Asosiasi Pengusaha Indonesia mendukung penegakan terhadap kapal-kapal asing ilegal. Tudingan bahwa kapal asing membayar 300.000 dollar AS agar dilepas TNI AL dinilai mengganggu kedaulatan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini dan Edna Caroline Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia menyatakan mendukung penegakan hukum kemaritiman dan kedaulatan RI terhadap kapal-kapal asing ilegal yang masuk ke Indonesia. Penegakan hukum perlu dijalankan secara konsisten.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengemukakan, pihaknya mendukung sepenuhnya tindakan hukum atas pelanggaran di wilayah perairan Indonesia, yakni sanksi hukum terhadap masuknya kapal asing yang tidak memiliki izin. Pihaknya menekankan pentingnya supremasi hukum untuk kedaulatan wilayah NKRI, termasuk laut, udara, dan darat.
Hariyadi menilai kedaulatan RI kerap diganggu oleh masuknya kapal-kapal asing yang tidak berizin, baik kapal kargo, tanker, maupun kapal perikanan yang mencuri ikan, dengan beragam modus, seperti mematikan mesin dan seolah terbawa arus. Penindakan tegas diperlukan terhadap kapal-kapal yang mencuri atau menyelundupkan barang keluar- masuk di Indonesia.
Namun, di sisi lain, jangan sampai pelaku kapal asing yang melanggar dan diinvestigasi mulai membuat beragam tuduhan dan membuat kegaduhan yang merugikan kedaulatan Indonesia, penegakan hukum dan berimbas merugikan dunia usaha. Hal itu merespons informasi yang beredar terkait sejumlah kapal asing yang diberitakan diminta melakukan pembayaran masing-masing 250.000-300.000 dollar AS agar dibebaskan oleh Angkatan laut Indonesia.
”Ini menjadi pesan terhadap dunia internasional bahwa pihak yang tidak punya itikad baik terhadap kedaulatan Indonesia agar diproses hukum. Tapi, jangan sampai juga hal yang bersifat fitnah di-blow-up ke internasioonal dan merugikan kita dalam penegakan hukum, serta berdampak merugikan dunia usaha,” kata Hariyadi, dalam konferensi pers, Kamis (18/11/2021).
Hariyadi memperingatkan para pihak untuk menghormati kedaulatan Indonesia. Maskapai internasional yang perlu sandar atau lego jangkar di perairan Indonesia perlu mencari tempat, serta membayar retribusi ke Pemerintah Indonesia. ”Harus dipahami maskapai internasional untuk mematuhi peraturan sandar dan labuh jangkar, serta membayar sesuai ketentuan,” ujarnya.
Landasan ilmiah
Media Lloyd’s List yang berbasis di Inggris, 9 November 2021 menyebutkan, TNI AL meminta pembayaran 250.000-300.000 dollar AS atau sekitar Rp 3,6 miliar hingga Rp 4,3 miliar untuk melepaskan kapal-kapal komersial yang secara ilegal melego jangkar di sekitar Bintan dan Batam. Kepala Staf TNI AL Laksamana Yudo Margono membantah hal ini dan mengatakan, isu tentang Selat Singapura sering dimunculkan, terutama saat Indonesia menegakkan hukum secara ketat sebagai bagian dari kedaulatan.
I Made Andi Arsana, dosen geodesi Universitas Gadjah Mada, Kamis (18/11/2021), menekankan, TNI AL perlu menerapkan pendekatan yang ilmiah dalam penegakan kedaulatan. Ia mengatakan, basis hukum yang ada, yaitu United Nation Convention on Law of the Sea (Unclos), harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh Indonesia.
Inti dari keberatan kapal-kapal niaga itu adalah karena mereka dianggap melanggar Pasal 19 Unclos. Pasal 19 tersebut mengatur hak lintas damai kapal-kapal asing di laut teritorial negara kepulauan, seperti Indonesia. Ada banyak syarat lintas damai yang tidak boleh dilanggar, seperti tidak boleh menggunakan kekuatan, tidak boleh melanggar undang-undang setempat, tidak boleh mengumpulkan informasi, tidak boleh bongkar muat komoditas yang bertentangan dengan aturan negara setempat dan tidak boleh menghalangi jalan.
Made Andi menggarisbawahi Indonesia harus bisa membuktikan bahwa ada pelanggaran yang dilakukan kapal asing. Pembuktian ini harus cukup kuat sehingga kapal-kapal itu tidak bisa menghindari hukuman yang prosesnya juga harus cepat dan adil. ”Misalnya ada foto satelit yang detail atau drone yang menunjukkan aktivitas kapal itu dari berbagai situasi dan waktu,” kata Made Andi.