logo Kompas.id
Bebas AksesLaut Fakfak Sumber Kehidupan...
Iklan

Laut Fakfak Sumber Kehidupan Warga

Laut Fakfak menyimpan potensi perikanan yang besar, dari kepiting jumbo sampai telur ikan terbang ada di sana. Namun, potensi itu belum bisa dimanfaatkan dengan maksimal akibat minimnya fasilitas.

Oleh
PANDU WIYOGA
· 5 menit baca
Pasangan Sidik Heritrenggi dan Rahi Ginuni menggunakan perahu tradisional kole-kole untuk melintasi hutan bakau yang rimbun di dekat Kampung Mandoni, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Selasa (27/6/2023).
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Pasangan Sidik Heritrenggi dan Rahi Ginuni menggunakan perahu tradisional kole-kole untuk melintasi hutan bakau yang rimbun di dekat Kampung Mandoni, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Selasa (27/6/2023).

Sidik Heritrengi (50) mendayung kole-kole dengan pelan. Perahu yang terbuat dari sebuah batang kayu utuh itu membawa dia dan Rahi Ginuni (51) menerobos kelebatan hutan bakau di pesisir Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Terkadang pasangan suami istri itu sampai harus telungkup ke dalam kole-kole untuk menghindari ranting bakau yang melintang di air. Pagi itu, Selasa (27/6/2023), mereka hendak mengangkat perangkap kepiting yang telah dipasang sehari sebelumnya.

Sidik dan Rahi punya belasan perangkap yang harus segera diangkat. Mereka menandai lokasi perangkap-perangkap itu dengan pelampung yang terbuat dari botol bekas dari plastik.

Rahi yang duduk di bagian depan kole-kole mengarahkan Sidik ke mana harus mendayung perahu. Setelah mendayung sekitar 15 menit, botol-botol plastik mulai tampak di sekitar. Satu per satu perangkap itu ditarik ke permukaan.

Perangkap pertama ternyata kosong. Umpan yang terbuat daging ikan mangiwang di dalam perangkap itu masih utuh. Rahi melempar lagi perangkap kosong itu ke air, lalu mengangkat perangkap yang lain.

”Ini ada isinya. Ah.. rajungan kecil saja ternyata,” keluh Rahi yang segera disambut dengan tawa oleh suaminya.

Rahi Ginuni menunjukkan rajungan yang berhasil ditangkap dengan bubu, Selasa (27/6/2023). Rahi dan suaminya, Sidik Heritrenggi, bekerja sebagai pencari rajungan dan kepiting di Kampung Mandoni, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Rahi Ginuni menunjukkan rajungan yang berhasil ditangkap dengan bubu, Selasa (27/6/2023). Rahi dan suaminya, Sidik Heritrenggi, bekerja sebagai pencari rajungan dan kepiting di Kampung Mandoni, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Rajungan berwarna ungu kebiruan itu di pasar hanya laku Rp 20.000 per kilogram. Incaran Rahi dan Sidik yang sebenarnya kepiting bakau berukuran besar yang harganya Rp 120.000 per kg.

Setelah mengangkat lebih dari 10 perangkap, mereka baru menemukan kepiting bakau yang dicari. Kepiting itu tubuhnya berwarna hitam dan ukuran badannya sebesar piring makan.

”Satu (kepiting) ini beratnya 2 kg lebih. Harus hati-hati pegangnya, bisa putus jari kalau dicapit,” ujar Rahi sambil mengikat kedua capit kepiting itu dengan tali rafia.

Dalam satu hari, Sidik dan Rahi bisa mengumpulkan sampai 10 kilogram rajungan dan kepiting bakau. Setelah dipotong modal untuk membeli umpan, mereka bisa mengantongi penghasilan bersih sekitar Rp 300.000.

”Lumayan (hasilnya). Dari (pendapatan) mencari kepiting, kami bisa menyekolahkan tiga anak ke kota,” ujar Sidik.

Sidik dan Rahi adalah warga Kampung Mandoni yang dikenal sebagai kampung kepiting. Total ada 48 keluarga yang bermukim di kampung itu, dan hampir semuanya merupakan nelayan pencari kepiting.

Tua-tua di Kampung Mandoni, Ahmadiah Kramandondo (75), mengatakan, warga amat menjaga kelestarian hutan bakau yang menjadi habitat kepiting. Selain itu, mereka juga membatasi ukuran kepiting yang boleh ditangkap.

”Orang tidak mau tangkap kepiting bakau yang masih kecil. Kepiting yang beratnya masih di bawah 1 kg biasa dilepaskan lagi supaya mereka beranak dulu baru setelah itu ditangkap,” katanya.

Lalisi Ritarita menunjukkan kepiting bakau yang berhasil ditangkap di hutan mangrove dekat Kampung Mandoni, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Selasa (27/6/2023). Ia memperkirakan kepiting itu beratnya sekitar 2 kilogram.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Lalisi Ritarita menunjukkan kepiting bakau yang berhasil ditangkap di hutan mangrove dekat Kampung Mandoni, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Selasa (27/6/2023). Ia memperkirakan kepiting itu beratnya sekitar 2 kilogram.

Potensi daerah

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Fakfak Erwin Sahetapi mengatakan, potensi perikanan di kabupaten itu memang amat besar. Selain kepiting, ada juga potensi udang, ikan demersal, dan ikan pelagis.

Ada lebih dari 2.000 keluarga di Fakfak yang menggantungkan hidup di sektor perikanan. Rumah tangga perikanan itu tersebar secara merata dari pulau-pulau kecil di daerah pelosok sampai ke pusat kota.

Iklan

Geliat sektor perikanan ini dapat dengan mudah ditemukan tak jauh dari pusat Kabupaten Fakfak. Sebelum matahari terbit, pondok-pondok di pinggir laut sudah mengepulkan asap pekat. orang-orang sibuk membuat ikan asap untuk dijual di pasar pagi.

La Amiri membuat ikan tongkol asap di Distrik Pariwari, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Senin (26/6/2023). Selain tongkol, ikan asap biasanya juga dibuat dari ikan cakalang.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

La Amiri membuat ikan tongkol asap di Distrik Pariwari, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Senin (26/6/2023). Selain tongkol, ikan asap biasanya juga dibuat dari ikan cakalang.

Salah satu warga di Distrik Pariwari, La Amiri (52), mengatakan, dalam satu hari ia bisa membuat sekitar 80 ikan asap. Ada dua jenis ikan yang biasa diolah menjadi ikan asap, yakni cakalang dan tongkol.

Cakalang segar dibeli Rp 40.000 per ekor dan tongkol segar dibeli Rp 16.000 per ekor. Sesudah diasap, cakalang dan tongkol itu harganya akan naik masing-masing menjadi Rp 60.000 dan Rp 25.000 per ekor.

”Setelah dipotong modal beli kayu bakar, penghasilan dalam satu bulan paling sedikit Rp 4 juta. Itu lumayan, tetapi kalau belum cukup, sesekali saya juga turun ke laut untuk tangkap ikan,” ujar Amiri.

Baca juga: Kampung Pencari Kepiting di Fakfak

Ikan tongkol dibuat menjadi ikan asap di Distrik Pariwari, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Senin (26/6/2023). Ikan tongkol asap itu dijual Rp 25.000 per ekor.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Ikan tongkol dibuat menjadi ikan asap di Distrik Pariwari, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Senin (26/6/2023). Ikan tongkol asap itu dijual Rp 25.000 per ekor.

Telur ikan

Erwin menambahkan, potensi perikanan yang paling besar di Fakfak adalah telur ikan terbang. Setiap Mei-Oktober, nelayan dari sejumlah daerah berbondong datang ke perairan Fakfak untuk mencari telur ikan terbang.

”Tahun lalu, harga telur ikan terbang mencapai lebih dari Rp 950.000 per kg. Sebenarnya kalau bisa diolah, harganya bisa jauh lebih mahal lagi karena telur ikan terbang dijual sampai ke China dan Eropa,” kata Erwin.

Salah satu nelayan pencari ikan terbang adalah Hamdan (51). Laki-laki asal Bone, Sulawesi Selatan, itu tinggal menetap di Fakfak sejak 20 tahun lalu.

Kadang ada nelayan dari pulau sekitar datang ke kota cari BBM bersubsidi, tetapi pulang tidak membawa apa-apa. Saya miris melihat hal ini. (Erwin Sahetapi)

Ia menjelaskan, untuk mengambil telur ikan terbang, nelayan perlu membuat bubu dari daun kelapa. Pada Mei-Oktober, nelayan hanya perlu menaruh bubu itu di tengah laut selama satu hari. Setelah itu ikan terbang akan bertelur serta nelayan tinggal mengangkat bubu dan memanen telur.

Nelayan menjemur telur ikan terbang di tali yang dibentangkan di atas kapal mereka yang berlabuh di Fakfak, Papua Barat, Sabtu (24/6/2023). Satu kilogram telur ikan terbang dijual seharga Rp 750.000.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Nelayan menjemur telur ikan terbang di tali yang dibentangkan di atas kapal mereka yang berlabuh di Fakfak, Papua Barat, Sabtu (24/6/2023). Satu kilogram telur ikan terbang dijual seharga Rp 750.000.

Menurut Hamdan, sekali melaut pencari telur ikan terbang bisa menghabiskan waktu sekitar satu bulan. Dalam jangka waktu tersebut, satu kapal nelayan bisa mengumpulkan lebih kurang 300 kg telur ikan terbang.

”Sekali pulang bisa dapat sekitar Rp 250 juta. Namun, itu harus dipotong ongkos bahan bakar dan perbekalan Rp 100 juta lalu setelah itu baru dibagi dengan lima awak kapal dan satu pemilik kapal,” ujarnya.

Awalnya Hamdan hanya punya satu kapal, tetapi setelah usahanya berkembang dan kini ia memiliki lima kapal berukuran di atas 16 GT. Ia kini juga telah berhenti melaut dan tinggal menunggu setoran dari anak buahnya.

”Telur ikan terbang hasilnya memang lumayan, saya bisa beli lima kapal dan bangun dua rumah dari situ. Sayangnya, belum banyak orang Fakfak yang bergerak di usaha ini,” ujarnya.

Sebuah kapal nelayan pencari telur ikan terbang bersiat berangkat dari Fakfak, Papua Barat, Sabtu (24/6/2023). Satu kapal biasanya diawaki oleh empat orang. Sekali melaut mereka akan pergi selama satu bulan.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Sebuah kapal nelayan pencari telur ikan terbang bersiat berangkat dari Fakfak, Papua Barat, Sabtu (24/6/2023). Satu kapal biasanya diawaki oleh empat orang. Sekali melaut mereka akan pergi selama satu bulan.

Hal itu diakui Erwin. Ia mengatakan, mayoritas kapal yang mencari telur ikan terbang berasal dari Takalar, Sulawesi Selatan. Ia memprediksi armada dari Takalar yang beroperasi di perairan Fakfak jumlahnya ada lebih dari 400 kapal.

Menurut dia, sektor perikanan Fakfak juga terkendala beberapa hal. Selain kalah bersaing dengan nelayan luar daerah, nelayan lokal juga mengalami sulit mendapatkan bahan bakar bersubsidi dan sulit mendapat pasokan es.

”Kadang ada nelayan dari pulau sekitar datang ke kota cari BBM bersubsidi, tetapi pulang tidak membawa apa-apa. Saya miris melihat hal ini,” kata Erwin.

Ia menambahkan, nelayan juga sering mengeluhkan kurangnya pasokan es balok di Fakfak. Nelayan merasa percuma menangkap ikan banyak-banyak. Tanpa ketersediaan es yang mencukupi, kualitas ikan akan menurun dengan cepat dan harganya pun bakal merosot.

Baca juga: Nelayan Pencari Telur Ikan Terbang di Fakfak

Editor:
CHRISTOPERUS WAHYU HARYO PRIYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000