Mencoba Memahami Kenikmatan Berselancar…
Dalam dunia jurnalisme, keberadaan seorang wartawan di lokasi kejadian saat sebuah peristiwa terjadi, bahkan berinteraksi langsung dengan peristiwa itu, menjadi sebuah tuntutan profesi. Seorang wartawan tidak cukup hanya menghimpun informasi dari pernyataan si A, si B, atau si C. Mengalami secara langsung karena itu menjadi tantangan bagi wartawan.
Sudah cukup lama penulis bertanya-tanya dalam hati, ketika melihat banyak turis asing dengan semangat tinggi menenteng papan selancar, membawanya di sepeda motor, bahkan juga rela dengan susah payah mengurus perizinan untuk memasukkan dan mengeluarkan papan selancar dari bandara.
Apa yang membuat mereka begitu menggilai selancar atau surfing? Apakah olahraga itu tidak membahayakan karena sering kali seorang peselancar jatuh ke dalam deburan ombak yang suaranya saja sudah terdengar menggelegar?
Oleh karena itulah, ketika penugasan datang untuk meliput Rip Curl Cup Padang Padang 2017 di Pantai Padang Padang, Pecatu, Bali, yang ada pertama-tama dalam pikiran penulis adalah keharusan untuk mencoba dan belajar berselancar sehingga bisa memahami dengan baik bagaimana kesulitan, sekaligus kenikmatan olahraga yang cukup populer di Indonesia itu.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Pihak pengundang rupanya memahami hal itu dan memberikan kesempatan untuk belajar surfing. Lokasinya tidak di Pantai Padang Padang karena ombaknya dianggap terlalu membahayakan bagi pemula, tetapi di Jimbaran yang pantainya lebih landai dan bebas dari karang.
Tujuh wartawan pun kemudian bergabung untuk belajar berselancar, dengan didampingi seorang instruktur yang disediakan hotel tempat kami menginap. Cuaca di Bali yang ketika itu cenderung mendung sepanjang hari, dengan hujan yang kerap kali turun, tidak menyurutkan niat kami untuk belajar berselancar. Toh, sama saja, di laut pun kami akan bermain dengan air.
Empat gerakan dasar
Sesampainya di Pantai Jimbaran, hujan rintik-rintik kembali turun, tetapi semangat kami lebih kuat untuk tidak terganggu dengan hujan itu. Satu per satu papan selancar diturunkan dari atas mobil. Kami pun satu per satu harus membawa papan selancar ke bibir pantai.
Papan selancar bagi pemula, yang ukurannya besar, dengan panjang sekitar 3 meter, lebar papan maksimal 80 cm, dan kedua ujungnya berbentuk bulat, terbilang cukup berat. Beda sekali dengan papan selancar bagi kalangan profesional yang dimensinya lebih kecil dan ujung-ujungnya lancip.
Sesi belajar pun dimulai. Papan selancar diposisikan berjejer dan masing-masing menempati papan selancarnya. Gerakan dasar berselancar ternyata cukup sederhana, dimulai dengan belajar mengayuh di atas papan selancar.
Pada gerakan awal ini, seorang peselancar tidur tengkurap di atas papan selancar, kepala agak diangkat menghadap ke depan, dengan posisi ujung kaki berada sekitar satu jengkal dari ujung papan selancar. Itu artinya posisi peselancar relatif berada agak di bagian belakang papan selancar, tujuannya agar papan bisa dengan mudah bergerak di permukaan air laut. Kayuhan dilakukan secara bergantian antara tangan kiri dan kanan.
Posisi kedua adalah meletakkan kedua tangan di samping perut, kemudian mengangkat dada hingga lutut ikut terangkat dan kepala tetap memandang ke depan. Posisi kedua ini kemudian dilanjutkan dengan posisi ketiga, yaitu menarik kaki yang paling kuat maju ke tengah badan dengan posisi dimiringkan.
Jika kaki paling kuat ada pada kaki kanan (seperti gerakan squat jump, tetapi dengan posisi kaki di papan miring), posisi badan Anda kemudian akan agak miring ke kanan. Akan tetapi, jika kaki terkuat Anda adalah kaki kiri, posisi badan akan agak miring ke kiri. Pada posisi ketiga ini, Anda praktis sudah berada dalam posisi setengah jongkok dengan ditopang kedua tangan di sisi-sisinya.
Posisi terakhir adalah menarik kaki kita yang di belakang menuju depan, dengan badan setengah berdiri (lutut tetap dibengkokkan) dan kedua tangan diposisikan di samping badan untuk menjaga keseimbangan. Posisi dari jongkok menuju berdiri inilah yang pada praktiknya agak sulit dilakukan dan butuh adaptasi beberapa kali. Pada posisi berdiri, tubuh kita tetap dalam kondisi miring dan hanya kepala yang memandang lurus ke depan.
Setelah berlatih keempat gerakan itu beberapa kali di pantai, uji coba di laut pun dimulai. Kondisi air laut yang ternyata dingin, perkiraan penulis dibawah 20 derajat celsius, bisa diatasi dengan semangat menggebu untuk segera mencoba berselancar di laut. Kondisi ombak yang tidak cukup besar membuat kami harus bersabar menunggu. Baru ketika ombak besar akan datang, instruktur pun memerintah kami untuk segera mendayung.
”Paddle… paddle yang cepat!” perintah instruktur, membuat kami langsung bergerak mengayuh di atas papan seluncur dalam posisi lurus dengan ombak di belakang kami. Benar saja, ombak besar pun datang, penulis pun merasakan dorongan cukup kuat ke depan.
”Ayo, naik, naik, berdiri…,” perintah sang instrukur lagi.
Penulis kemudian mencoba berdiri, tetapi pada tahap awal ini memang sangat sulit. Sebelum bisa berdiri tegak, ombak langsung menghantam dan penulis pun terlempar dari papan seluncur. Meski terbawa gulungan ombak, pengalaman itu justru membuat semangat kami semakin tinggi. Dan kami pun yang sama-sama tidak bisa langsung berdiri hanya tertawa dengan kegagalan di uji coba perdana ini. Uji coba kedua dan ketiga pun berakhir dengan kegagalan, bahkan papan selancar pun membentur kepala, untungnya tidak menyakitkan.
Tekad untuk bisa berdiri di atas papan selancar pun semakin besar. Penulis pun memilih lebih menjauh dari pantai agar kesempatan mendapatkan ombak untuk berselancar menjadi lebih besar. Pilihan itu ternyata tidak salah, begitu ombak datang, instruktur kami langsung mendorong papan dan memerintahkan kami untuk mengayuh.
Begitu dorongan ombak mulai terasa semakin kuat, penulis pun langsung mengambil posisi kedua. Setelah merasakan keseimbangan cukup terjaga, dilanjutkan dengan posisi ketiga dan keempat. Hasilnya… penulis pun bisa berdiri di atas papan dan meluncur sekitar 50 meter mendekati pantai.
Sorak-sorai kegirangan pun tak tertahankan saat meluncur bersama ombak itu. Sensasinya sungguh luar biasa, jauh lebih asyik ketimbang meluncur dengan sepeda atau papan skateboard.
Setelah keberhasilan pertama itu, kepercayaan diri pun tumbuh semakin besar dan untuk bisa berdiri lagi di atas papan menjadi jauh lebih mudah. Kuncinya adalah mendapatkan ombak yang cukup kuat untuk mendorong papan selancar kita dan mengayuh dengan cepat agar tidak kehilangan momentum datangnya ombak itu.
Lelah, tapi ketagihan
Mengalami langsung berselancar memang memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa banyak orang menggilai selancar dan mau bersusah payah membawa papan selancar ke mana-mana. Begitu kita bisa berdiri di atas papan selancar, ketagihan berselancar pun mulai dirasakan. Tak mengherankan jika juara Rip Curl Cup Padang Padang dua kali, Mega Semadhi, mengungkapkan, setiap kali berlatih, dia berada di laut tidak pernah kurang dari dua jam.
”Di laut waktu benar-benar tidak terasa saking asyiknya. Apalagi kalau bisa tubing…,” ujarnya. Tubing adalah tingkatan tahap mahir bagi peselancar, ketika seorang peselancar memanfaatkan ”terowongan” yang terbentuk dari sebuah ombak besar, dengan bermain di dalam ”terowongan ombak” itu.
Tidak mengherankan pula apabila postur tubuh para peselancar umumnya ramping karena berselancar menghabiskan energi tidak sedikit. Gerakan mengayuh dalam berselancar bisa membakar energi hingga 1.000 kalori dalam sejam. Penulis pun akhirnya menyelesaikan berselancar dalam 40 menit karena kelelahan dan juga semakin jarangnya ombak besar menuju Pantai Jimbaran.
Berselancar di Pantai Jimbaran itu barulah pembuka. Pada hari berikutnya, ombak cukup besar benar-benar membuat penulis tidak tahan untuk tidak turun ke laut dan menyewa papan selancar.
Tarifnya Rp 100.000 untuk satu jam. Jika ditambah sesi belajar, tarifnya naik menjadi Rp 250.000 per satu jam. Setelah bisa berdiri, godaan untuk mengendalikan papan selancar berbelok ke kiri atau ke kanan pun menjadi tantangan berikutnya.
Perjalanan masih sangat jauh untuk menjadi seorang peselancar mahir seperti Semadhi. Namun, jika sebagai pemula saja nikmatnya sudah luar biasa, apalagi jika sudah bisa tubing seperti Semadhi. Untuk sementara ini, cukuplah dulu sebagai pemula….