Tidak Perlu Gengsi Beradaptasi Saat Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 menambah ketidakpastian dalam perekonomian. Perubahan yang terjadi sangat cepat. Mitigasi risikonya kerap berubah, sesuai kondisi terkini.
Oleh
dewi indriastuti
·4 menit baca
Ketidakpastian menjadi situasi yang makin sering dihadapi dan menambah risiko dalam perekonomian. Dinamika ini disikapi dengan kesiapan beradaptasi.
Bayangkan saja saat jalan kaki keluar rumah, kondisi cuaca cerah. Namun, tak sampai 100 meter dari rumah, tiba-tiba hujan deras turun. Pilihannya, antara lain, berteduh, melanjutkan perjalanan dengan basah kuyub, kembali ke rumah dengan risiko tetap basah kuyup, atau memilih menghentikan kendaraan umum agar rencana awal tak terganggu. Melanjutkan berjalan kaki tanpa payung punya risiko lain, yakni badan bisa meriang karena kehujanan. Kembali ke rumah juga punya konsekuensi, yaitu rencana yang sudah disusun ambyar.
Pilihan berpikir dengan cepat dan matang diperlukan di tengah pandemi Covid-19. Semua negara di dunia tak ada yang siap menghadapi situasi yang diawali krisis di bidang kesehatan, tetapi dampaknya mengenai berbagai sektor ini. Kondisi ini berbeda dengan krisis 1998 dan 2008 yang memukul sektor keuangan.
Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) pada April 2020 memperkirakan kedatangan turis internasional pada 2020 akan anjlok 20-30 persen dibandingkan 2019. Proyeksi ini berubah drastis setelah memperhitungkan dampak Covid-19 yang masih meluas. Pada Januari 2020, UNWTO memperkirakan kedatangan turis internasional pada 2020 akan meningkat 4 persen dibandingkan dengan 2019 yang sebanyak 1,5 miliar orang.
Bicara angka, pada saat krisis ekonomi 2009, kedatangan wisatawan internasional turun 4 persen. Adapun saat wabah infeksi saluran pernapasan akut (SARS) pada 2003 membuat kedatangan turis internasional merosot 0,4 persen.
Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) pada akhir Maret 2020 memperkirakan, penanaman modal asing (PMA) global tahun ini akan anjlok 30-40 persen dibandingkan dengan 2019. Padahal, dalam laporannya pada akhir Januari 2020, UNCTAD masih optimistis PMA global akan tumbuh moderat tahun ini meskipun PMA global pada 2019 yang sebesar 1,39 triliun dollar AS turun dibandingkan 1,41 triliun dollar AS pada 2018.
Dana Moneter Internasional (IMF) di sela-sela Pertemuan Musim Semi yang berlangsung secara virtual, April 2020, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 sebesar minus 3 persen. IMF bahkan menggarisbawahi, proyeksi ini berubah drastis dalam waktu singkat karena ada indikator baru berupa dampak Covid-19 ke berbagai sektor perekonomian. Pada Januari 2020, IMF merilis proyeksi mereka, yakni perekonomian dunia akan tumbuh 3,3 persen pada tahun ini.
Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan IMF tumbuh 0,5 persen.
Di Tanah Air, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berupaya menghadapi kondisi perekonomian yang berubah-ubah sepanjang pandemi Covid-19. Target dan mitigasi beradaptasi sesuai risiko terbaru, tetapi tujuan tetap sama, menjaga kondisi sistem keuangan di Indonesia.
Salah satu adaptasi yang dilakukan Bank Indonesia adalah mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Proyeksi yang berubah membuat strategi dan kebijakan juga berubah sebab risiko dan sentimen yang dihadapi juga berubah.
Dalam siaran pers Rapat Dewan Gubernur, Februari 2020, BI memproyeksikan perekonomian Indonesia pada 2020 tumbuh 5,0-5,4 persen. Angka ini merevisi proyeksi yang disampaikan pada awal tahun 2020, yakni 5,1-5,5 persen.
Siaran pers Rapat Dewan Gubernur pada Maret 2020 kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020, yakni menjadi 4,2-4,6 persen. Alasannya, antara lain, dampak Covid-19 terhadap ekspor barang dan jasa Indonesia.
Namun, dalam Rapat Dewan Gubernur pada April 2020, BI memberi catatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan melambat pada triwulan II dan triwulan III. Perlambatan pertumbuhan ini sejalan dengan prospek kontraksi ekonomi global dan dampak ekonomi dari pencegahan penyebaran Covid-19. Dengan perkiraan kondisi ekonomi Indonesia akan membaik pada triwulan IV-2020, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan 2,3 persen.
Tak ada yang salah dengan perubahan target dan mitigasi sebagai bentuk adaptasi. Sebab, perubahan terjadi cepat dan tanpa kepastian. Justru, menjadi aneh saat berbagai indikator berubah, tetapi target dan mitigasi tetap sesuai rencana semula.
Kondisi terkini, pekerja yang dirumahkan dan dikenai pemutusan hubungan kerja kian banyak. Perusahaan juga menghadapi kondisi perekonomian yang serba tak pasti. Usaha mikro, kecil, dan menengah mesti mencari ide untuk bertahan karena masyarakat mengubah prioritas dalam memenuhi kebutuhan pokok.
Pekerja perlu masa depan yang pasti. Namun, yang lebih diperlukan saat ini adalah menjalani hari demi hari. Padahal, sebagian pekerja sudah tak punya uang di saku. Pilihannya, menambah keterampilan kerja, tetapi tanpa kepastian kerja dan tak bisa membeli makanan bergizi, atau menunda keterampilan tambahan, tapi bisa menjaga kondisi tubuh karena perut terisi.
Tak perlu gengsi untuk mengubah rencana semula menjadi langkah yang lebih relevan dengan kondisi terkini.