Tanpa Kepatuhan Warga, Tetap Ada Ledakan Kasus Covid-19
PSBB transisi yang berlaku mulai awal Juni 2020 menuai persepsi yang salah dari warga. Publik semula diharap memanfaatkan PSBB transisi sebagai persiapan menuju era normal baru. Banyak warga tak patuh protokol kesehatan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perpanjangan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi dinilai tidak akan berdampak positif jika tidak disertai kepatuhan masyarakat. Perilaku yang abai pada protokol kesehatan bisa memicu ledakan kasus Covid-19 di kemudian hari.
Pemerintah DKI Jakarta memutuskan memperpanjang PSBB transisi hingga 14 hari ke depan. Perpanjangan PSBB transisi berlaku pada 3-16 Juli 2020. Keputusan ini diambil mengingat angka penularan Covid-19 di Jakarta masih di angka 1. Artinya, satu orang yang positif Covid-19 berisiko menularkan penyakit ke satu orang lain.
Menurut studi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, pelonggaran PSBB bisa dilakukan karena Jakarta mencetak skor yang cukup baik. Skor total Jakarta adalah 71 dengan rincian skor epidemiologi 75, skor kesehatan masyarakat 54, dan skor fasilitas kesehatan 83.
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, pada Jumat (3/7/2020) mengatakan, PSBB transisi yang berlaku mulai awal Juni 2020 menuai persepsi yang salah dari masyarakat. Publik semula diharap memanfaatkan masa PSBB transisi sebagai persiapan menuju era normal baru. Kegiatan warga di sejumlah sektor boleh dibuka kembali dengan protokol kesehatan ketat.
Namun, masa PSBB transisi malah dimaknai sebagai tanda kebebasan. Kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan pun kini longgar. Orang-orang yang tidak mengenakan masker masih ditemui di ruang publik.
”Tanpa perubahan (perilaku masyarakat), perpanjangan PSBB tidak akan bermakna apa-apa. Pembukaan ruang-ruang publik akan memicu kerumunan. Jika protokol kesehatan tidak ditaati, ada risiko (paparan Covid-19) yang harus ditanggung,” kata Tri.
Ledakan kasus Covid-19 dikhawatirkan terjadi jika kondisi itu terus berlanjut. Beberapa negara bahkan mencatat penambahan kasus baru setelah pemerintah melonggarkan pembatasan aktivitas warga untuk menggerakkan roda ekonomi, misalnya Australia.
Kota Melbourne, Australia, menjadi kluster penularan baru pada Juni 2020. Pada 23 Juni 2020, Negara Bagian Victoria melaporkan lebih dari 110 kasus Covid-19 dalam sepekan. Kasus ini kebanyakan berasal dari Melbourne. Pemerintah pun memperingatkan publik untuk tidak bepergian ke Melbourne (Kompas.id, 23/6/2020).
Hal serupa juga terjadi pada Kota Seol, Korea Selatan. Lonjakan kasus terjadi setelah karantina warga mengendur dan kehidupan masyarakat kembali normal.
Tanpa perubahan perilaku masyarakat, perpanjangan PSBB tidak akan bermakna apa-apa. Pembukaan ruang-ruang publik akan memicu kerumunan. Jika protokol kesehatan tidak ditaati, ada risiko paparan Covid-19.
Ada lebih dari 2 lusin kasus baru ditemukan setelah seorang laki-laki 29 tahun mengunjungi lima kelab dan dua bar di kawasan Itaewon. Laki-laki itu diketahui positif Covid-19. Akibatnya, 2.100 kelab malam dan bar ditutup (Kompas.id, 10/5/2020).
Tanggung jawab
Tri mengatakan, masyarakat harus diberi tanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan keselamatan diri serta orang lain. Masyarakat yang masih abai perlu diberi edukasi terus-menerus oleh pemerintah.
”Pemerintah perlu menyampaikan dengan jelas bahwa pandemi masih akan berlangsung hingga vaksin ditemukan, setidaknya hingga 2021. Semua harus berjaga-jaga sampai vaksin ketemu. Protokol kesehatan tidak boleh longgar. Pemerintah juga perlu sampaikan pentingnya masyarakat bersabar dan disiplin untuk waktu yang lama,” kata Tri.
Sebelumnya, sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo berpendapat, pemahaman publik tentang protokol kesehatan perlu ditumbuhkan. Pemahaman itu akan berujung pada kepatuhan pada protokol demi melindungi diri dan orang lain.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan bahwa pandemi belum selesai. Pelonggaran aktivitas di sejumlah negara membuka ruang gerak bagi virus untuk bertransmisi. Menurutnya, pandemi masih jauh dari kata berakhir.
”(Situasi pandemi) terburuk belum terjadi. Saya minta maaf karena mengatakan ini, tapi dengan lingkungan dan kondisi yang ada sekarang, kami khawatir pada (kemungkinan) terburuk. Karena itulah kita harus bertindak bersama dan melawan virus ini,” ujar Tedros.