Taufan Teguh Akbari, Jembatan bagi Beragam Komunitas
Ingat Hari Komunitas Nasional? Ternyata salah seorang penggagasnya adalah Taufan Teguh Akbari. Ini cerita Taufan tentang bagaimana aneka komunitas didorong untuk saling bekerja sama.
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·4 menit baca
Taufan Teguh Akbari (35) membayangkan anak-anak muda Indonesia dari sejumlah daerah dan komunitas terhubung satu sama lain. Ia memulainya dengan mendeklarasikan Hari Komunitas Nasional yang berhasil mengumpulkan 600-an komunitas. Lalu, ia menggagas Rumah Millennials sebagai ekosistem tempat anak muda bekerja sama.
Pada 2013, Taufan menyadari munculnya banyak anak muda yang menjadi aktivis lewat aneka gerakan komunitas. Sebagian gerakan mereka ternyata punya dampak sosial yang bagus pada lingkungan di sekitar mereka. Ada yang bergerak di bidang literasi, konservasi alam dan budaya, kewirausahaan sosial, hingga solidaritas sosial. Sayangnya, antarkomunitas tidak terhubung satu sama lain.
Taufan membayangkan, andai komunitas-komunitas itu bergerak bersama, banyak persoalan di Indonesia yang bisa diselesaikan. Ia dan dua sahabatnya, Gerryl Besouw dan Doddy Matondang, pun mencoba menghimpun energi positif komunitas itu dengan menggagas Indonesia Community Network & Initiator. Inisiatif itu belakangan berbuah deklarasi Hari Komunitas Nasional pada 28 September 2013.
”Waktu itu modal sok tahu saja. Alhamdulillah, ternyata gagasan itu bisa berjalan dan dapat tempat gratis di Jakarta Convention Center,” ujar Taufan yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (29/5/2020).
Peringatan Hari Komunitas Nasional yang dirancang Taufan dan dua sahabatnya itu berjalan hingga 2015. Ia dan tim berhasil mengumpulkan sekitar 600 komunitas lintas bidang. Setelah tiga tahun, peringatan Hari Komunitas Nasional tidak lagi ditangani oleh Taufan akibat kesibukannya sebagai dosen. Lambat laun, gaung perayaan Hari Komunitas Nasional pun mereda.
Taufan menceritakan, deklarasi Hari Komunitas Nasional dibuat sebagai sebuah ikhtiar untuk mendorong agar komunitas dan anak-anak muda bisa bekerja sama. Awalnya, ia tidak berharap terlalu banyak.
”Mau ada yang mengakui syukur, enggak juga tidak apa-apa. Tapi saya kaget luar biasa. Ketika googling Hari Komunitas Nasional, ya ampun, ternyata Tokopedia, Bawaslu masih merayakannya. Saya merasa semangat lagi. Berarti inisiatif kami sudah berhasil,” tutur Taufan yang sehari-hari bekerja sebagai dosen.
Pada 2020, Taufan bersama Asep Kambali, pendiri Komunitas Historia Indonesia, berusaha menggandeng lagi beragam komunitas di Indonesia untuk merayakan Hari Komunitas Nasional. Keinginan itu muncul setelah Taufan dan kawan-kawan berhasil menggelar Takbiran Online untuk menyambut Idul Fitri 2020 di tengah situasi pandemi Covid-19. Ada 50-an komunitas lintas bidang yang bergabung secara daring lewat aplikasi Zoom.
Seperti Avengers
Taufan mulai bersentuhan dengan anak-anak muda di dalam dan di luar kampus sejak 2010. Dari situ, ia mulai terpanggil untuk terlibat dalam gerakan komunitas, kepemudaan, dan kepemimpinan.
Ketika menyusun disertasi, ia makin mendalami karakteristik anak muda dan komunitas. Taufan mewawancarai 35 anak muda inspiratif dengan beragam profesi, mulai dari pengusaha hingga politisi. Sayangnya, mereka tidak saling terhubung dan saling mendukung.
Anak-anak muda itu bergerak dengan basis komunitas. Mereka menginisiasi komunitas, tetapi komunitas itu tinggal nama begitu mereka disibukkan oleh urusan lain. Alhasil, gerakan komunitas yang sudah dibangun dan punya dampak sosial menguap dan hilang begitu saja.
Saya memilih pendekatan mangkuk, bukan payung. Karena saya sadar betul, anak muda yang egonya masih tinggi tidak akan mau dipayungi, tapi mereka mau diwadahi.
”Saya pikir, bagus jika mereka berkumpul dalam satu wadah. Saya memilih pendekatan mangkuk, bukan payung. Karena saya sadar betul, anak muda yang egonya masih tinggi tidak akan mau dipayungi, tapi mereka mau diwadahi,” lanjutnya. Pendekatan itu mensyaratkan pola komunikasi dan interaksi yang berlangsung secara organik.
Pada 2017, Taufan menginisiasi Komunitas Rumah Millennials sebagai ekosistem anak muda yang punya dampak agar saling terhubung di 34 provinsi. Ia menggandeng para senior di berbagai bidang yang sudah punya nama dan generasi milenial yang kiprahnya sudah diakui. Ia juga merancang berbagai kegiatan daring dan luring untuk menarik minat anak muda dan memperlihatkan karya mereka.
Taufan membayangkan Rumah Millennialls bisa seperti film Avengers yang mengumpulkan tokoh-tokoh pahlawan super untuk berjuang demi kebaikan. Mereka berkumpul bukan untuk saling memamerkan kekuatan, melainkan untuk saling mengisi kelemahan masing-masing dan memecahkan masalah sosial bersama-sama.
”Di Rumah Millennials, anak muda inspiratif bisa saling terlihat karyanya, berkolaborasi, dan menampilkan diri tanpa takut,” ucapnya.
Dia sadar benar, kolaborasi butuh kedewasaan, waktu, serta tidak mementingkan komunitas dan diri sendiri. Karena itu, ia merancang ekosistem ini sepositif mungkin. Ekosistem juga harus memberi penguatan dan apresiasi kepada orang-orang di dalamnya.
Membesarkan Rumah Millennials masih jadi perjuangan Taufan. Saat pandemi Covid-19 terjadi, wadah ini tetap bergerak secara daring lewat program Ngobrol Ramadhan Bareng Siblings Rumah Millennials, menemani anak muda yang harus tinggal di rumah saja. Ekosistem ini menggelar webinar tiap hari dengan menghadirkan sejumlah anak muda dan tokoh yang bisa mencerahkan.
Salah satu tema perbincangan yang membahas industri penggilingan padi ternyata bisa menyambungkan banyak anak muda yang sudah jadi pelaku dan yang baru berminat untuk bergerak di sektor pertanian.
”Ternyata perbincangan seperti ini ada dampaknya. Ini yang makin membuat saya termotivasi,” ujar Taufan yang setiap sesi webiner mengambil peran sebagai admin saja. Peran moderator ia serahkan kepada anak muda lainnya.
Bagi Taufan, Rumah Millennials jadi bentuk pengabdiannya kepada masyarakat. Ia ikhlas sebagian waktunya tersita untuk kegiatan komunitas karena ia punya impian Rumah Millennials nantinya menjadi semacam ensiklopedia anak-anak muda inspiratif Indonesia dari seluruh penjuru daerah.
”Ini akan jalan jika diusahakan, bukan sebatas wacana,” tegasnya.
Taufan Teguh Akbari
Lahir: Jakarta, 6 Juni 1985
Pendidikan:
S-1 dan S-2 di STIKOM The London School of Public Relations
S-3 Youth Leadership Universiti Sains Malaysia (2013-2019)
Pekerjaan/Organisasi:
Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan The London School of Public Relations (2018-sekarang)
Kepala Pusat ASEAN Creativepreneurship Studies (2017-sekarang)
Founder dan Chairman Rumah Millennials (2017-sekarang)
Penghargaan:
Linkedln Spotlight 2019
Rekor Muri untuk Hari Komunitas Nasional sebagai ketua (2015)