Musik dalam gamelan dan gerakan dalam pertunjukan tari Jawa memiliki berbagai makna, berlapis, dan terus berubah seiring zaman. Pemaknaannya yang berbeda-beda tak lepas dari kedalaman dan keluasan pengetahuan mereka yang ”membaca” atau menyaksikan dan mengapresiasi karya seni tersebut.
Musik dan tarian dalam tradisi Jawa ini kerap disejajarkan dengan praktik ritual dalam tantrisme, suatu ajaran dalam agama Hindu dan Buddha yang mengandung mistik dan magi.
Dalam perkembangannya, pemaknaan menjadi semakin kompleks karena saat Islam masuk ke Jawa, musik gamelan digunakan sebagai salah satu media untuk berdakwah.
Musik dan tarian pun tidak lagi dapat dimaknai dari sudut pandang tantrisme. Proses akulturasi budaya antara tantrisme dan Islam di Jawa Tengah kemudian memunculkan jenis-jenis kesenian baru.
Dialog antarkebudayaan dan kepercayaan ini menembus batas antara ajaran Islam dan tradisi seni pertunjukan Jawa. Salah satu contoh hasil akulturasi ini adalah Gamelan Sekati, gamelan yang hanya dimainkan menjelang sekaten di Yogyakarta untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Judith Becker, ahli etnomusikologi dari Arizona State University, meneliti seluk-beluk gamelan, yang memiliki konsep estetika yang unik, yang mengandung dimensi spiritual ajaran tantrisme dan Islam. Hasil kajiannya disajikan dalam buku monografi berjudul Gamelan Stories: Tantrism, Islam, and Aesthetics in Central Java (Arizona State University, 1993).
Gamelan dan pertunjukan tari Jawa bukan sekadar karya seni suara dan gerak tubuh, di dalamnya terdapat narasi yang sarat dengan nilai-nilai filosofis. (IGP/LITBANG KOMPAS)
Silang Budaya Gamelan Jawa
Kunci untuk memahami suatu budaya musikal, menurut Sumarsam, terletak pada sejarahnya. Maka, terkait gamelan Jawa tak lepas dari ciri-ciri utama sejarah Jawa yang terbuka terhadap masuknya kebudayaan dan gagasan-gagasan dari luar. Dari sini dapat dipahami jika kekayaan variasi dan kerumitan gamelan Jawa merupakan salah satu hasil akulturasi atau silang budaya.
Proses akulturasi dalam masyarakat Jawa berlangsung dinamis dalam sejarah yang panjang. Jawa terbuka bagi masuknya pengaruh kebudayaan Barat, Islam, dan China.
Kebudayaan-kebudayaan dari luar ini mengalami perjumpaan dengan kebudayaan pra-Hindu dan kebudayaan Hindu-Buddha yang lebih dulu ada setelah abad ke-5 Masehi.
Perkembangan musik tradisional Jawa dapat ditelusuri sejak masa kerajaan Hindu di Jawa Tengah. Gambaran instrumen musik dan peristiwa musikal dapat dilihat di dinding-dinding candi, seperti Borobudur yang dibangun pada abad ke-9 Masehi.
Memasuki periode kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Timur ditemukan informasi musikal dari karya kesusastraan dan relief yang terukir pada candi masa itu.
Salah satu ciri kehidupan musikal menonjol adalah pentingnya musik dan seni pertunjukan sebagai bagian dari pendidikan keluarga istana dan bangsawan.
Sumarsam, profesor musik dari Universitas Wesleyan, Amerika Serikat, membahas sejarah gamelan dalam bukunya yang berjudul Gamelan: Interaksi Budaya dan Perkembangan Musikal di Jawa (Pustaka Pelajar, 2003). Sumarsam juga mengulas peranan musik vokal dalam membicarakan gending (lagu).
Beberapa fakta menunjukkan hubungan erat antara gending gamelan dan musik vokal Jawa. (IGP/LITBANG KOMPAS)