Mengapa korupsi di era reformasi justru semakin parah? Bukankah dengan pembangunan demokrasi melalui reformasi seharusnya korupsi berkurang? Bukankah di era reformasi sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi?
Melalui buku Berantas Korupsi Reformasi: Catatan Kritis BW (Intrans Publishing, 2018), Bambang Widjojanto, dikenal dengan BW, berusaha menjawab pertanyaan itu. Ia menunjukkan bagaimana fenomena korupsi di Tanah Air yang menggila setelah reformasi karena justru kekuasaan sudah menjadi absolutely corrupted power. Ia juga mengungkapkan berbagai kasus besar korupsi; peta masalah; dampak korupsi, terutama bagi kemanusiaan; upaya-upaya KPK dalam memberantas korupsi; serta adanya indikasi pelemahan dan penghancuran KPK. Untuk itu, secara panjang lebar BW menegaskan, betapa mendesak dan penting adanya pembaruan hukum yang pro pemberantasan korupsi.
Penulisan buku yang terdiri atas rangkaian tulisan ini diawali BW pada tahun 2011 ketika ia menjabat sebagai Komisioner KPK. Buku ini merupakan buku terakhir dari trilogi, buku sebelumnya Berkelahi Menaklukkan Korupsi (2016) dan Bewe Menggugat: Kriminalisasi Membungkam Suara Rakyat (2016).
Menurut BW, ia menuliskan pandangannya melalui buku ini sebagai upaya untuk menghidupkan optimisme. Ia melihat di tengah ancaman dan tekanan terhadap pemberantasan korupsi, ada semacam kegairahan di kalangan sipil untuk terlibat dalam kampanye pemberantasan korupsi. Bahkan, kalangan perguruan tinggi mempunyai peran strategis dalam percepatan pemberantasan korupsi ini.
(RPS/LITBANG KOMPAS)
Selamatkan Proyek Strategis Nasional
Untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan, pemerintah melakukan upaya-upaya percepatan proyek yang dianggap strategis dan memiliki tingkat urgensi tinggi. Proyek-proyek tersebut dikenal sebagai proyek strategis nasional.
Selama periode 2015- 2019 terdapat 245 proyek strategis nasional dengan estimasi biaya Rp 4.197 triliun. Sumber pendanaannya dari APBN, BUMN, dan swasta. Proyek-proyek tersebut rawan dikorupsi dan sudah menjadi ladang bancakan korupsi berjemaah. Kenapa? Karena para koruptor sudah mempunyai hitung-hitungan.
Mereka mempunyai rasionalitas terhadap biaya, keuntungan, dan risiko hukum. Mudahnya, koruptor ini berani melakukan tindak pidana karena keuntungan yang didapat melebihi pendapatan dari aktivitas yang tak melanggar hukum! Terlebih lagi ketidakpastian hukum yang tinggi di Indonesia sehingga efek jera terus menurun.
Menggunakan pendekatan kebijakan publik dan pendekatan hukum, Pemberantasan Korupsi dalam Proyek Strategis Nasional (Penerbit Buku Kompas, 2018), M Adi Toegarisman, mengupas berbagai masalah dalam penyelenggaraan proyek strategi nasional. Terutama yang dibahas adalah pemberantasan perburuan rente yang selama ini selalu menggerogoti anggaran, baik anggaran daerah maupun negara. Perburuan rente ini minimal melibatkan dua pihak, apakah eksekutif atau legislatif, atau keduanya sekaligus dengan sektor swasta.
Bagaimana upaya menyelamatkan proyek strategi nasional dari korupsi? Ratifikasi UNCAC, gunakan sistem peradilan pidana terpadu dalam proyek strategi nasional dan terapkan efek jera.
(RPS/Litbang Kompas)