Korban Pemutusan Hubungan Kerja Luput dari Bantuan
Jumlah korban PHK yang tercakup dalam program Kartu Prakerja masih sangat kecil. Pemerintah dikhawatirkan makin kesulitan menghadapi gelombang pengangguran yang diperkirakan akan terus naik.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Kartu Prakerja, yang sudah berlangsung tiga gelombang sejak 11 April 2020, belum sampai ke pekerja korban pemutusan hubungan kerja dan yang dirumahkan tanpa digaji sesuai dengan pendataan Kementerian Ketenagakerjaan. Pemerintah dikhawatirkan makin kesulitan menghadapi gelombang pengangguran yang diperkirakan akan terus naik, terutama di triwulan II tahun 2020 ini.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sampai 1 Mei 2020, ada 1,72 juta pekerja formal dan informal yang sudah diverifikasi terdampak pandemi Covid-19. Mereka terbagi menjadi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan tanpa digaji (unpaid leave). Meski demikian, baru sedikit mereka yang mendaftar dan mendapat Kartu Prakerja.
Menurut Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji W Ruky, hingga Minggu (10/5/2020), dari 1,72 juta orang itu, baru 98.000 pekerja korban PHK dan dirumahkan yang terdata oleh Kementerian Ketenagakerjaan yang mendaftarkan diri untuk program Kartu Prakerja. Tak semua dari mereka itu lolos seleksi dan menjadi peserta.
Selama sebulan terakhir, total peserta yang mendaftarkan diri ke program Kartu Prakerja mencapai 9 juta orang. Kartu Prakerja sejauh ini sudah berjalan dua gelombang dengan total peserta 456.265 orang. Pendaftaran gelombang ketiga baru ditutup pekan lalu dan sekarang masih dalam tahap penyaringan serta seleksi.
Pemerintah saat ini menghentikan sementara pendaftaran gelombang keempat. Selain karena harus membereskan kendala teknis pembayaran insentif ke peserta gelombang pertama dan kedua, pendaftaran juga dihentikan guna memberikan kesempatan kepada pekerja korban PHK dan dirumahkan untuk mendaftarkan diri.
”Kami juga masih menunggu pendaftaran dari masyarakat yang sudah terdata itu, supaya kami bisa mengenali dan memprioritaskan mereka untuk masuk di gelombang keempat nanti,” kata Panji, di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Menurut Panji, peserta Kartu Prakerja sejauh ini lebih banyak berasal dari kelompok masyarakat umum yang tidak terdata dan pekerja yang terdata oleh kementerian/lembaga lain. Idealnya, kuota 80-90 persen diprioritaskan untuk pekerja yang terdampak Covid-19 dan sudah didata serta diverifikasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Sementara 10-20 persen sisanya untuk kelompok masyarakat umum.
”Kalau belum ada pendaftaran dari kelompok prioritas, prosesnya memang dinamis di setiap gelombang karena komite yang akan memutuskan berapa yang akan diberikan untuk masyarakat umum, berapa yang untuk usulan data dari kementerian/lembaga dan asosiasi,” katanya.
Pemerintah gagap
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, pemerintah gagap menghadapi persoalan pandemi dan turunan masalahnya, seperti potensi badai pengangguran. ”Program dan kebijakan yang diluncurkan pemerintah tidak memiliki konsep yang terfokus dan terencana,” ujar Enny.
Pemerintah sejauh ini baru mengandalkan program Kartu Prakerja, yang desain awalnya bukan untuk program bantuan sosial di tengah pandemi. Program dengan anggaran Rp 20 triliun itu problematik dari berbagai sisi dan belum efektif membantu para pekerja yang terdampak Covid-19 karena penyaluran insentif yang terlambat dan pendaftaran program yang dihentikan sementara.
Baru-baru ini, untuk menekan angka PHK, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 berencana mengizinkan warga usia produktif atau berusia kurang dari 45 tahun untuk kembali bekerja dan beraktivitas di luar rumah meski kasus penyebaran Covid-19 terus bertambah. Menurut Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, hal itu untuk menekan tingkat PHK pekerja di tengah pandemi.
Program Rp 20 triliun itu problematik dari berbagai sisi dan belum efektif membantu pekerja terdampak Covid-19.
Menurut Enny, kebijakan itu kontraproduktif. Selama rantai penularan Covid-19 belum terputus, semua kegiatan ekonomi akan sia-sia. ”Dalam ekonomi, tidak apa-apa risiko tinggi, asalkan ada kepastian. Kalau seperti ini, kita berusaha mengurangi risiko, tetapi justru lebih bahaya karena tidak ada kepastian kapan pandemi ini bisa betul-betul berakhir,” katanya.
Dalam mengatasi bencana pandemi yang merupakan darurat kesehatan, fokus utama pemerintah seharusnya memberikan perlindungan sosial bagi warga yang paling rentan terdampak, lalu fokus mengurangi frekuensi penularan virus.
”Ini bukan krisis ekonomi, melainkan dampak krisis ekonomi yang bersumber dari pandemi. Seharusnya tidak ada pilihan, penyelesaiannya adalah membatasi aktivitas dan menjamin perlindungan untuk warga rentan terdampak. Setelah itu, baru kita bicara pemulihan roda ekonomi,” katanya.
Pengangguran naik
Badai pengangguran diprediksi terjadi pada triwulan II-2020. Saat membuka Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional 2020 secara virtual, Selasa (12/5/2020), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa memperkirakan, pengangguran akan bertambah 4,22 juta orang tahun ini.
Sejak Maret sampai Mei 2020, Kemenaker mencatat sudah ada 3 juta pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dan dirumahkan tanpa gaji. Data 1,72 juta pekerja sudah terverifikasi, sementara 1,2 juta orang sisanya masih melalui proses pembersihan dan verifikasi data.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia mencatat, angka pengangguran bertambah 6 juta orang selama pandemi ini. Pemerintah sendiri mengestimasi pengangguran meningkat 2,92 juta orang sampai 5,23 juta orang jika pertumbuhan ekonomi tumbuh di kisaran berat (2,3 persen) sampai sangat berat (minus 0,4 persen). Kondisi triwulan I-2020 sejauh ini ada di kisaran berat.
Suharso mengatakan, dengan lonjakan angka pengangguran ini, dikhawatirkan angka kemiskinan akan sulit ditekan pada 2021. ”Saya khawatir pada 2021, tingkat kemiskinan itu tidak bisa tertekan. Kami berharap angkanya bisa kami koreksi ke 9 persen. Kalau sampai menjadi dua digit, itu benar-benar pekerjaan yang berat,” katanya.