PT Bank KB Bukopin Tbk merupakan salah satu bank yang sedang mengalami perubahan. Kedatangan investor baru, KB Kookmin, memberikan harapan baru.
Oleh
joice tauris santi
·5 menit baca
Emiten-emiten yang sedang mengalami perubahan, seperti diakuisisi atau berganti bisnis baru, selalu menarik perhatian investor, apalagi ketika aksi korporasi membawa harapan bagi banyak pihak, termasuk investor. Sayangnya, perjalanan untuk memperbaiki kondisi perusahaan tidak selalu mulus walaupun investor datang dengan uang melimpah.
PT Bank KB Bukopin Tbk merupakan salah satu bank yang sedang mengalami perubahan. Kedatangan investor baru, KB Kookmin, memberikan harapan baru. Maklumlah, sejak 2018 Otoritas Jasa Keuangan memasukkan Bukopin menjadi bank yang berada dalam pengawasan intensif karena likuiditasnya seret. Pasalnya, laporan keuangan pada 2017 sudah mencerminkan kinerja yang kurang menggembirakan. Labanya turun 55 persen dari tahun 2016 menjadi Rp 112 miliar. Penurunan laba terjadi karena pendapatan bunga bersih juga turun 17 persen.
Di sisi lain, kredit bermasalah naik 477 basis poin menjadi 8,54 persen. Kenaikan kredit bermasalah ini membuat Bukopin harus menyediakan dana cadangan kerugian penurunan nilai sebesar Rp 1,7 triliun. Rasio kecukupan modal melorot menjadi 10,52 persen.
Jalan keluarnya adalah menambah modal. Pertengahan 2018, Bukopin menerbitkan saham baru. Sebelum penerbitan saham baru, komposisi pemegang sahamnya adalah Bosowa Corporindo 30 persen, Kopelindo 18,09 persen, pemerintah melalui perusahaan pengelola aset sebesar 11,43 persen, dan publik 40,48 persen.
Investor baru, KB Kookmin dari Korea, masuk dengan membeli 94,09 saham rights issue senilai Rp 1,46 triliun. Hasilnya, pemegang saham lama terdilusi. Kepemilikan Bosowa menjadi 23,4 persen. Pendatang baru Kookmin menyerap 2,56 miliar saham dengan harga Rp 570. Pada hari pelaksanaan, harga saham Bukopin di pasar berada pada Rp 404.
Tarik-menarik antara pemegang saham baru dan lama mulai terjadi. Kebutuhan modal segar sangat besar dan investor Korea sudah bersiap. Upaya penambahan saham baru dilakukan lagi pada 2019. OJK mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menjaga Bukopin. Di antaranya adalah memberikan perintah tertulis kepada Bosowa selaku pemegang saham untuk memberikan kuasa khusus kepada Tim Pendukung Teknis dari PT BRI untuk menghadiri dan menggunakan hak suara dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) ketika itu.
Namun, karena tak dilakukan, OJK beranggapan pemegang saham lama, Bosowa, menghalangi investor baru yang hendak membereskan masalah di Bukopin. OJK menghukum Bosowa, melarangnya memiliki saham pada lembaga jasa keuangan, pengurus Bosowa juga tidak boleh menjadi pengurus pada Lembaga jasa keuangan dalam kurun tiga tahun ke depan.
Konsekuensi dari keputusan OJK ini, Bosowa tidak dapat memiliki suara dalam RUPS di Bank Bukopin. Saham Bank Bukopin yang dimiliki Bosowa harus dialihkan dalam waktu satu tahun. OJK beranggapan Bosowa dianggap tidak lulus tes sebagai pemegang saham.
Upaya menambah modal berlanjut. Pada 2020 Bukopin akhirnya melakukan right issue, tentu saja Kookmin menyerap penerbitan saham tersebut sehingga porsi sahamnya menjadi 33,9 persen, Bosowa tetap 23,4 persen. Kookmin menyerap 2,97 miliar saham pada harga Rp 180 per saham setara dengan 0,24 kali nilai bukunya.
Bosowa pun menyerap 1,09 persen untuk menjaga agar tidak terdilusi lagi. Modal baru yang didapatkan sebesar Rp 838 miliar. Kookmin lalu menambah modal lagi melalui penempatan modal langsung (private placement). Sahamnya menjadi 67 persen sementara saham Bosowa menciut menjadi 12 persen.
Bosowa tidak mau tinggal diam. Jalan peradilan ditempuh dengan mengadukan OJK dan Kookmin ke Pengadilan. Pertengahan Januari lalu, Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan mengabulkan gugatan Bosowa dan menyatakan membatalkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 64/KDK.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT. Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT. Bank Bukopin Tbk. tanggal 24 Agustus 2020.
OJK juga diwajibkan mencabut Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 64/KDK.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT Bank Bukopin Tbk tanggal 24 Agustus 2020.
Atas keputusan ini, OJK naik banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Awal pekan lalu, PTTUN membatalkan putusan PTUN tertanggal 18 Januari tersebut.
Pertengahan Juni 2021, Bukopin kembali akan menerbitkan saham baru lagi sebanyak 35,2 miliar saham. Jika pemilik lama tidak menyerap, kepemilikan Kookmin akan bertambah besar. Per 30 April 2021, Kookmin menguasai 67 persen, Bosowa 9,7 persen, Pemerintah 3,17 persen dan sisanya dimiliki publik.
Harga saham
Perjalanan Bukopin juga memengaruhi harga sahamnya. Harga saham Bukopin terlihat memasuki pola penurunan sejak awal 2018, dari Rp 700-an menjadi Rp 70-an pada Maret 2020. Harapan ada investor baru membuat harga sahamnya kembali bangkit.
Dari Rp 70-an menjadi Rp 800-an pada Januari 2021. Banyak investor ritel yang mendapatkan keutungan besar dari kenaikan harga saham Bukopin ini. Sayangnya, ketika persoalan mulai masuk ke pengadilan, investor banyak melepaskan saham ini.
Hingga pada awal Juni 2021 keluar keputusan pengadilan yang memenangkan OJK (2/6), saham Bukopin ditutup naik 13,24 persen menjadi Rp 462.
Perseteruan antara siapa pun, sesama pemegang saham, sesama investor atau pihak lain, apalagi pada sebuah perusahaan terbuka tentu bukanlah preseden yang baik. Bisa jadi hal-hal seperti ini akan mengganggu minat investor lain yang akan menanamkan investasinya di sini.
Kisah perubahan Bukopin masih akan berlanjut. Pengumpulan modal segar masih akan dilakukan pada tahun ini. Para investor juga menantikan langkah apa lagi yang akan diambil para pemegang saham besar terhadap bank ini. Apalagi, saat ini sedang marak persaingan bank untuk menyediakan layanan digital bagi para nasabahnya. Ke arah mana Bukopin akan melangkah ?