Curhat Kemenhub tentang Penyekatan Arus Balik dan SIKM
Pada masa pandemi Covid-19, langkah yang dilakukan Kemenhub adalah menyekat transportasi. Kita semua tak pernah mempunyai pengalaman sama sekali menghadapi kondisi seperti ini karena biasanya memperlancar arus.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO/INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengendalian transportasi selama masa Lebaran 2020 yang terjadi di tengah pandemi Covid-19 merupakan pengalaman baru bagi Kementerian Perhubungan. Pada Lebaran tahun lalu atau sebelum pandemi Covid-19, Kementerian Perhubungan berupaya melancarkan transportasi atau mobilitas arus mudik dan balik.
Namun, pada masa pandemi Covid-19 tahun ini, langkah yang dilakukan Kemenhub adalah menyekat transportasi. ”Kita semua tidak pernah mempunyai pengalaman sama sekali menghadapi kondisi seperti ini,” kata Direktur Lalu Lintas Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Sigit Irfansyah di Jakarta, Rabu (27/5/2020).
Kita semua tidak pernah mempunyai pengalaman sama sekali menghadapi kondisi seperti ini.
Sigit menyatakan hal tersebut dalam tekekonferensi pers yang digelar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Telekonferensi itu bertemakan ”Arus Balik Mudik Lebaran di Masa Pandemi Covid-19”.
Terkait pengawasan pemenuhan surat izin keluar masuk (SIKM) wilayah Provinsi DKI Jakarta, Sigit mengatakan, rapat koordinasi pemangku kepentingan terkait menyepakati untuk menyekat 11 titik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Semula penyekatan akan dilakukan di 16 titik, tetapi akhirnya dipadatkan hanya 11 titik karena mengarah ke satu ruas jalan.
Dia mencontohkan, penyekatan di Kabupaten Tangerang dilakukan di Jalan Syekh Nawawi, Gardu Tol Cikupa, Jalan Raya Serang, dan Jalan Raya Maja. Penyekatan di Bogor dilakukan di Jalan Jasinga, Jalan Ciawi-Sukabumi, Jalan Ciawi-Cianjur, dan Jalan Raya Tanjung Sari.
”Terakhir yang di Kabupaten Bekasi, penyekatan dilakukan di jalan pantai utara, di arteri jalan daerah Kedung Waringin, Kali Malang, Km 47,” kata Sigit.
Sigit juga mengemukakan, Kemenhub juga mengurangi beban penyekatan melalui pemilahan kendaraan di titik-titik pemeriksaan sebelum masuk Jabotabek. Contohnya di Cileunyi, yaitu dengan menanyakan SIKM dan dokumen persyaratan lain kepada pengemudi kendaraan berpelat nomor B (wilayah Jabodetabek).
”Jika tidak memenuhi persyaratan dokumen itu, petugas akan meminta pengendara balik,” ujarnya.
Sigit juga menuturkan, dalam rapat koordinasi, juga ada diskusi mengenai para pengendara yang berdokumen lengkap, tetapi kesulitan mengakses SIKM secara daring. Ada usulan yang mengemuka untuk memecah persoalan itu, yaitu dengan mendelegasikan ke situs lain agar server situs utama SIKM tidak terjadi kegagalan sistem (down) saat banyak yang mengajukan pembuatan SIKM.
Pada Lebaran hari kedua, Senin kemarin, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengonformasikan kepada kami kalau ada 200.000 orang yang mengakses dan melihat-lihat bagaimana prosedur SIKM. SIKM ini unik karena hanya berlaku bagi satu orang sehingga kalau di mobil ada lima orang, mereka harus mengantongi SIKM semua.
”Kami lihat dulu perkembangan dan persoalan-persoalan yang muncul di lapangan. Nanti akan kami evaluasi,” kata Sigit.
Transportasi umum terabaikan
Sopir angkutan umum masih mengeluhkan sepinya penumpang. Di sisi lain, penindakan atas pelanggaran protokol kesehatan di angkutan umum menjelang berakhirnya pembatasan sosial berskala besar belum merata.
Pada Rabu (27/5/2020) siang, Kompas naik mikrolet M11 dari Rawa Belong, Jakarta Barat, menuju Tanah Abang, Jakarta Pusat. Mobil berkapasitas 14 orang itu hanya diisi lima orang, termasuk sopir.
Seorang penumpang duduk di samping sopir tanpa mengenakan masker. Selain membatasi penumpang setengah dari kapasitas, aturan PSBB juga melarang penumpang duduk di depan sopir. Semua penumpang pun harus mengenakan masker.
Dalam pantauan selama perjalanan dari Rawa Belong ke Tanah Abang, jumlah penumpang di mikrolet lain tak lebih dari lima orang. Sejumlah mikrolet malah kosong, tak berpenumpang sama sekali.
Sopir tembak M08, Amir (37), mengaku, aparat tidak pernah memeriksa mobilnya. Beberapa kali penumpangnya duduk di depan. ”Tetapi lewat-lewat saja,” katanya.