Sejumlah pelaku industri otomotif nasional menyiasati lesunya pasar akibat pandemi Covid-19 melalui strategi efisiensi dengan menghentikan sementara produksi. Mereka berharap pandemi segera selesai.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Penjualan produk otomotif diperkirakan anjlok 40-50 persen akibat pandemi Covid-19. Sejumlah pelaku industri bersiasat melalui strategi efisiensi dengan menghentikan sementara produksi.
Sejumlah pelaku otomotif yang memiliki pabrik di Indonesia, kepada Kompas, di Jakarta, Jumat (24/4/2020), menyampaikan langkah efisiensi melalui penghentian sementara kegiatan produksi itu. Meski demikian, langkah ini dinilai tidak mudah. Sebab, mereka tetap wajib membayar tunjangan hari raya serta insentif lain kepada karyawan selama bekerja dari rumah.
Jauh sebelum PT Honda Prospect Motor memilih menghentikan sejenak produksi mobil selama 13-27 April, Wuling Motors telah menghentikan produksi di Cikarang, 6-19 April, lalu Suzuki mengumumkan langkah serupa di pabriknya di Cakung, Tambun, dan Cikarang untuk 13-24 April.
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia dan PT Astra Daihatsu Motor masing-masing menghentikan sementara aktivitas produksi 13-17 April yang kemudian diperpanjang hingga sepekan. Daihatsu bahkan menghentikan layanan operasional showroom dan bengkelnya, seperti di Jakarta (34 gerai), mulai 10 April; Bogor, Bekasi, dan Kota Depok (17 gerai) mulai 15 April; Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (13 gerai) mulai 18 April; dan Kota Pekanbaru (4 gerai) mulai 17 April.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor (TAM) Henry Tanoto memperkirakan, pasar otomotif turun 40 persen pada tahun ini. Menurut Yusak Billy, Business Innovation and Sales-Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM), dampak ekonomi dari pembatasan aktivitas akan memengaruhi industri otomotif.
”Bagi kami, terpenting adalah bagaimana melakukan efisiensi dari sisi produksi untuk menjaga agar pasokan dan stok tetap sehat,” kata Billy. HPM berusaha agar sebisa mungkin tidak melakukan pemutusan hubungan kerja.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Johannes Nangoi, secara terpisah, mengatakan, ”Penyebaran virus korona jenis baru jadi pukulan telak bagi seluruh industri, khususnya otomotif. Masalahnya, industri-industri tier 1-3 yang selama ini memasok komponen otomotif juga terdampak.”
Jumlah tenaga kerja di industri otomotif diperkirakan 1,5 juta orang. Menurut Nangoi, semua pekerja ini menjadi beban yang besar bagi pelaku industri otomotif. Sementara penjualan kendaraan pada tahun ini diperkirakan anjlok 50 persen dibanding pada 2019 atau sekitar 600.000 unit.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan otomotif pada 2019 mencapai 1.030.126 unit. Jumlah ini pun turun dibanding penjualan pada 2018 yang mencapai 1.151.413 unit. ”Kita semua berharap badai korona ini segera mereda,” kata Nangoi.
Selain itu, dalam jangka pendek, industri otomotif juga akan tetap mengupayakan agar tunjangan hari raya (THR) bisa tetap dibayarkan kepada seluruh pekerja. Seluruh tujuan strategis itu sangat jelas. Badai Covid-19 diharapkan tidak terlalu lama sehingga bulan Juni sudah bisa menggerakkan kembali roda industri otomotif secara normal.
Penutupan sementara produksi otomotif memang tak terhindarkan. Salah satu langkah strategis itu dilakukan demi menjaga pasokan stok, tetapi sekaligus menyelamatkan pekerja sebagai investasi jangka panjang.
”Virus korona menyebabkan penjualan otomotif turun mengingat mobil bukanlah kebutuhan primer. Stok berlebih bisa bikin persoalan baru. Setidaknya, industri akan kerepotan menyediakan areal penyimpanan stok. Hujan dan panas sepanjang hari bikin kualitas kendaraan menurun. Sebelum dikirim ke konsumen, pastinya industri harus mengecek lagi kualitas bodi kendaraannya,” kata Nangoi.