Di tengah masifnya pandemi Covid-19, pasar sebagai medan perjumpaan banyak orang itu terlambat ditangani. Pasar kini telah menjadi kluster penularan penyakit yang disebabkan virus korona baru.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
Pasar tradisional atau pasar rakyat adalah rumah ekonomi masyarakat. Di pasar itulah banyak orang berbeda latar belakang bertemu. Ada yang berdagang, ada yang membeli, ada yang memasok, ada yang mengelola, dan ada yang mengangkut barang-barang.
Ratusan, bahkan ribuan orang, bisa tumplek blek di pasar. Mereka bisa berasal dari daerah mana pun. Dalam tulisan ”Pasar Tradisional: Rumah Budaya dan Rumah Ekonomi”, karya Aris Saputra dan Wiharto, Ketua dan Sekretaris Pasamuhan Pedagang Pasar Tradisional Surakarta, di buku Rumah Ekonomi Rumah Budaya: Membaca Kebijakan Perdagangan Indonesia (2012), pasar bukan sekadar tempat berdagang. Pasar adalah rumah. Di dalamnya ada persaudaraan antarpedagang, kedekatan antara pedagang dan pembeli, serta tempat membaurnya orang dari berbagai latar belakang.
Namun, di tengah masifnya pandemi Covid-19, pasar sebagai medan perjumpaan banyak orang itu terlambat ditangani. Pasar kini telah menjadi kluster penularan penyakit yang disebabkan virus korona baru, yaitu Covid-19.
Di tengah masifnya pandemi Covid-19, pasar sebagai medan perjumpaan banyak orang itu, terlambat ditangani. Pasar kini telah menjadi kluster penularan penyakit yang disebabkan virus korona baru.
Padahal dari pasar pula pergerakan pedagang-pedagang lain yang berjualan sayur-mayur di kompleks-kompleks permukiman dan yang membuka usaha warung-warung makan bermula. Di pasar, mereka berbelanja bahan dagangan untuk langsung dijual atau diolah bagi kebutuhan masyarakat lain.
Para pemasok bahan dagangan ke pedagang pasar juga akan kembali ke daerah masing-masing. Artinya, pasar bisa menjadi titik mula persebaran virus korona ke beberapa ruang mata rantai pasar hingga konsumen akhir.
Beberapa pasar di daerah Sumatera Barat, Jawa Timur, Bali, dan Jawa Tengah menjadi titik penularan Covid-19. Pasar Raya di Padang, Sumatera Barat, sempat ditutup lima hari oleh pemerintah setempat pada pertengahan April.
Sementara awal Mei ini, sejumlah pasar di Surabaya, Jawa Timur, juga ditutup pemerintah karena seorang pedagang meninggal setelah positif tertular Covid-19. Di Buleleng, Bali, Desa Bondalem yang berpenduduk sekitar 11.000 orang dikarantina pada 3-17 Mei akibat pasar tradisionalnya menjadi kluster kasus Covid-19.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat, per 11 Mei 2020, sudah ada 165 orang positif Covid-19 dan 11 orang yang meninggal akibat Covid-19. Kasus itu tersebar di 22 pasar yang terletak di Sumatera Barat, Jawa Timur, Bali, dan Jawa Tengah. Memang ini baru sebagian kecil dari total pasar tradisional di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat, pasar tradisional di Indonesia pada 2019 berjumlah 15.657 pasar dengan jumlah pedagang 2,82 juta orang.
Sejak pemerintah mengonfirmasi kasus positif Covid-19 untuk pertama kali pada 2 Maret 2020, pasar yang menjadi sumber bahan pangan dan pangan tak langsung dilindungi. Kementerian Perdagangan sebagai pembina, pengampu, dan penanggung jawab pasar-pasar tradisional hanya mengimbau agar pasar tetap dibuka dengan mewajibkan protokol kesehatan.
Pertimbangan pasar tetap harus dibuka karena ada laporan sementara dari 285 kabupaten/kota yang menyebutkan terjadi penurunan jumlah pedagang di pasar rakyat rata-rata 29 persen.
Imbauan itu tercantum dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perdagangan Nomor 317/ M-DAG/SD/04/2020 tentang Menjaga Ketersediaan dan Kelancaran Pasokan Barang bagi Masyarakat yang diteken pada 3 April 2020. SE itu mengatur agar pedagang pasar dan peritel tetap beroperasi selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memenuhi kebutuhan pangan dan barang pokok masyarakat sehari-hari.
SE itu juga mengimbau pedagang untuk tetap melayani konsumen secara langsung dengan tetap menjaga jarak fisik sebagai protokol kesehatan mengantisipasi penyebaran Covid-19. Imbauan itu tidak disertai dengan petunjuk teknis atau prosedur standar operasi (SOP) protokol kesehatan di pasar tradisional.
Kemudian pada pekan pertama Mei, muncul SE Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 554/PDN.3/SD/3/2020 yang berisi permintaan kepada bupati dan wali kota untuk mengelola pasar rakyat dengan protokol pencegahan Covid-19.
Disebutkan, beberapa protokol standar harus diikuti, seperti menjaga kebersihan lingkungan pasar, menjaga kesehatan pedagang dan pembeli, mencuci tangan secara teratur, dan selalu menggunakan masker. Kementerian Perdagangan menyerahkan tanggung jawab pengawasan pasar tradisional kepada di masa Covid-19 ini kepada pemerintah daerah (Kompas, 11 Mei 2020).
Baru pada 13 Mei 2020, saat konferensi pers bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Perdagangan memberikan detail protokol kesehatan pasar tradisional. Protokol tersebut terbagi dalam empat bagian, yaitu SOP ruang dagang/lokasi berjualan, pengelola pasar, pedagang, dan pembeli.
Rasionalisasi umum ”lebih baik terlambat daripada tidak” mungkin menjadi modal pemakluman. Namun, sebenarnya alangkah lebih baik jika sejak awal mencegah penyebaran pandemi di pusat-pusat keramaian, termasuk pasar tradisional. Sektor transportasi darat, laut, udara, telah memiliki protokol kesehatan sebelum PSBB DKI Jakarta dimulai.
Rasionalisasi umum ”lebih baik terlambat daripada tidak” mungkin menjadi modal pemakluman. Namun, sebenarnya alangkah lebih baik jika sejak awal mencegah penyebaran pandemi di pusat-pusat keramaian, termasuk pasar tradisional.
Di samping itu, penyaluran bantuan sosial (bansos) dan operasi pasar, baik yang melibatkan pejabat maupun tidak, juga perlu mematuhi protokol kesehatan. Selain itu, kalaupun melibatkan pejabat ataupun wakil rakyat di parlemen, tidak perlu membawa rombongan. Kedisiplinan ini diperlukan untuk mengurangi potensi penularan.
Yang beberapa kali terjadi, baik saat operasi pasar maupun penyaluran bansos, rombongan pejabat cukup banyak. Itu belum nanti kalau ada kerumunan masyarakat penerima bantuan. Di tengah kondisi saat ini, sebaiknya pencitraan ditanggalkan, termasuk juga menepiskan ”misi-misi khusus” menuju Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Masyarakat memang butuh bantuan, baik secara langsung melalui bansos maupun secara tidak langsung melalui operasi pasar, untuk mengendalikan harga pangan. Namun di sisi lain, masyarakat juga membutuhkan keteladanan dan ketegasan pemerintah di tengah meredam pandemi Covid-19.
Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ketika berada di depan harus bisa memberi teladan; saat berada di tengah diharapkan dapat membangun kemauan dan inisiatif; begitu di belakang perlu memberikan dukungan, dorongan, dan arahan.