Debitor Harapkan Keringanan Kredit Pemilikan Rumah
Debitor yang memiliki kredit pemilikan rumah dan terdampak Covid-19 dapat mengajukan permohonan kelonggaran kredit. Upaya ini diharapkan meringankan beban debitor.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
Dampak pandemi coronavirus disease atau Covid-19 berimbas pada kondisi ekonomi masyarakat, termasuk mereka yang masih memiliki kredit pemilikan rumah. Terlebih, angsuran akan menjadi beban baru bagi mereka yang terkena pemotongan gaji, bahkan pemutusan hubungan kerja.
Pemerintah, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), telah mengeluarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020. Dalam keputusan ini, pemerintah akan menyubsidi selisih bunga (SSB) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) pembelian rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Berdasarkan catatan Kompas yang dikutip pada Senin (27/4/2020), stimulus dimulai sejak 1 April 2020 dengan menganggarkan Rp 1,5 triliun bagi 175.000 MBR. Subsidi diberikan untuk warga Indonesia berpenghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan dan tidak memiliki rumah.
Manfaat SSB ialah pembayaran angsuran KPR dengan suku bunga 5 persen per tahun selama 10 tahun. Pemerintah akan menyubsidi selisih suku bunga pasar dengan suku bunga yang dibayar debitor (Kompas, 1 April 2020).
Sementara itu, hingga 21 April 2020, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk telah merestrukturisasi kredit sekitar 17.000 nasabah kredit pemilikan rumah (KPR). Mayoritas debitor yang mendapat restrukturisasi merupakan nasabah KPR bersubsidi dengan nilai kredit di bawah Rp 300 juta.
Sementara bagi para debitor yang tidak termasuk dalam MBR, tetapi memiliki KPR dan terdampak Covid-19, juga dapat memperoleh kelonggaran kredit. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical.
Ketentuan untuk memberikan kelonggaran kredit diserahkan kembali pada kewenangan bank. Dalam hal ini, bank diharapkan dapat betul-betul menganalisis kemampuan membayar para debitor untuk menghindari adanya penumpang gelap.
Ria Yudiantari (26), debitor di salah satu bank swasta, berharap segera mendapatkan kelonggaran KPR karena telah terkena PHK terhitung dari 1 April 2020.
Namun, karena tidak ada lagi penghasilan, ia berharap cicilan rumahnya di Bali dapat diperpanjang hingga 10 tahun. Besaran angsuran per bulan pun berharap diringankan dari Rp 15 juta per bulan menjadi Rp 3 juta per bulan.
”Saya sudah mengajukan kelonggaran kredit, tinggal menunggu diterima atau ditolak. Saya berharap dapat kelonggaran karena sekarang sedang dirumahkan dan tidak ada penghasilan lain, hanya bertahan dari tabungan yang ada,” kata Ria yang bekerja sebagai pelayan restoran di Amerika Serikat.
Pengalaman serupa diceritakan pemilik akun Twitter @_parsiholan_. Ia menyampaikan, temannya yang bekerja di perusahaan swasta dengan gaji Rp 80 juta per bulan sudah dua bulan ini dirumahkan dan tabungannya dikatakan mulai menipis.
”Selama ini keluarganya berbiaya tinggi, ada kredit mobil mewah dan KPR rumah di Kota Wisata seharga Rp 3 miliar. Sekarang mereka bingung (bagaimana membayar cicilannya),” tulis Parsiholan dalam akun Twitter-nya.
Cahyadi, karyawan di salah satu perbankan pelat merah, menyampaikan, bank akan berupaya untuk menegosiasikan kemampuan membayar debitor yang terkena dampak Covid-19. Upaya ini dilakukan untuk memberikan kelonggaran kredit bagi para debitor.
”Debitor juga merupakan mitra dari kami (bank). Namun, memang tidak semua debitor dapat memperoleh kelonggaran kredit. Debitor dapat mengajukan langsung permohonan kelonggaran kredit kepada bank dan kami akan identifikasi terlebih dulu,” katanya.
Debitor yang termasuk kategori layak untuk diberikan kelonggaran kredit, kata Cahyadi, harus dipastikan memang terdampak Covid-19. Misalnya, terkena pemotongan gaji hingga 50 persen, atau bahkan dirumahkan tanpa digaji.
”Artinya, kan, debitor yang tadinya bisa membayar kredit, tetapi karena terdampak Covid-19, penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini yang akan kami nilai benar-benar, jangan sampai ada penumpang gelap,” ujarnya.
Restrukturisasi kredit untuk KPR, kata Cahyadi, dapat berupa penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, dan pengurangan tunggakan pokok. Bentuk kelonggaran kredit akan dilihat dan disesuaikan dengan kekuatan angsuran dari debitor.
Melalui upaya ini, diharapkan para debitor yang terdampak Covid-19 dapat tetap membayarkan angsuran rumah. Dengan begitu, stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi dapat dijaga.