Ruang Kantor yang Efisien dan Produktif Jadi Tren Masa Depan
Bisnis perkantoran mengalami sejumlah penyesuaian sejalan dengan pandemi Covid-19. Pemanfaatan ruang kantor diharapkan lebih efisien, dan beradaptasi dengan cara kerja normal baru.
Oleh
Brigita Maria Lukita
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring pemulihan kota-kota dari situasi pandemi, perkantoran diharapkan kembali aktif di kawasan pusat bisnis (CBD) dengan ruang kerja yang lebih efisien dan produktif. Pemanfaatan ruang perkantoran diproyeksikan mengalami sejumlah penyesuaian.
Laporan terbaru JLL Benchmarking Cities and Real Estate memperlihatkan tren kebutuhan bisnis terkait pemetaan kembali ruang kantor. Sejumlah perusahaan akan merasionalisasi kebutuhan ruang kantor dalam jangka pendek dan menengah dengan fokus pada efisiensi biaya.
Survei global JLL menunjukkan bahwa 37 persen karyawan mengharapkan lingkungan kerja yang berjarak di masa depan. Ini membuat perusahaan perlu memikirkan ulang denah ruang kantor sesuai dengan perubahan fungsi kota dan mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam hal bekerja dan hidup di masa depan.
Lead Director, Global Cities Research, JLL Jeremy Kelly dalam keterangannya pada akhir pekan lalu mengungkapkan, kendati pandemi Covid-19 semakin mereda, perusahaan tetap menghadapi desakan untuk memikirkan kembali denah ruang kantor. Kota-kota yang memiliki kepadatan tinggi di tempat kerja sebelum pandemi juga cenderung menghadapi tekanan untuk mengurangi kepadatan tempat kerja.
Kota-kota yang memiliki kepadatan tinggi di tempat kerja sebelum pandemi cenderung menghadapi tekanan untuk mengurangi kepadatan tempat kerja.
Kota-kota dengan kepadatan tinggi itu terbagi atas tiga kelompok, yakni pusat bisnis global, seperti Hong Kong, London, dan Singapura, dengan kepadatan ruang kerja hingga 10 meter persegi (m²) per orang. Kedua, kota destinasi alih daya proses bisnis, seperti Manila dan Bengaluru, dengan kebutuhan bisnis dan penggunaan ruang yang intensif telah mendorong kepadatan hingga 7 m² per orang. Ketiga, kota mega-hub yang sedang berkembang, seperti Jakarta dan Mumbai, yang menyediakan layanan bisnis untuk pasar nasional yang besar dan berkembang, dengan kepadatan ruang kerja 9-11 m² per orang.
”Saat nanti, kita memasuki siklus pemulihan, kami berharap perkantoran di kawasan pusat bisnis akan kembali menjadi pusat sosial dan bisnis yang telah beradaptasi untuk mengakomodasi cara orang ingin bekerja dan hidup di masa depan,” ujar Jeremy.
Pascapandemi, perkantoran diharapkan menyediakan ruang kerja yang lebih efisien dan produktif yang mencerminkan standar kesehatan dan kesejahteraan yang tinggi. Perkantoran hibrida di masa depan akan sangat bergantung pada teknologi, serta mensyaratkan konektivitas lancar antara kantor dan rumah.
Perkantoran hibrida di masa depan akan sangat bergantung pada teknologi, serta mensyaratkan konektivitas lancar antara kantor dengan rumah.
Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim mengemukakan, perusahaan harus beradaptasi dengan perubahan cara kerja dan memiliki strategi untuk mengakomodasi kebutuhan pascapandemi mengingat ruang perkantoran akan tetap berperan sebagai pusat kolaborasi dan sosialisasi bagi para karyawan.
”Amat menarik untuk mengamati masa depan ruang perkantoran pascapandemi, khususnya di Jakarta sebagai salah satu kota dengan rasio luas ruang perkantoran terhadap orang yang relatif cukup padat dibandingkan dengan kota-kota global lainnya,” kata Yunus.
Di sisi lain, pemanfaatan ruang dan metrik kepadatan okupansi berdampak pada konsumsi energi dan air serta limbah. Kepadatan okupansi yang lebih ketat berdampak pada biaya dan konsumsi energi yang lebih rendah per orang. Oleh karena itu, skenario keberlanjutan perkantoran di masa depan dinilai perlu mempertimbangkan pertukaran antara tingkat kepadatan dan efisiensi ruang kantor.
Secara terpisah, Presiden Majelis Umum Internasional Federasi Real Estat (FIABCI) Asia Pasifik Soelaeman Soemawinata mengemukakan, masa pandemi Covid-19 telah membawa perubahan bagi bisnis perkantoran, termasuk di Indonesia. Kebutuhan ruang kantor berkurang seiring pola kerja yang semakin digital. Digitalisasi memungkinkan kerja dapat dilakukan di rumah sehingga kebutuhan ruang kantor lebih efisien.
Namun, beberapa perusahaan yang mengalami ledakan pertumbuhan, seperti perusahaan e-dagang dan logistik, justru berpotensi melakukan ekspansi ruang kantor. Selain itu, masa pandemi Covid-19 menuntut banyak perusahaan untuk mengurangi kepadatan ruang kantor. Ini justru mendorong beberapa perusahaan memperluas ruang kantor untuk memenuhi kaidah menjaga jarak dan mengurangi kepadatan, serta beradaptasi dengan kehidupan normal baru.
”Kantor harus menata jarak, dan menjadi bagian dari cara baru berkantor,” kata Soelaeman saat dihubungi, Minggu (13/6/2021).
Kantor harus menata jarak, dan menjadi bagian dari cara baru berkantor.
Ia meyakini bisnis perkantoran yang melemah saat ini akan terus beradaptasi dan kebutuhan ruang kantor akan kembali pulih sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi. Kantor merupakan pusat aktivitas manusia, serta sejalan dengan bisnis komersial dan sosial yang bertumbuh, permintaan ruang kantor tetap akan terjaga.