Sebanyak 52 penulis mengisahkan kenangan pahit yang berujung pada kesadaran hidup itu indah.
Oleh
IGNATIUS NAWA TUNGGAL
·3 menit baca
Sepertinya ini pernyataan klise, bahwa hidup itu indah, maka nikmatilah. Melalui buku berjudul The Wisdom of 2023 Kata-kata Bermakna Sepanjang Tahun, oleh Komunitas Menulis Memoar sebanyak 52 penulis mengisahkan kenangan pahit yang berujung pada kesadaran hidup itu indah. Persoalannya, masih banyak orang menganggap itu memang klise hingga tidak pernah bisa menikmati indahnya hidup.
Agus Budi Wahyudi (64) bertutur tentang rasa kehilangan anak sulung pada 2021 karena serangan virus Covid-19. Rasanya pedih seperti tak berujung. Ketika tahun 2023 Agus menerima kelahiran cucu pertama dari anak berikutnya, di situlah Agus menyadari hidup itu persoalan datang dan pergi. Hidup yang sesungguhnya itu indah.
Agus melanjutkan dengan cerita kehidupan yang berpedoman bahwa hidup itu indah. Pada 2025 nanti ia akan menjalani masa pensiun sebagai dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dengan berpedoman hidup itu indah, Agus mempersiapkan diri. Agus mengusahakan pekerjaan yang diciptakan sendiri dan tidak mengenal pensiun.
Dan, teruslah bergerak agar jiwa terus tertawa.
Sejak menemui pedoman hidup itu indah, sejak menimang cucu pertama tahun 2023, Agus membangun kiat sederhana untuk selalu menikmati indahnya hidup. ”Yang terasa indah di masa lalu, bangkitkan kembali untuk dirasakan pada masa kini,” tulis Agus.
Penulis Yuenda Vicky (60) di buku itu menorehkan catatan yang tidak terlalu panjang, tetapi cukup penting bagi orang-orang yang akan memulai hidup sehat di ambang lansia. Yuenda seorang instruktur yoga. Ia mengingatkan, penampakan kita pada 10 tahun mendatang dimulai dari prosesmu hari ini.
”Kekuatan bisa dibangun kembali sebelum benar-benar runtuh, dan keindahan bisa dilestarikan sebelum dimakan usia,” tulis Yuenda.
Sebagai instruktur yoga, Yuenda melengkapi dengan tips fisik. Cobalah berlari sekuat tenaga hingga napas terengah-engah. Rasa sakitnya bukan hanya menambah kekuatan fisik, tetapi juga kekuatan jiwa. ”Jadi, cobalah berlari karena napasmu akan menenangkan batinmu. Konsentrasimu akan memecah galaumu,” kata Yuenda.
Mengambil napas dalam-dalam bukan sekadar mengembangkan rongga dada. Namun, ini secara sadar akan meluaskan kesabaran. Ketika membuang napas panjang juga bukan sekadar membuat rongga dada kembali menyempit, tetapi ada rasa ikhlas yang bisa membuat hati kita lembut. Ada rasa lega yang bisa membuat tubuh kita menjadi ringan.
”Dan, teruslah bergerak agar jiwa terus tertawa,” imbuh Yuenda.
Yuenda senada dengan Agus untuk menikmati indahnya hidup, tetapi lebih teknis dengan mempersyaratkan tuntutan kebutuhan jiwa dan raga. Penulis Alvina Gunardi menegaskan kembali persoalan kesehatan jiwa. ”Kesehatan jiwa itu seperti fondasi buat rumah kita. Kalau fondasinya rapuh, rumah jadi tidak stabil,” ujar Alvina, pendidik dan mantan kepala sekolah yang menciptakan lingkungan pendidikan inklusif.
Sejauh ini bisa dimengerti ada prasyarat untuk menikmati indahnya hidup. Di situlah dibutuhkan kesehatan jiwa dan kesehatan raga.
Merayakan rindu
Meraih kesadaran akan hidup itu indah, kemudian menghayatinya dengan sepenuh hati memang tidaklah sederhana. Mungkin ini membutuhkan pemantik atau peristiwa yang dahsyat, seperti dikisahkan Ilmi Hapsari Dewi dalam sepotong narasi yang berani.
”Apa kabar kamu, Sayang? Tahukan kamu, aku sempat tergoda menenggak disinfektan karena berpisah denganmu terasa tak tertanggungkan?” tulis Ilmi di awal narasinya yang diberi judul, ”Rindu yang Kurayakan”.
Ilmi mengalami putus cinta. Ada kepedihan yang terjaga lama hingga merapuhkan jiwa dan raganya. Ia jatuh sakit. Ia pun lari ke psikiater dan menenggak obat-obatan yang diresepkannya.
Dari luka batin itu ada hikmah tercurah. Ilmi tidak ingin berkubang dalam depresi berkepanjangan. Ia memahami takdir. Ia tahu, lelaki istimewa itu sudah tidak bisa lagi ditemui. Akan tetapi, Ilmi mencoba jujur terhadap diri sendiri bahwa memang sulit untuk melepas rasa cintanya. Satu-satunya jalan yang dipilih, Ilmu merawat dan merayakan rindunya. ”Tiada hari tanpa kuingin merayakannya,” ujar Ilmi.
Dengan cara jujur seperti itu, Ilmi mewujudkan kesadaran akan hidup itu indah. Ilmi sudah berusaha sekuat tenaga untuk bangkit dan tegak kembali.
Masih banyak lagi kisah menggelitik anggota Komunitas Menulis Memoar ini. Mulai dari kisah sederhana hingga rumit demi menyadari hidup itu indah, dan menjalaninya dengan hati.
Judul buku: The Wisdom of 2023 Kata-kata Bermakna Sepanjang Tahun