Pengembangan sejumlah calon vaksin Covid-19 mendekati tahap akhir. Jika nantinya diproduksi, keadilan akses terhadap vaksin itu mesti diwujudkan.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
GENEVA, SELASA — Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengingatkan pentingnya akses dan distribusi yang adil untuk vaksin Covid-19. Lembaga itu juga mengingatkan tantangan yang akan dialami Asia dan Afrika dalam pendistribusian vaksin.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan soal akses keadilan setelah diumumkan calon vaksin Covid-19 yang siap diedarkan. Pengumuman terbaru disampaikan Pfizer yang mengembangkan vaksin bersama BioNTech. ”Seperti diperkirakan, kita akan mempunyai vaksin akhir tahun,” ujarnya dalam pertemuan para menteri kesehatan anggota WHO, Senin (9/11/2020) malam waktu Geneva atau Selasa pagi WIB.
Kerisauan Tedros soal akses vaksin ini, antara lain, didasarkan fakta bahwa Pfizer mengikat kontrak bernilai miliaran dollar AS dengan AS dan sebagian negara Eropa. Dengan kontrak itu, AS dan sebagian Eropa akan mendapatkan vaksin terlebih dulu.
Seperti diperkirakan, kita akan mempunyai vaksin akhir tahun.
Dalam berbagai forum internasional, Indonesia juga terus menyuarakan isu tentang keadilan akses vaksin.
WHO juga mengkhawatirkan cara pendistribusian vaksin tersebut. Sebab, vaksin buatan Pfizer dan BioNTech ini harus disimpan pada suhu minus 70 derajat celsius agar tak rusak. Hal itu menyulitkan negara-negara Asia dan Afrika yang beriklim hangat. WHO mengajak komunitas internasional menyediakan sokongan bagi Afrika untuk mengatasi masalah distribusi ini.
Uji klinis
Selain Pfizer dan BioNTech, ada sejumlah perusahaan farmasi lain yang pengembangan vaksinnya juga mendekati tahap akhir, termasuk Sinovac, yang menguji klinis vaksin di sejumlah negara. Namun, uji klinis di Brasil dihentikan sementara oleh Badan Pengawas Kesehatan Brasil, Anvisa, mulai Senin lalu.
Mitra Sinovac di Brasil, Butantan Biomedical Institute, mengatakan, uji coba dihentikan karena kejadian tidak terkait vaksin. Direktur Butantan Dimas Covas mengatakan, insiden terkait satu sukarelawan uji coba sudah diperiksa dan dipastikan tak terkait vaksin.
Sinovac juga sudah berkomunikasi dengan Butantan dan Avinsa. ”Pekerjaan uji klinis di Brasil akan diteruskan secara ketat sesuai syarat tata kelola kesehatan yang baik,” demikian disebut Sinovac.
Sinovac dan Butantan pernah mengumumkan akan ada uji klinis melibatkan 130.000 orang di Brasil. Sementara di China, puluhan ribu orang telah disuntik calon vaksin yang dikembangkan sejumlah perusahaan farmasi. Namun, sejumlah pihak mengkhawatirkan efek samping vaksin yang uji klinisnya tergesa-gesa.
Di Indonesia, uji klinis calon vaksin Covid-19 produksi Sinovac di Bandung, Jawa Barat, masih berjalan. Belum ada laporan gejala serius dialami sukarelawan pascavaksinasi. Sejumlah 1.620 sukarelawan uji klinis di Bandung mendapatkan suntikan vaksin atau plasebo dosis pertama. Sementara 1.603 sukarelawan disuntik dosis kedua. Adapun 1.335 sukarelawan lain memasuki masa pemantauan imunitas, efikasi, dan keamanan.
”Belum ada laporan kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) serius terkait vaksinasi,” kata juru bicara Tim Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran, Rodman Tarigan, di Bandung, Rabu (11/11/2020). Kondisi kesehatan sukarelawan terus dipantau tim peneliti.
Uji klinis calon vaksin buatan Sinovac di Bandung mulai dilaksanakan Agustus 2020 dan dijadwalkan selesai dalam enam bulan. Jika sukses, vaksin Covid-19 akan diproduksi PT Bio Farma pada kuartal I-2021 dengan kapasitas produksi 250 juta dosis vaksin per tahun.
Tim ahli farmakovigilan Bio Farma, Novilia, mengatakan, KIPI bisa terjadi, baik untuk vaksin yang dipasarkan maupun dalam uji klinis. Jika terjadi dalam uji klinis, itu akan dilaporkan kepada Komite Etik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Data Safety Monitoring Board.
Menurut Novilia, perlu investigasi lebih lanjut terkait KIPI di Brasil untuk memastikan kejadian itu terkait vaksin atau tidak. Penangguhan uji klinis obat atau vaksin menjadi prosedur standar investigasi atas KIPI serius dalam penelitian.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan, pengadaan vaksin Covid-19 terus diupayakan. ”Kita harus tunggu keputusan bersama pengadaan vaksin Covid-19. Terkait kapan dan di mana serta calon vaksin mana yang akan kita pakai itu dalam proses. Kita menunggu hasil uji coba di Bandung (calon vaksin Sinovac-Bio Farma),” katanya.
Mutasi virus
Virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, terus bermutasi sehingga dikhawatirkan memengaruhi efektivitas vaksin. Ada 50 persen spesimen virus ini di Indonesia yang telah dianalisis genomnya mengalami mutasi pada protein membran. Di Eropa, dua mutasi baru dinilai memicu gelombang kedua wabah dan penularan timbal balik dari manusia ke cerpelai.
”Mutasi C26735T ini terletak di protein membran (M) urutan asam amino ke-71, yaitu Y71, dan terjadi cukup dominan. Kemunculannya terjadi pada 50 persen dari 108 data sekuen genom Indonesia yang sudah dipublikasi di GISAID,” kata Riza Arief Putranto, peneliti genomik molekuler, pendiri Aligning Bioinformatics.
Mutasi ini mulai diidentifikasi dari sampel yang dianalisis sejak Juli dan Agustus 2020. Selain di Indonesia, mutasi C26735T juga banyak ditemukan di Malaysia, tetapi jarang ditemukan di negara lain, termasuk di Amerika Serikat dan Brasil. ”Mutasi ini belum mengubah asam amino terkait struktur virusnya,” katanya.
Sebagai virus ribonucleic acid (RNA), SARS-CoV-2 akan terus bermutasi. Sebelumnya, terjadi mutasi S D614G yang membuat virus ini lebih menular. Mutasi ini juga telah ditemukan di Indonesia. :Saat ini mutasi yang lebih diwaspadai adalah mutasi S Y453F dan S A222V di Eropa,: kata Riza. (AP/AFP/REUTERS/RAZ/TAM/AIK/TAN)