersama wabah korona,” kata Abdullah.