logo Kompas.id
Bebas AksesProses Sertifikasi Guru...
Iklan

Proses Sertifikasi Guru Dinilai Rumit

Permasalahan sertifikasi guru belum teratasi. Pemerintah diharapkan mempermudah proses pendidikan profesi guru demi menuntaskan pemberian sertifikasi.

Oleh
Ayu Octavi Anjani
· 4 menit baca
Halalbihalal yang diselenggarakan PB PGRI di Gedung Guru Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2023).
AYU OCTAVI ANJANI

Halalbihalal yang diselenggarakan PB PGRI di Gedung Guru Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Proses sertifikasi guru di Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah, salah satunya prosesnya yang berbelit-belit dan keterbatasan kuota sehingga menimbulkan konflik di kalangan guru. Untuk itu, pemerintah diharapkan memprioritaskan penanganan persoalan pendidikan profesi guru dan memudahkan prosesnya.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi menyampaikan masalah utama yang terus menjadi fokus hingga saat ini adalah sertifikasi guru Indonesia. Proses pendidikan profesi guru (PPG), terlebih bagi guru honorer, yang rumit menimbulkan rasa iri dari para guru, sementara mereka wajib lulus pretest PPG.

Saat ini guru non-aparatur sipil negara (ASN) sekolah negeri di Indonesia berjumlah sekitar 700.000 orang. Syarat bagi mereka agar dapat mengikuti pretest PPG adalah terdaftar di data pokok pendidikan (dapodik), memiliki nomor unik pendidik tenaga kependidikan (NUPTK), mendapat surat keputusan pengangkatan dari kepala daerah/dinas, dan status dapodiknya wajib honorer tingkat satu atau dua.

Namun, status kepegawaian di dapodik untuk yang masih honorer sekolah meski sudah mempunyai NUPTK ditolak sistem dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Baca juga: Sertifikasi Guru yang Membelenggu”, tapi Dinantikan

”Proses mendapatkan sertifikasi para guru sangat berbelit-belit. Ini menjadi masalah karena para guru menjadi iri dengan proses sertifikasi dosen yang lebih mudah. Apalagi persentase guru yang menerima sertifikasi masih di bawah 50 persen saat ini,” kata Unifah seusai Halalbihalal PB PGRI di Gedung Guru Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2023).

Selain itu, proses sertifikasi guru terkendala lantaran adanya keterbatasan kuota dari pemerintah dan PPG di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Padahal, persoalan daya tampung telah diatur dalam Pasal 109 di RUU Sistem Pendidikan Nasional draf Agustus 2022.

Ketua PGRI Unifah Rosyidi.
FAJAR RAMADHAN

Ketua PGRI Unifah Rosyidi.

Pasal itu menyebut, pada Ayat (1), setiap orang yang akan menjadi guru wajib lulus dari pendidikan profesi guru. Kemudian, di Ayat (2) disebutkan, pemerintah pusat memenuhi ketersediaan daya tampung pendidikan profesi guru untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.

Proses mendapatkan sertifikasi para guru sangat berbelit-belit. Ini menjadi masalah karena para guru menjadi iri dengan proses sertifikasi dosen yang lebih mudah. Apalagi persentase guru yang menerima sertifikasi masih di bawah 50 persen saat ini.

Iklan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat, jumlah guru yang tersertifikasi di Indonesia belum mencapai 50 persen. Sekitar 1,6 juta dari total 3,1 juta guru belum disertifikasi, padahal sertifikasi menjadi ukuran dalam menentukan kelayakan profesi.

Baca juga: Tunjangan Sertifikasi Guru

Persentase guru yang tersertifikasi terbanyak ada di jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 48,44 persen, berikutnya di jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) sebesar 45,77 persen. Sementara persentase terkecil di jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK) yang hanya 28,49 persen. ”Sertifikasi merupakan suatu tahapan untuk masuk ke tahap pembinaan, pengembangan, dan peningkatan profesionalisme para guru. Jadi, itu paling penting,” ucap Unifah.

Pihaknya telah menyampaikan sejumlah aspirasi, terutama persoalan sertifikasi guru, kepada Presiden Joko Widodo. Melalui Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Unifah meminta persoalan pendidikan dari para guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan pengawas dapat disampaikan kepada presiden.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono saat memberikan sambutan di acara halalbihalal yang diselenggarakan PB PGRI di Gedung Guru Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2023).
AYU OCTAVI ANJANI

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono saat memberikan sambutan di acara halalbihalal yang diselenggarakan PB PGRI di Gedung Guru Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2023).

Belum tuntas

Pengamat pendidikan Center of Education Regulations and Development Analysis (Cerdas), Indra Charismiadji, berpendapat, pemerintah kurang memprioritaskan pelaksanaan sertifikasi guru. Hal ini terlihat dari belum tuntasnya sertifikasi guru yang seharusnya selesai pada 2015.

”Berdasarkan Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen yang diterbitkan tahun 2005, disebutkan, sertifikat guru harus dilaksanakan dan dituntaskan selama 10 tahun sejak diterbitkannya UU tersebut. Tapi, sampai hari ini belum tuntas,” tutur Indra saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/5/2023).

Baca juga: Organisasi Guru dan Pemerintah Beda Pandangan soal Tunjangan Profesi Guru

Kegagalan penuntasan sertifikasi guru merupakan bukti pelanggaran UU di dunia pendidikan Indonesia. Karena itu, perlu perubahan UU itu sebelum masuk soal permasalahan teknisnya yang rumit.

”Hal ini perlu diubah dulu. Pemerintah bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) atau mengubah UU Guru dan Dosen, kemudian di dalam keduanya bisa membahas mutu pendidikan Indonesia yang berujung mencerdaskan bangsa,” kata Indra.

Indra Charismiadji, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan (Center of Education Regulation and Development Analysis/Cerdas) dalam bincang media menjelang debat calon presiden dan wakil presiden di Jakarta, Senin (11/3/2019).
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR

Indra Charismiadji, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan (Center of Education Regulation and Development Analysis/Cerdas) dalam bincang media menjelang debat calon presiden dan wakil presiden di Jakarta, Senin (11/3/2019).

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, yang juga hadir dalam acara halalbihalal tersebut, menyatakan perlunya meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan untuk menghadapi tantangan bonus demografi Indonesia tahun 2030. ”Bonus demografi berpotensi menjadi generasi emas yang menopang kemajuan bangsa, tapi juga berpotensi menjadi beban akibat kuantitasnya yang tidak sejalan dengan kualitasnya,” ungkapnya.

Editor:
EVY RACHMAWATI
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000