Pemberdayaan Terpadu Bisa Mendorong Pelaku Ultramikro Naik Kelas
Program terkait pengembangan sektor ultramikro dan UMKM yang saat ini tersebar di sejumlah kementerian dan lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah, masih terkesan tidak padu.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan yang dilakukan pemangku kepentingan terhadap pelaku usaha ultramikro diharapkan dapat lebih terpadu agar pengembangan sektor ini berjalan lebih efektif. Apabila kebijakan terhadap pengembangan UMKM lebih terpadu, dipastikan akan semakin banyak pengusaha ultramikro yang naik kelas.
Ketua Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Samsul Hadi menganggap selama ini para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, belum fokus menjalankan pendampingan terhadap pelaku usaha ultramikro. Sektor ini dinilai hanya dibiarkan tumbuh secara organik tanpa pengarahan agar pengembangan berlangsung secara tepat.
”Program terkait pengembangan sektor UMKM dan ultramikro tersebar di sejumlah kementerian dan lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun, selama ini program-program tersebut terkesan tidak padu,” ujar Samsul saat dihubungi, Jumat (30/10/2020).
Semangat tinggi pemerintah pusat dalam memajukan UMKM, lanjutnya, terkadang belum diikuti oleh sejumlah pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Padahal, mahalnya biaya logistik masih kerap menjadi kendala utama usaha mikro dan ultramikro di pelosok desa untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan besar.
Khusus untuk pelaku usaha ultramikro, Samsul mencontohkan, pendekatan pemangku kebijakan terhadap sektor ini perlu lebih spesifik dengan tidak mengedepankan formalitas usaha sehingga seharusnya jenis usaha di sektor lebih dinilai dari kelayakan usahanya ketimbang aspek legalitasnya.
”Jangan biarkan pemerintah pusat bergerak tanpa dukungan daerah. Hanya pendampingan yang efektif yang dapat memajukan ultramikro dan UMKM,” tuturnya.
Jangan biarkan pemerintah pusat bergerak tanpa dukungan daerah. Hanya pendampingan yang efektif yang dapat memajukan ultramikro dan UMKM.
Samsul pun mengapresiasi dukungan bagi usaha mikro dan ultramikro melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Undang-Undang Cipta Kerja. Ia berharap implementasi berbagai program tersebut bisa berjalan baik dan harus dikawal agar benar-benar berdampak positif terhadap para pelaku usaha kecil.
Senada dengan Samsul, anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Franky Sibarani, mengatakan, selama ini pendampingan yang dilakukan pemerintah dan pemangku kepentingan lain belum efektif memajukan sektor usaha mikro dan ultramikro.
”Pengembangan ultra mikro belum cukup karena jumlah usaha ultra mikro 64 juta. Perlu lebih banyak lagi program-program sejenis. Apalagi UU Cipta Kerja mengamanatkan untuk melibatkan banyak pihak guna pemberdayaan pengusaha kecil,” ujar Franky.
Penyaluran bantuan dan fasilitas keuangan terhadap pelaku usaha ultra mikro saat ini sudah dilakukan oleh sejumlah lembaga keuangan, di antaranya PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero). Kedua BUMN ini memiliki program pembiayaan khusus, yakni Pegadaian Kreasi dan Kreasi Ultra Mikro, serta PNM Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) dan PNM Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar).
Di tengah pandemi Covid-19, Pegadaian dan PNM dipercaya menjadi penyalur pembiayaan usaha ultramikro oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Pembiayaan yang dititipkan PIP melalui PNM hingga Agustus lalu Rp 1,2 triliun. Kemudian, dana stimulus yang ditempatkan melalui Pegadaian hingga periode yang sama sebesar Rp 400 miliar.
Selain PNM dan Pegadaian, lembaga keuangan lain yang kerap menyalurkan pembiayaan bagi pelaku UMKM adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Hingga semester I-2020, portofolio kredit BRI ke sektor UMKM sebesar 78,58 persen dari total pembiayaan atau setara Rp 725,27 triliun.
Metode inkubasi
Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto mengatakan, metode inkubasi dan pembentukan ekosistem yang mendukung UMKM harus dikedepankan demi mendorong pelaku usaha di Indonesia dapat naik kelas. Konsep pembinaan seperti ini sudah dimiliki oleh BRI dengan nama BRIncubator yang dijalankan dengan tujuan menyiapkan pelaku UMKM agar lebih berdaya saing dan mampu masuk ke pasar global.
”Kami ingin siapkan UMKM agar lebih layak dan berdaya sehingga memiliki posisi tawar yang lebih baik. Kegiatan ini membantu UMKM, melatih UMKM, supaya memiliki kapasitas lebih baik dan akses pasar kepada mereka,” ujar Catur.
Selain melalui BRIncubator, perseroan juga membantu pelaku usaha kecil agar bisa tumbuh dan bertahan selama pandemi dengan berbagai program pembiayaan dan relaksasi. Hingga kini BRI sudah merestrukturisasi pinjaman 2,95 juta debitor senilai Rp 195 triliun dan 90 persennya diberikan kepada pelaku UMKM.
BRI pun telah melipatgandakan penempatan dana Rp 15 triliun dari pemerintah menjadi Rp 45 triliun. Selain itu, BRI juga terlibat dalam penyaluran bantuan presiden (banpres) produktif untuk jutaan pelaku usaha kecil. ”Hingga awal Oktober, BRI sudah menyalurkan banpres (bantuan presiden) produktif bagi 2,3 juta pelaku usaha mikro dengan nilai Rp 5,53 triliun lebih,” ujarnya.