Situasi akibat pandemi Covid-19 masih sangat dinamis. Indonesia perlu menambah anggaran untuk penanganan Covid-19.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia perlu menyiapkan anggaran penanganan Covid-19 lebih besar. Sebab, kondisi saat ini masih sangat dinamis. Pinjaman dari lembaga internasional menjadi salah satu sumber anggaran yang bisa ditingkatkan.
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyetujui pembiayaan penanganan Covid-19 untuk Indonesia senilai 1,5 miliar dollar AS. Jumlah itu setara dengan Rp 23,44 triliun, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Kamis (23/4/2020), yakni Rp 15.630 per dollar AS.
Vice President ADB Ahmed M Saeed mengatakan, Indonesia cukup responsif menangani Covid-19 dengan mengalokasikan anggaran sebesar 2,5 persen produk domestik bruto (PDB). Namun, tambahan anggaran perlu disiapkan mengingat tren penyebaran Covid-19 masih tinggi.
”Situasi saat ini sangat dinamis. Bahkan, prediksi-prediksi yang dilakukan cepat sekali usang,” kata Saeed.
Indonesia dapat meningkatkan porsi pinjaman untuk membiayai penanganan Covid-19. ADB memberikan pinjaman yang fokus sasarannya kelompok miskin dan rentan, termasuk perempuan. Pinjaman bilateral senilai 1,5 millar dollar AS ini bagian dari program Covid-19 Active Response and Expenditure Support (CARES).
Prediksi-prediksi yang dilakukan cepat sekali usang.
Selain program CARES, dukungan penanganan Covid-19 dari ADB kepada Indonesia juga mencakup pendanaan berupa hibah dan pinjaman untuk mempercepat pengadaan peralatan medis serta memperkuat program perlindungan sosial. Setelah pandemi Covid-19, ADB juga akan memberikan bantuan pemulihan ekonomi.
Pada 2020, pemerintah meningkatkan proyeksi pembiayaan untuk defisit APBN dari Rp 307,2 triliun menjadi Rp 852,9 triliun. Sumber pembiayaan dari penerbitan surat berharga negara melonjak dari Rp 351,8 triliun menjadi Rp 1.006 triliun, sedangkan pinjaman meningkat dari Rp 5,2 triliun menjadi Rp 5,8 triliun.
Defisit APBN 2020 diproyesikan melebar menjadi 5,07 persen PDB, dari target awal 1,76 persen PDB.
Saeed menuturkan, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 2,5 persen pada tahun ini. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi bisa lebih melambat, bahkan negatif, apabila pandemi Covid-19 semakin merebak. Oleh karena itu, respons kebijakan harus difokuskan untuk bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan bantuan dunia usaha.
”Kami juga memahami bahwa pemerintah siap untuk mengumumkan langkah-langkah fiskal lebih lanjut sesuai kebutuhan. Namun, yang harus diperhatikan adalah pendekatan yang tepat,” kata Saeed.
Saat ini, Pemerintah Indonesia menganggarkan Rp 436,1 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pencegahan krisis ekonomi. Angka itu setara dengan 2,5 persen PDB Indonesia.
Sebagai perbandingan, Malaysia mengalokasikan 10 persen PDB, Amerika Serikat 11 persen PDB, Singapura sekitar 10,9 persen PDB, Jepang 19 persen PDB, dan Jerman 20 persen PDB untuk kebutuhan serupa.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Samual, berpendapat, daya serap pasar obligasi global menjadi momentum bagi Indonesia untuk menyeimbangkan porsi pembiayaan. Selama ini, dana yang bersumber dari pinjaman bilateral ataupun multilateral relatif kecil. Padahal, sejumlah lembaga multilateral membuka akses pinjaman cukup besar.
Pemerintah perlu mengakses sumber dana dari pinjaman multilateral dan bilateral, selain dari penerbitan obligasi global. Kenaikan pinjaman akan mengurangi kepemilikan asing di pasar obligasi pemerintah yang mencapai 40 persen. Porsi asing yang relatif besar menyebabkan perekonomian domestik rentan guncangan.
”Yang penting dalam kondisi saat ini adalah sumber pendanaan berimbang,” kata David.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, pemerintah akan mengoptimalkan pembiayaan utang dan non-utang untuk membiayai defisit APBN. Sumber pembiayaan non-utang akan diprioritaskan, yakni dari pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL), dana abadi pemerintah, dan badan layanan umum.
Adapun dalam hal pembiayaan dari utang, pemerintah akan mengutamakan penerbitan surat berharga negara, baik surat utang maupun sukuk, di pasar global dan domestik. Saat ini surat berharga negara berdenominasi valas yang pasti diterbitkan adalah global sukuk, obligasi global berdenominasi dollar AS, euro, dan Yen.
”Pemenuhan pembiayaan bersifat oportunistik. Penambahan akan dilakukan sesuai kondisi pasar keuangan, tetapi diupayakan (tambahan) serendah mungkin,” kata Sri Mulyani.