Permintaan Ikan Kaleng Melonjak, Salah Satunya untuk Bansos
Kondisi pandemi Covid-19 membuka peluang baru bagi industri makanan ikan olahan. Peluang ini ditangkap pelaku usaha dengan melakukan terobosan bisnis.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan ikan kaleng sarden selama pandemi Covid-19 melonjak, baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Lonjakan permintaan di dalam negeri ditopang penyaluran bantuan sosial.
Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) Ady Surya mengemukakan, permintaan ikan kaleng di tengah pandemi Covid-19 melonjak. Pada akhir April 2020, permintaan ikan kaleng sudah naik 200 persen dan tren kenaikan permintaan terus meningkat.
Saat ini, pasokan ke pasar lokal mencapai 80 persen dari total produksi dan selebihnya untuk ekspor ke beberapa negara di Asia Tenggara. Sebagian produk ikan kaleng dalam negeri dipesan oleh pemerintah, BUMN, dan masyarakat untuk kebutuhan bantuan sosial (bansos).
”Permintaan ikan kaleng saat ini sangat tinggi, terutama untuk kebutuhan bansos. Kami akan utamakan pasokan kebutuhan bansos untuk dalam negeri sampai akhir tahun,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (30/5/2020).
Permintaan ikan kaleng saat ini sangat tinggi, terutama untuk kebutuhan bansos. Kami akan utamakan pasokan kebutuhan bansos untuk dalam negeri sampai akhir tahun.
Jumlah industri pengalengan ikan untuk sarden yang tergabung dalam Apiki saat ini 17 perusahaan. Berdasarkan data per 21 April 2020, stok produk ikan kaleng mencapai 20 juta kaleng atau 400.000 karton.
Menurut Ady, stok tersebut sudah habis pada pertengahan Mei 2020. Total kenaikan permintaan agresif sekali, sampai Apiki belum mendata berapa stok terkini.
Lonjakan permintaan itu turut berdampak pada kenaikan harga bahan baku. Harga ikan lemuru saat ini Rp 7.000-Rp 8.000 per kilogram (kg) atau meningkat dari bulan lalu di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kg.
Bahan baku ikan kaleng berupa ikan lemuru (Sardinella balinensis) bersumber terutama dari Selat Bali, Muncar (Jawa Timur), dan Pangambengan (Bali). Selain itu, dari Laut Jawa serta perairan selatan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Ady juga mengemukakan, kebutuhan rata-rata bahan baku sarden dan makerel berkisar 325.000 ton per tahun. Dari kebutuhan bahan baku itu, sekitar 20 persen diimpor dari China, Yaman, dan Pakistan. Namun, karena keterbatasan logistik, Apiki saat ini mengandalkan bahan baku dalam negeri.
”Dengan adanya kenaikan harga bahan baku dan bahan penunjang, kami sedang melakukan penyesuaian harga jual produk secara proporsional,” ucap Ady.
Secara terpisah, Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Machmud Sutedja mengemukakan, kondisi pasar ikan kaleng dalam negeri dan luar negeri sangat baik. Peningkatan didorong kebutuhan masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang kaya protein, seperti ikan, dalam rangka meningkatkan daya tahan tubuh di tengah pandemi Covid-19.
Kelebihan produk ikan kaleng antara lain mudah didistribusikan dan daya tahan lebih lama walau disimpan pada suhu ruangan. ”Namun, pemerintah tidak hanya mempromosikan ikan kaleng, melainkan semua produk ikan yang merupakan pilihan makanan sehat bagi masyarakat,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur PT Kurnia Mitra Makmur Purwakarta (KMMP) Sudiarso, dalam siaran pers akhir pekan lalu, menyebutkan, pandemi Covid-19 mendorong pelaku usaha untuk melakukan terobosan penetrasi pasar dan memanfaatkan sistem layanan pesan antar.
Permintaan filet ikan patin dan steak ikan patin dari hotel, restoran, serta katering menurun karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, PT KMMP mengalihkan produk daging irisan itu ke pasar ritel modern.
Pandemi Covid-19 mendorong pelaku usaha untuk melakukan terobosan penetrasi pasar dan memanfaatkan sistem layanan pesan antar.
Selain itu, kata Sudiarso, PT KMMP juga membuat anak usaha di bidang kuliner ikan yang menyediakan ikan siap saji dalam bentuk siomay ikan, pangasius steam, ikan olahan lain, serta produk siap masak berupa otak-otak ikan dan nugget.
”Terobosan penetrasi pasar dan pemanfaatan sistem layanan pesan antar dalam bentuk produk beku makanan olahan siap masak dan siap saji merupakan langkah yang kami ambil saat ini, sekaligus untuk pengembangan usaha ke depan,” ujar Sudiarso.