Arsitektur Bastar merupakan percampuran antara arsitektur lokal Jawa yang ontologis dan arsitektur modern Belanda yang teknologis. Merunut sejarah, arsitektur ini muncul karena adanya kepentingan politik etis pemerintah Hindia Belanda untuk meredam masyarakat lokal dengan cara menghargai kebudayaan pribumi. Bentuk dan tampilan dari bangunan berarsitektur Bastar, kerap disebut juga arsitektur Indis, biasanya berciri khas lokal, tetapi bangunannya secara fungsional ataupun simbolik berciri modern.
Salah satu pelopor pembastaran di Indonesia adalah Thomas Karsten. Arsitek asal Belanda ini, dalam perancangan karya-karya arsitekturnya selalu memilih tema-tema budaya lokal. Untuk dapat memenuhi keinginan masyarakat, Karsten mengkaji kondisi sosial masyarakat dan kultur Jawa. Arsitektur pendapa Jawa ia dalami dan dari situ terciptalah bangunan yang belum pernah ada di Jawa sebelumnya, seperti teater dan museum. Teater Sobokartti di Semarang dan Museum Sonobudoyo di Yogyakarta hasil karya Karsten. Karya lainnya adalah Stasiun Solo Balapan. Tampilan gedung ini dihiasi dengan pendapa beratap susun lima, seperti pendapa rumah Jawa pada umumnya. Bangunan stasiun dengan rangka dinding tebal dan format simetris menunjukkan keagungan bangunan Eropa.
Buku Arsitektur Bastar: Arsitek Belanda Mencari Arsitektur Indonesia karya Priyo Pratikno (Kanisius, 2014) menelaah rancangan arsitektur Karsten, tentang pandangan berarsitekturnya dan hasil rancangannya yang banyak tersebar di Semarang, Yogyakarta, dan Solo. (RPS/Litbang Kompas)
Semarang, ”Little Nederland” di Jawa
Meskipun pembangunan telah mengubah wajah Semarang, masih banyak bangunan tua peninggalan masa Hindia Belanda masih tegak berdiri dan dijaga kelestariannya. Beberapa di antaranya karya arsitek Thomas Karsten.
Gedung PT Djakarta Lloyd merupakan salah satu karya Karsten. Gedung dengan konsep hemat energi ini berciri khas atap limasan yang sudut kemiringannya curam. Karya lain Karsten adalah Pasar Johar. Bangunan dengan konstruksi cendawan ini pernah tersohor sebagai pasar terbesar dan tercantik di Asia Tenggara.
Selain arsitek bangunan, Karsten juga dikenal sebagai ahli perencana kota. Ia turut andil dan disebut-sebut sebagai paling berjasa dalam perencanaan kota Semarang. Kawasan yang dikembangkan Karsten, antara lain, adalah daerah Candi Baru, Pekunden, dan Mlaten. Atas keahliannya ini, secara resmi ia diangkat pemerintah menjadi penasihat perencanaan kota.
Semarang, dengan karya arsitektur pada masa lalu, termasuk karya Karsten dan arsitek lainnya, dapat dinikmati di buku Meretas Masa: Semarang Tempo Doeloe (Terang Publishing, 2006), hasil tulisan lima penulis muda. Selain bertutur tentang bangunan, buku ini juga mengulas tentang sarana angkutan umum, pasar, dan jalan-jalan, yang lalu dibandingkan kondisinya pada masa kini.
Di bagian akhir, buku ini memuat profil empat tokoh besar, yang namanya lekat dengan Semarang. Empat tokoh itu adalah Raden Saleh, Oei Tiong Ham, Ki Narto Sabdo, dan sang arsitek humanis Thomas Karsten. Meskipun berasal dari Belanda, Karsten dikenal sebagai pendukung kemerdekaan Indonesia. Ia meninggal di kamp interniran Jepang pada tahun 1945. (RPS/Litbang Kompas)