Percepat BLT, Mekanisme Penyaluran Dana Desa Disederhanakan
Percepatan penyaluran transfer daerah dan dana desa harus dilakukan agar daerah memiliki tambahan anggaran untuk penanganan Covid-19, terutama penyaluran bantuan sosial.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mekanisme penyaluran dana desa disederhanakan untuk mempercepat bantuan langsung tunai desa. Persyaratan penyaluran dana desa tahap I dan tahap II akan direlaksasi serta pelaporan pelaksanaan bantuan langsung tunai desa dihilangkan.
Penyederhanaan mekanisme penyaluran dana desa diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun Tahun 2020 tentang Perubahan Pengelolaan Dana Desa. Adapun alokasi dana desa pada APBN Perubahan 2020 sebesar Rp 71,2 triliun untuk 74.953 desa di seluruh Indonesia.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bakti mengatakan, penyaluran dana desa tahap I disederhanakan dari tiga menjadi dua syarat, yaitu peraturan gubernur/wali kota atau keputusan bupati/wali kota tentang penetapan rincian dana desa dan surat kuasa pemindahbukuan.
”Peraturan desa mengenai APBDes sebagai persyaratan penyaluran dana desa tahap I dialihkan menjadi persyaratan penyaluran tahap III. Sementara penyaluran dana desa tahap II menjadi tanpa persyaratan,” kata Astera yang dihubungi di Jakarta, Jumat (22/5/2020).
Sebelumnya, penyaluran tahap II harus melaporkan realisasi penyerapan dan pencapaian dana desa. Syarat laporan realisasi penyerapan dan pencapaian dana desa itu dialihkan menjadi persyaratan tahap III. Relaksasi persyaratan tahap I dan II ini diharapkan dapat mempercepat penyaluran dana desa.
Astera mengatakan, percepatan penyaluran dana desa dilakukan agar bantuan langsung tunai (BLT) desa dapat segera diberikan ke penduduk miskin dan terdampak Covid-19. Syarat penyaluran dana desa lainnya, seperti laporan pelaksanaan BLT desa, juga dihilangkan atau menjadi tanpa syarat.
Dalam PMK No 50/2020, batas maksimal pagu dana desa untuk BLT desa dihapuskan. Tujuannya agar pemerintah desa bisa lebih leluasa menganggarkan BLT Desa dalam APBDes dan memperluas cakupan keluarga penerima manfaat. Pemerintah desa yang terbukti menyelewengkan anggaran BLT akan dikenai sanksi.
”Dana desa ini uangnya sudah tersedia dan desa harus mengelola untuk orang-orang yang berhak,” kata Astera.
Pemerintah desa yang terbukti menyelewengkan anggaran BLT akan dikenai sanksi. Dana desa ini uangnya sudah tersedia dan desa harus mengelola untuk orang-orang yang berhak.
Merespons pandemi Covid-19 yang berkelanjutan, besaran dan jangka waktu pemberian BLT desa ditambah. Besaran BLT desa ditingkatkan dari Rp 1,8 juta menjadi Rp 2,7 juta per kepala penerima manfaat per bulan.
Jangka waktu pemberian BLT desa juga diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan dengan besaran tiga bulan pertama Rp 600.000 per kepala penerimaan manfaat per bulan, kemudian bulan keempat sampai keenam Rp 300.000 per kepala penerimaan manfaat per bulan.
Astera mengatakan, percepatan penyaluran BLT desa akan mendorong realisasi dana desa lebih dari 50 persen selama Januari-Juni 2020. Penyaluran dana desa pada akhir Juni ditargetkan Rp 42,64 triliun atau 59,9 persen dari pagu APBN Perubahan 2020. Adapun realisasi hingga 30 April 2020 sebesar Rp 20,99 triliun atau 29,48 persen pagu.
Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), penyaluran BLT desa hingga Jumat sebesar Rp 2,28 triliun. Desa yang sudah menetapkan data calon keluarga penerima manfaat (KPM) 56.504 desa. Dari jumlah itu, 37.012 desa di antaranya telah menyalurkan BLT.
Mengutip data Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara per April 2020 sebesar Rp 624 triliun atau 23,9 persen dari pagu APBN, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 382,5 triliun, transfer ke daerah Rp 220,5 triliun, dan dana desa Rp 21 triliun. Realisasi itu tumbuh negatif 1,4 persen dibandingkan dengan April 2019.
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati berpendapat, penurunan transfer ke daerah dan dana desa akan memengaruhi pendapatan asli daerah. Beberapa jenis transfer dari pemerintah pusat menjadi sumber pendapatan andalan daerah, seperti dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi umum (DAU).
Percepatan penyaluran transfer daerah dan dana desa harus dilakukan agar daerah memiliki tambahan anggaran untuk penanganan Covid-19, terutama penyaluran bantuan sosial. Penerapan pembatasan sosial berskala besar menyebabkan aktivitas sektor jasa, pariwisata, dan manufaktur berkurang signifikan.
”Penurunan aktivitas ekonomi ini berdampak langsung terhadap penurunan pendapatan asli daerah,” kata Enny.
Percepatan penyaluran transfer daerah dan dana desa harus dilakukan agar daerah memiliki tambahan anggaran untuk penanganan Covid-19, terutama penyaluran bantuan sosial.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menambahkan, kapasitas fiskal pemerintah daerah sangat terbatas untuk penanganan Covid-19. Sebagian besar sumber pendanaan di sejumlah daerah bergantung pada transfer pemerintah pusat.
”Pemerintah daerah sudah paham dan mengerti kebijakan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Namun, masalahnya, dana di daerah tidak ada,” kata Robert.
Pemerintah daerah umumnya masih menggunakan saldo anggaran lebih (SAL) tahun sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan Januari-Maret. Hal itu karena transfer dari pusat ataupun pendapatan asli daerah baru optimal memasuki triwulan II. Karena itu, kebijakan realokasi anggaran seharusnya dibarengi percepatan transfer anggaran.