Penulis buku ini, seorang pemikir dan praktisi pendidikan, mencoba mendudukkan kembali pendidikan pada esensinya. Sekolah dibayangkan ibarat sebuah taman, yang menghadirkan kegembiraan, kenyamanan, dan kelak memberikan kenangan indah.
Taman yang tidak mengungkung, membelenggu, dan tidak membuat siswa tak punya harapan. Sekolah adalah tempat mengembangkan bakat, minat, kegembiraan belajar bersama. Demikian cita-cita sekolah Sanggar Anak Alam (Salam).
Mendirikan sekolah berbeda dengan mendirikan perusahaan atau mengelola toko kelontong. Namun, kenyataannya, banyak sekolah berubah orientasi, dikelola seperti perusahaan, dan menerapkan sistem seleksi ketat. Sekolah unggulan hanya untuk anak-anak pintar. Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, sekolah adalah tempat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.
Mendirikan sekolah bukan untuk mencari keuntungan dan ketenaran, tapi untuk pengabdian dan kemanusiaan. Bisnis pendidikan tak jarang menciptakan kastanisasi kehidupan sosial. Sekolah favorit akan mudah diakses anak-anak golongan kaya. Sebaliknya, anak-anak dari golongan miskin bersekolah di ”pinggiran”.
Buku karya Toto Rahardjo berjudul Sekolah Biasa Saja (Penerbit Insist Press, 2018) ini juga menyoroti bagaimana sekolah menjadi ajang berkompetisi, belajar saling mengalahkan sejak dini. Bukan memotivasi peserta didik mengembangkan bakat masing-masing.
Prestasi, menurut dia, hasil pencapaian seseorang atas kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan ketahanan diri. Di sini masyarakat membutuhkan sistem pendidikan alternatif dan transformatif yang memanusiakan manusia.
(CAH/LITBANG KOMPAS)
Pentingnya Pengawasan Sektor Pertahanan
Meskipun proses reformasi di Indonesia telah berlangsung selama 20 tahun sejak 1998, isu tentang peran DPR dalam melakukan kontrol dan pengawasan atas sektor pertahanan kurang mendapat perhatian.
Padahal, menurut Al Araf, penulis buku Demokrasi Minim Kontrol: Problematika Pengawasan Sektor Pertahanan di Indonesia (Imparsial, 2018), isu pertahanan sangat terkait dengan kehidupan bersama. Setiap warga negara atau masyarakat berkepentingan terhadap berjalannya sistem pertahanan nasional.
Dalam konteks negara demokrasi, DPR mendapat mandat konstitusi menjalankan fungsi pengawasan terhadap lembaga eksekutif atau pemerintah, termasuk sektor pertahanan. Tujuannya untuk menghindari pemerintahan otoriter dan meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan. Masalahnya, secara umum kinerja DPR pada masa Reformasi terhadap sektor ini dipandang masih minim dan belum efektif.
Ada empat alasan mengapa DPR penting melakukan pengawasan terhadap sektor pertahanan keamanan. Pertama, badan-badan keamanan kerap beroperasi secara rahasia. Kedua, badan keamanan memiliki kemampuan khusus, seperti memasuki wilayah hak milik pribadi atau komunikasi.
Ketiga, badan keamanan ditugaskan untuk mengumpulkan dan menganalisis serta menilai adanya ancaman. Keempat, badan keamanan berpotensi untuk digunakan pemimpin otoriter untuk melakukan fungsi-fungsi represif.
Tak bisa dimungkiri isu ekonomi, politik, dan hukum menjadi agenda penting pembangunan. Namun, kualitas demokrasi juga ditentukan kemampuan DPR dalam melakukan kontrol terhadap kebijakan pertahanan negara, yang dilandasi penghargaan hak-hak asasi manusia. (YKR/LITBANG KOMPAS)