Bonus demografi adalah suatu kondisi kependudukan ketika proporsi anak-anak di bawah 15 tahun terus menurun, proporsi penduduk usia kerja meningkat pesat, dan proporsi penduduk lansia masih rendah. Kondisi ini berpeluang memicu pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan dan mencapai tujuan pembangunan.
Indonesia akan mendapatkan bonus demografi antara tahun 2020 dan 2040. Berbagai isu seputar bonus demografi itu dibahas dalam buku kumpulan hasil penelitian berjudul Memetik Bonus Demografi: Membangun Manusia Sejak Dini (Rajawali Pers, 2018) yang disunting oleh Sri Moertiningsih Adioetomo dan Elda Luciana Pardede. Para penulis umumnya mengkaji bagaimana memanfaatkan peluang bonus demografi demi keuntungan ekonomis. Periode emas yang hanya berlangsung selama 20 tahun ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar tercipta generasi yang berkualitas: generasi yang sehat, cerdas, produktif, dan berdaya saing.
Dalam mewujudkan modal manusia berkualitas, strategi pembangunan didasarkan pada pemahaman yang mengikuti daur kehidupan manusia, mulai dari awal kehidupan, pendidikan usia dini, pendidikan formal, masa remaja, transisi menuju dunia kerja, usia produktif, perkawinan, dan lanjut usia. Daur kehidupan ini terjadi juga pada skala kehidupan berbangsa. Struktur usia yang semula didominasi anak-anak akan beralih didominasi usia kerja produktif, dan kemudian mencapai kondisi yang didominasi penduduk lansia.
Selain pembangunan manusia berkualitas, untuk memetik keuntungan bonus demografi ini, diperlukan juga kebijakan strategis dan tata kelola yang baik. (RPS/LITBANG KOMPAS)
Menyoal Dominasi Budaya Pop
Budaya populer atau budaya pop telah mendominasi masyarakat modern. Kini, kita tak jarang lagi melihat penjual sayuran memiliki gawai canggih. Pada acara temu sapa aktor Korea, kita pun mafhum melihat perempuan paruh baya dan remaja putri berebut tempat agar bisa lebih dekat dengan sang aktor. Fenomena-fenomena itu hanya sedikit contoh dari penetrasi budaya pop yang mampu menembus berbagai lapisan sosial. Lalu, adakah konsekuensi dominasi budaya pop terhadap kebudayaan kita?
Dalam buku Budaya Pop: Tuan Rumah Kita (UNS Press, 2018), Mursito BM memberikan catatan-catatan kritis atas hegemoni budaya pop dalam kehidupan kita sehari-hari. Budaya pop adalah hasil konstruksi sosial yang diciptakan oleh masyarakat industrial-kapitalistik. Oleh karena itu, produk-produk yang dihasilkan cenderung mencari keuntungan semata. Telepon seluler (ponsel), misalnya, adalah produk budaya pop yang mampu menghasilkan keuntungan masif. Namun, unsur adiktif ponsel membentuk perilaku masyarakat modern yang individualistis.
Dominasi budaya pop sebaiknya disikapi secara bijak. Meskipun nilai-nilai budaya pop telah menjadi bagian dari kehidupan kita, setidaknya diperlukan pemahaman dan kesadaran bahwa tidak sepenuhnya nilai-nilai yang dibawa budaya pop selaras dengan kebudayaan kita. Oleh karena itu, diperlukan adanya strategi kebudayaan. Buku ini merekomendasikan sejumlah strategi, salah satunya dengan menumbuhkan kesadaran untuk secara aktif memikirkan dan merencanakan arah yang akan ditempuh oleh kebudayaan kita. (AEP/LITBANG KOMPAS)