Profesi adalah elemen fungsional masyarakat. Lewat berbagai profesi, baik guru, buruh, dokter, tukang jahit, sopir, jurnalis, maupun sastrawan, bahkan pelawak, setiap anggota masyarakat saling berbagi dan memberikan manfaat bagi warga lainnya. Dalam menjalankan profesi yang dimiliki, setiap orang mengalami eksistensi dirinya. Merasa memiliki harga diri sekaligus mengaktualisasikan dirinya. Hadir di antara yang lain sebagai manusia yang bekerja (homo faber).
Dalam catatan pengantar buku Filsafat untuk Para Profesional (Penerbit Buku Kompas, 2016) F Budi Hardiman, editor buku kumpulan tulisan filsafat profesi ini mengatakan bahwa dengan mengkaji secara reflektif dan mendalam akan tersingkap bahwa profesi ikut membentuk identitas dan karakter.
Di dalam profesi melekat arete (keutamaan). Artinya, profesi tidak melulu soal mata pencarian; lebih daripada itu, yaitu persoalan hidup yang baik. Ada dimensi etis yang melekat dalam setiap profesi, tanggung jawab moral terkait dengan hidup bersama.
Mengapa buku filsafat ini mengajak para profesional mencari hikmat dan kebijaksanaan? Hardiman lebih jauh menjelaskan, sebelum filsafat menjadi bidang akademis yang cenderung abstrak, semula merupakan sebuah dialog yang dekat dengan kehidupan praktis. Mencintai kebijaksanaan tidak berarti mempersolek diri dengan teori-teori yang abstrak, melainkan melibatkan diri ke tengah persoalan kehidupan sehingga mampu menggapai hidup sehari-hari lebih baik. Sepuluh tulisan filsafat berbagai profesi dalam buku ini mengajak pembaca membuka ruang refleksi di tengah kehidupan modern. (YKR/LITBANG KOMPAS)
Peran Filsafat dalam Psikologi
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Jika ilmu pengetahuan dipahami sebagai pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan, maka filsafat meliputi seluruh kenyataan.
Berbagai hal yang dibahas atau dikaji ilmu pengetahuan memiliki pijakan dasar pada filsafat tentang pengetahuan (epistemologi, logika, kritik ilmu-ilmu), filsafat tentang keseluruhan kenyataan (metafisika atau ontologi umum, metafisika khusus), dan filsafat tindakan (etika dan estetika).
Sejak ribuan tahun lalu, para filsuf dari masa ke masa, dari dunia Barat dan Timur telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna mencari hikmat untuk memahami kehidupan manusia dan semesta. Dalam sejarah filsafat muncul berbagai aliran besar yang menguasai pemikiran selama suatu zaman atau penggal sejarah manusia.
Umumnya wacana filsafat dari waktu ke waktu mencari hikmat seputar asal dan tujuan, ada dan ketiadaan, tentang hidup dan kematian, tentang kebebasan dan cinta, tentang yang baik dan yang jahat, tentang materi dan jiwa, alam, sejarah, keindahan, hingga ketuhanan.
Lalu, bagaimana kaitan filsafat dengan psikologi? Menurut Raja Oloan Tumanggor dan Carolus Sudaryanto, penulis buku Pengantar Filsafat untuk Psikologi (Penerbit Kanisius, 2017), filsafat menegaskan akar historis aliran-aliran pemikiran dalam ilmu psikologi.
Di dalam filsafat bisa ditemukan refleksi-refleksi mendalam tentang konsep jiwa dan perilaku manusia. Filsafat juga memberikan kerangka berpikir yang sistematis, logis, rasional, dan kritis bagi perkembangan ilmu psikologi. (YKR/LITBANG KOMPAS)