Sepatu dan Lagu di Kunjungan Kerja Presiden Jokowi
Setiap kunjungan kerja Presiden Joko Widodo menyisakan cerita yang berbeda. Lain tempat, lain pula ceritanya. Dua hari mengunjungi Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat, pada Jumat (9/6) dan Sabtu (10/6) lalu, menyisakan cerita tentang sepatu lari dan lagu. Cerita ini lebih ramai dibicarakan daripada kegiatan Presiden yang padat di wilayah itu.
Soal sepatu, tidak ada yang menyangka Presiden mengenakan sepatu lari berwarna abu-abu dan putih. Biasanya, sepatu lari seperti itu dipakai saat olahraga di sekitar Istana Bogor, Jawa Barat. Namun, kali ini sepatu tersebut dipakai untuk kunjungan kerja di kala para menteri, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), dan pejabat negara yang mengikutinya mengenakan pakaian formal.
Saya menyaksikan peristiwa itu pada Jumat (9/6) pagi, saat Presiden baru tiba di Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta. Presiden memadukan sepatu dengan celana jins biru dan baju putih lengan panjang yang biasa dipakainya. Saya langsung menangkap peristiwa itu dan memotretnya. Terlihat pada foto, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Iriawan, serta Menteri Kesehatan Nila Moeloek melihat ke bagian kaki Presiden. Teten bahkan menutup mulutnya yang mengulum senyum.
Merasa diperhatikan, Presiden terlihat santai dengan perhatian orang-orang di sekitarnya. Tak lama setiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Presiden menuju pintu pesawat CN-295 yang akan membawanya ke Tasikmalaya, Jawa Barat. Hormat Presiden tetap tegak dengan pakaian santai Jumat pagi itu.
Sebelum masuk pesawat, Teten Masduki menyapa Presiden, ”Tumben, Pak, pakai jins.” Presiden merespons santai. ”Iya, sekali-kali,” kata Presiden.
Foto sejumlah rekan jurnalis, juga berita saya tentang itu, segera saya unggah di Kompas.id. Setibanya di Lanud Wiriadinata, Tasikmalaya, sekitar pukul 10.00, Presiden langsung menuju SMN 02 Tasikmalaya. Di SMPN 02, Presiden membagikan Kartu Indonesia Pintar kepada para siswa yang hadir. Saat Presiden terpikat oleh kepintaran seorang siswa SD kelas II bernama Feri, berita tentang sepatu lari Presiden sudah ramai di media sosial.
Dari sana, Presiden menuju Balai Kota Tasikmalaya untuk menyerahkan sertifikat tanah kepada warga, shalat Jumat di Masjid Agung, dan menyampaikan pidato singkat tentang pesan-pesan persatuan. Meskipun berita tentang kegiatan Presiden telah diunggah jurnalis, pembicaraan tentang sepatu itu lebih dominan.
Pembicaraan tersebut semakin menghangat hingga Presiden menuju lapangan di Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, untuk menyerahkan memberikan makanan tambahan dan memberikan kartu Program Keluarga Harapan.
Sepatu Presiden terlihat pas di medan lapangan yang nyaris tanpa rumput itu. Presiden harus menghadapi warga yang berdesakan mendekat kepadanya. Mereka ingin bersalaman, berfoto, atau sekadar menyapa, ”Pak Jokowi, Pak Presiden!”
Saya baru sadar, merek sepatu yang dikenakan Presiden sama dengan merek sepatu yang dipakai putra bungsungnya, Kaesang Pangarep. Hanya saja, hari itu Kaesang mengenakan sepatu warna hitam. Saya belum sempat menanyakan mengenai hal itu. Pertanyaan sementara saya simpan dan saya menunggu kesempatan berikutnya.
Dengan kegiatan yang sama, Presiden menuju Jalan Ahmad Yani, Gang Lengkong Pesantren II, Desa Lengkong Sari, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya. Lokasi pembagian bahan kebutuhan pokok harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 300 meter dari jalan besar. Lokasinya ada di pinggir empang, melewati gang selebar kurang dari 2 meter.
Saya mendekati Kaesang di gang sempit itu. Bicara dengan Kaesang gampang-gampang susah. Jika lagi dalam suasana hati yang bagus, lelaki yang aktif di media sosial ini enak diajak bicara. Namun, jika tidak, ikhlaskan apa pun yang terjadi. Dia anak presiden, ini yang perlu diingat.
Saya mengawali dengan sapaan, ”Hai Mas, wah, sepatu Bapak ramai diomongin di medsos (media sosial).” Kaesang tersenyum. Saya lega, bisa masuk lagi bicara yang lain. ”Bagaimana ceritanya Bapak bisa pakai sepatu dan celana jins itu?”
”Ha-ha-ha, itu (maunya) Bapak. Kalau sepatu, memang saya yang ngasih. Kalau celana, itu bukan pilihan saya. Pilihan saya tidak seperti itu,” kata Kaesang.
Saya tanyakan, mengapa Presiden hari itu menggunakan sepatu lari yang warnanya putih? Menurut Kaesang, dirinya sengaja memberikan sepatu lari agar enak dipakai untuk kegiatan ayahnya. Mobilitas Presiden memang tinggi. Bukan hanya acara resmi yang dihadirinya, melainkan sewaktu-waktu, seperti yang terlihat di Tasikmalaya, Presiden sering turun ke jalan membagikan paket bahan makanan kepada warga. Adapun warna putih abu-abu itu untuk memberikan kesan ngejreng dan kelihatan orang.
”Dengan mobilitas yang tinggi, kenyamanan mengenakan sepatu itu harus,” ujar Kaesang. Saya menyimak, tetapi masih penasaran, berapa nomor sepatu Presiden sebenarnya? ”Pengen tahu saja. Nomor sepatu saya 45. Kalau mau belikan saya, silakan,” katanya tertawa. Saya tahu, Kaesang sudah malas bicara panjang lebar. Sementara seorang anggota Paspampres yang mengawalnya sudah memberikan isyarat cukup.
Setelah membagikan kartu Program Keluarga Harapan, kami mendapat kesempatan wawancara langsung dengan Presiden. Kami menanyakan siapa yang menyarankan kepada Presiden untuk menggunakan sepatu lari dan celana jins. Ternyata memang benar, Kaesang dan Ibu Negara Iriana.
Lalu, bagaimana rasanya mengenakan jins dan sepatu lari untuk kerja? Presiden merasa enteng dan lebih ringan. Apakah penggunaan sepatu ini merupakan langkah untuk mendorong sebuah produk agar laku di pasaran? Presiden tertawa lepas. Yang jelas, semakin enteng dan kencang larinya.
Pertanyaan berikutnya lebih tajam, apakah penggunaan sepatu karena untuk mendorong agar produk itu laku? Presiden tertawa lepas. Tidak menjawab pertanyaan itu. Sejak awal, kami penasaran, mengapa Kaesang memberikan sepatu merek yang sama dengannya kepada Presiden. Apakah ada sesuatu di balik itu? Pertanyaan ini tidak terjawab.
Sekitar pukul 15.30, Presiden menuju Hotel Santika, Tasikmalaya. Kami diberi waktu sampai pukul 17.00 untuk kembali bersiap buka di hotel. Tidak ada waktu banyak untuk leha-leha. Begitu yang biasanya terjadi ketika mengikuti ritme kegiatan Presiden. Di mana pun, kapan pun, jurnalis yang mengikutinya harus bisa memanfaatkan waktu mengirim berita. Sebisa mungkin persoalan teknis dapat diatasi, misalnya baterai habis atau sejenisnya.
Saya mulai menyusun berita harian, berikut tentang feature sepatu presiden. Saya merasa data dan informasi masih kurang. Saya menyusuri harga dan merek secara detail lewat internet. Sepatu presiden merek Nike itu merupakan seri Nike Lunarepic Low Flyknit 2 warna abu-abu dipadu putih. Sepatu lari itu dibanderol dengan harga Rp 2,389 juta pada situs http://store.nike.com. Menurut sumber yang sama, sepatu itu merupakan keluaran tahun 2017.
Saya buka dokumen sebelumnya, apakah Presiden pernah mengenakan sepatu lari dan jins saat kunjungan kerja. Saya menemukan informasi, Presiden pernah mengenakan celana jins saat mengunjungi latihan puncak Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Natuna, Kepulauan Riau, Jumat, 19 Mei. Namun, sepatu lari baru kali ini dipakai Presiden dalam kunjungan kerjanya.
Saya beruntung mengamati internet. Ada rekan yang memberitahukan bahwa Kaesang membuat video blog tentang sepatu ayahnya. Saya kaget. Kapan video blog itu dibuat? Bukannya jadwal Presiden sangat padat. Siapa yang mengedit dan mengunggahnya.
”Lha, siapa lagi, Mas. Saya sendiri. Itu juga sepatu bapak yang dilepas saya pakai review,” kata Kaesang. Video blog Kaesang itu berjudul #RIPIU Sepokat Bapak di akun Youtube-nya. Dalam video yang bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=tZx1b1FwXB8 itu, Kaesang mengulas sepatu yang dipakai ayahnya. Ulasan sepertinya dibuat di sebuah kamar hotel di Tasikmalaya pada Jumat sore saat jeda kegiatan presiden. Sejak diunggah pada 9 Juni sore hingga 15 Juni, video berdurari 2 menit 22 detik itu sudah dilihat 282.411 kali.
Esok harinya, Sabtu (10/6), tidak hanya pengguna internet yang menyoroti sepatu presiden. Warga kantor Kepala Desa Sindangkasih Ciamis, Jawa Barat, juga mengikuti pemberitaan tentang sepatu presiden itu. Saat membagikan 3.000 paket bahan pokok makanan, seorang ibu berseru, ”Pak, sepatunya bagus ya.” Presiden tersenyum, lantas membalasnya dengan mengatakan, ”Dibeliin sama anak saya ini,” ujar Presiden.
Kado istimewa
Di Ciamis, Presiden mendapat kado istimewa dari santri Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam di Desa Dewasari, Kecamatan Ciamis. Sebuah lagu yang dibuat dan dinyanyikan khusus untuk Presiden. Siang itu, Presiden mendatangi pesantren yang menurutnya bagus penataannya. Tidak banyak pesantren yang memiliki penataan sebagus Ponpes Darussalam. Presiden siang itu melakukan shalat Dzuhur berjemaah dengan para menteri, pengasuh pesantren, termasuk jurnalis yang meliput.
Pesantren itu merupakan salah satu dari empat pesantren yang dikunjungi Presiden dalam dua hari kunjungan kerjanya di Tasikmalaya dan Ciamis. Setiap kali mengunjungi pesantren, Presiden selalu menyampaikan pesan persatuan, pandangannya terhadap pandangan komunisme, dan memberikan pemahaman tentang keberagaman yang ada di Indonesia. Tidak semua pesantren tersebut merupakan basis massa pendukung Presiden dalam pemilu tahun 2014.
Santri Ponpes Darussalam antusias menyambut kedatangan Presiden. Selain aktif menjawab kuis yang dilontarkan Presiden, ada kejutan di ujung pertemuan. Pembawa acara menyampaikan, paduan suara Ponpes Darussalam akan menyanyikan lagu untuk Presiden.
Lagu itu berjudul ”Joko Widodo untuk Indonesia”. Lirik lagu digarap oleh Fadlil Yani Ainusyamsi, sedangkan aransemen lagu oleh Khairussalaihin. Beginilah lirik lengkap lagu itu:
Di relung sukma bangsa
terpatri namanya
membangun manusia Indonesia
bersama jaga sumber daya
rakyat pun sentosa memupuk cinta mengharumkan nama bangsa
Reff :
penuhi janji
kemerdekaan negeri
sebagai bakti
Kepada ibu pertiwi
Bulatkan tekad
menggapai cita-cita
teriring doa pada yang kuasa
Joko Widodo untuk Indonesia.
Presiden senyum-senyum menyimak lagu itu hingga selesai. Begitupun menteri Kabinet Kerja yang mendampingi Presiden di acara itu. Seusai paduan suara Ponpes Darussalam menyanyikan lagu itu, tepuk tangan bergemuruh di gedung pertemuan. Sebagian pendengar memprediksi lagu itu berpeluang menyaingi lagu sebuah partai politik yang sedang populer di masyarakat.