Pilkada 2020 terus dilanjutkan di tengah pandemi Covid-19. Ruang untuk menjerat petahana kepala/wakil kepala daerah yang memolitisasi bansos guna kepentingan pemenangan pemilihan pun bakal terbuka dijerat oleh Bawaslu.
Oleh
RINI KUSTIASI DAN PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Potensi politisasi bantuan sosial besar karena penyaluran bantuan bagi warga terdampak Covid-19 beriringan dengan Pilkada 2020. Bawaslu dituntut bekerja ekstra.
JAKARTA, KOMPAS — Dengan akan ditetapkannya tahapan lanjutan Pemilihan Kepala Daerah 2020, ruang untuk menjerat petahana kepala/wakil kepala daerah yang memolitisasi bantuan sosial guna kepentingan pemenangan dalam pemilihan bakal terbuka. Indikasi politisasi telah terlihat dalam pemberian bantuan bagi warga terdampak Covid-19 di sejumlah daerah dan diyakini kian masif setelah pemilihan diputuskan digelar di tengah pandemi Covid-19.
Indikasi politisasi bantuan sosial (bansos) oleh petahana sebelumnya dikabarkan terjadi di sejumlah daerah, Kompas (29/4/2020). Petahana yang berpeluang maju kembali di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 menempelkan foto mereka pada bansos yang diberikan kepada warga terdampak Covid-19. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kesulitan untuk menindaknya karena saat itu tahapan pemilihan ditunda akibat Covid-19.
Saat ini, dengan tahapan pilkada lanjutan yang disusun KPU telah disetujui pemerintah dan DPR, dan akan segera diundangkan, terbuka ruang bagi Bawaslu untuk menindaknya.
Jika nanti tahapan sudah jelas, dihitung ke belakang selama enam bulan sebelum penetapan calon. Setiap tindakan yang memenuhi aturan yang dilarang dalam Pasal 71 UU Pilkada bisa ditindak.
”Jika nanti tahapan sudah jelas, dihitung ke belakang selama enam bulan sebelum penetapan calon. Setiap tindakan yang memenuhi aturan yang dilarang dalam Pasal 71 UU Pilkada bisa ditindak,” ujar anggota Bawaslu, M Afifuddin, saat dihubungi, Jumat (29/5/2020).
Pasal 71 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan, kepala/wakil kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan calon hingga penetapan pasangan calon terpilih.
Dalam rancangan peraturan KPU yang mengatur tahapan pilkada, penetapan pasangan calon kepala/wakil kepala daerah pada 23 September 2020.
Pengawasan ekstra
Dihubungi secara terpisah, pengajar ilmu politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, mengatakan, politisasi bansos menjadi fenomena laten dalam setiap pemilu. Namun, dalam kondisi pandemi Covid-19, politisasi itu lebih rentan terjadi. Sebab, pilkada diselenggarakan bersamaan waktunya dengan pembagian bansos bagi warga terdampak Covid-19.
Penyalahgunaan bansos kian rentan karena diperkirakan sekitar 70 persen dari kontestan pilkada adalah petahana.
Oleh karena itu, Bawaslu perlu mengevaluasi kapasitas dan efektivitas pengawasannya serta bekerja lebih ekstra. ”Pengawasan ekstra itu, misalnya, menambah tenaga pengawas atau menguatkan kerja sama pengawasan dengan masyarakat sipil,” ujar Djayadi.
Jaga bansos
Kami berharap masyarakat bisa percaya untuk memberikan informasi melalui fitur Jaga Bansos karena bisa menjadi saluran bagi masyarakat untuk berperan aktif mengawal pengalokasian bansos dan mencegah potensi terjadinya korupsi.
Sementara itu, agar penyaluran bansos bagi warga terdampak Covid-19 dapat tepat sasaran, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan aplikasi Jaga Bansos. Melalui aplikasi itu, masyarakat dapat melaporkan dugaan penyalahgunaan bansos. Alternatif lainnya, publik dapat melaporkannya melalui situs jaga.id.
”Kami berharap masyarakat bisa percaya untuk memberikan informasi melalui fitur Jaga Bansos karena bisa menjadi saluran bagi masyarakat untuk berperan aktif mengawal pengalokasian bansos dan mencegah potensi terjadinya korupsi,” kata Ketua KPK Firli Bahuri.
Selain itu, KPK juga meminta pemerintah pusat dan daerah transparan dan akuntabel dalam menyalurkan bantuan, di antaranya dengan membuka data penerima bantuan, realisasi bantuan, dan anggaran yang tersedia. KPK mengimbau pemerintah untuk menyediakan layanan pengaduan masyarakat.