Umrah Bersama Jusuf Kalla, Dikawal Tentara Arab Saudi
Nyaris tanpa guncangan berarti, pesawat Kepresidenan Republik Indonesia Boeing Business Jet 2, Sabtu (21/10), mendarat di landasan pacu Bandar Udara Internasional Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz, Madinah. Kami singgah di Arab Saudi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menunaikan ibadah umrah.
Perjalanan Wapres ini adalah perjalanan informal. Wapres Kalla dan rombongan singgah di Arab Saudi setelah kunjungannya di Turki untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi D-8, Kelompok Delapan Negara Berkembang. Jadi, ibaratnya, kami mampir dalam perjalanan pulang. Saya yang meliput kegiatan Wapres di Turki dengan menumpang pesawat kepresidenan jadi ikut singgah di Tanah Suci.
Karena ini kunjungan informal, protokol Sekretariat Wakil Presiden menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam format informal. Rombongan Jusuf Kalla tidak ingin merepotkan Pemerintah Arab Saudi karena memang bukan kunjungan kenegaraan. Walau Setwapres menginformasikan kehadiran Wapres kepada Kerajaan Arab Saudi, hal itu sebagai upaya kulo nuwun saja.
Atas dasar kunjungan informal itu pula, Setwapres menyiapkan hotel, kendaraan, tim pendamping, hingga kebutuhan logistik termasuk makanan. Persiapan disusun sedemikian rupa sehingga ibadah umrah Jusuf Kalla dapat berjalan lancar dari awal hingga akhir.
Hanya sehari sebelum meninggalkan Istanbul, Turki, Jumat (20/10), protokol Kerajaan Arab Saudi tiba-tiba meminta pertemuan dengan tim Setwapres. Ketika bertemu, ternyata mereka langsung mempresentasikan rencana pengawalan dan pelayanan terhadap Wapres Kalla.
Kerajaan Arab Saudi berencana mengawal rombongan Wapres sejak tiba di Madinah. Kemudian, menyediakan akomodasi dan transportasi berupa dua bus besar, empat sedan Mercedes-Benz, yang dua di antaranya merupakan kendaraan antipeluru, termasuk pengemudi. Kebutuhan makanan bahkan akan disuplai selama rombongan berada di Madinah, Jeddah, dan Mekkah.
Protokol Arab Saudi langsung bersikeras supaya rombongan Wapres menerima layanan mereka. Arab Saudi juga menegaskan, layanan yang diberikan adalah layanan terbaik setingkat layanan tamu negara.
Meski demikian, Setwapres justru terkejut. Mereka tidak dapat berkomentar. Mereka hanya terperangah.
Mengubah rencana
Rofiq, petugas Biro Protokol Setwapres, kemudian menjelaskan, tidak mudah untuk mengubah persiapan yang sudah dilakukan. ”Barang-barang tim pendahulu sudah tiba di Arab Saudi dan keperluan Wapres selama ibadah umrah sudah disiapkan hotel,” ujarnya.
Setwapres bahkan sudah membayar di muka untuk semua pesanan kamar hotel, alat transportasi, hingga makanan. Pembayaran ini juga tidak dapat ditarik kembali meskipun Wapres Kalla dan rombongan tidak menempati hotel yang dipesan. Hal itu disebabkan singkatnya jeda waktu pembatalan dengan waktu kedatangan.
Walaupun demikian, Kepala Biro Protokol Setwapres Sapto Harjono Wahjoe Sedjati tetap melaporkan perkembangan itu kepada Wapres Kalla. Wapres kemudian memutuskan untuk menerima saja pengawalan dan pelayanan dari Kerajaan Arab Saudi.
Namun, kamar hotel yang sudah dipesan kemudian tidak dibatalkan. Kamar hotel masih dapat digunakan oleh rombongan Wapres yang lain, dan ada pertimbangan ketersediaan akomodasi cadangan seandainya terjadi hal-hal yang di luar prediksi.
Begitu mendarat di Madinah, Wapres Kalla langsung disambut pejabat pemerintah setempat. Puluhan tentara Kerajaan Arab Saudi juga langsung melakukan pengawalan melekat. Hampir 50 persen dari tentara itu menyandang senapan laras panjang.
Dari bandara, kami langsung menuju Masjid Nabawi, di mana terletak makam Nabi Muhammad SAW. Kami berdoa di raudah yang berarti taman, yaitu area antara rumah Nabi dan mimbar khotbah. Tempat ini dikenal sebagai tempat yang baik untuk memanjatkan doa.
Beranjak sore, kami menuju hotel untuk makan siang dan berganti dengan baju ihram, baju yang terdiri atas dua lembar kain putih. Baju ini dipakai untuk menjalankan ibadah umrah.
Melepas yang belum dilepas
Menjelang petang, pesawat kepresidenan yang kami gunakan lepas landas dari Madinah menuju Mekkah dengan jarak tempuh 450 kilometer.
Sesaat setelah mengudara, salah satu anggota rombongan, yaitu Adam Suryadi, memberikan pengumuman. Dia meminta para lelaki yang masih memakai celana dalam agar segera melepasnya. Tentu saja, semua orang paham bahwa di balik pakaian ihram tidak boleh lagi ada pakaian. Namun, pengumuman itu sungguh mengingatkan kami bahwa kini kami harus fokus ke ibadah.
Penerbangan malam itu kemudian seolah menjadi penerbangan tercepat dalam hidup saya. Malam itu tidak pernah saya bayangkan akan terjadi. Malam itu adalah malam ketika untuk pertama kalinya saya akan mengunjungi Kabah, pusat episentrum ibadah umat Islam.
Malam itu adalah malam ketika untuk pertama kalinya saya akan mengunjungi Kabah, pusat episentrum ibadah umat Islam.
Malam itu, sudah dengan pakaian ihram, kami tiba di Makkah Guest Palace (MGP). Sebagai salah satu istana milik kerajaan, tempat ini biasanya digunakan keluarga raja dan tamu kerajaan untuk menginap.
Tempat tersebut begitu dekat dengan Masjidil Haram, bahkan lebih dekat dari hotel paling mahal di seluruh kota Mekkah sekalipun. Huzaifah, pemuda asal Bali, yang menjadi pemandu ibadah haji rombongan Wapres Kalla, mengatakan, lokasi MGP menempel Masjidil Haram. Hanya butuh waktu lima menit berjalan kaki dari MGP ke Masjidil Haram.
Dari kamar tidur saya di kamar 701 MGP terlihat area masjid dan atap Kabah. Kamar tidur Wapres Kalla berada di lantai 12. Dari kamar kami, suara azan begitu jelas terdengar.
Tidak lama setelah menaruh barang bawaan, kami langsung bergegas menuju Masjidil Haram. Prosesi umrah diawali dengan shalat sunah, lalu tawaf (berjalan kaki memutari Kabah sebanyak tujuh kali). Hitungan tawaf dimulai dan diakhiri dengan posisi yang sejajar dengan Hajar Aswad, yaitu batu di salah satu dinding Kabah yang diyakini umat Islam berasal dari surga.
Meski bukan musim haji, tawaf malam itu lumayan ramai. Sebagian jemaah umrah memang mengincar waktu setelah isya supaya terhindar dari panas terik matahari.
Rombongan Wapres berbaur dengan seluruh umat Islam dari penjuru dunia. Ketika tawaf dijalani, kami mendengar lantunan doa yang bersahut-sahutan. Rombongan Wapres pun bergerak dengan relatif kompak. Kami mengikuti komando pemandu, dan bergerak tidak terburu-buru.
Spontanitas yang tidak mulus
Setelah tawaf ketujuh berakhir, muncul rencana spontan untuk mencium Hajar Aswad. Karena jemaah malam itu memang cukup banyak, dibutuhkan teknik khusus untuk menembus pergerakan jemaah menuju Hajar Aswad.
Dari puluhan anggota rombongan, hanya Jusuf Kalla yang berhasil mencium Hajar Aswad. Keberhasilan Kalla pun berkat bantuan tentara Arab. Sementara anggota rombongan yang lain tidak dapat mendekat karena massa yang berdesak-desakan dan saling dorong. Harus diakui, sebelumnya kami tidak menyiapkan strategi untuk mencium Hajar Aswad.
Malam itu juga, kami meneruskan ibadah dengan menjalankan ibadah sai, yaitu berjalan dan berlari kecil sebanyak tujuh putaran di antara Bukit Shafa hingga Bukit Marwah. Ibadah ini merupakan napak tilas perjalanan Nabi Ismail dan ibunya, Siti Hajar, mencari sumber air di sekitar tempat itu.
Saat melintasi dua jalur yang terpisah kanan dan kiri itu, saya teringat kepada Presiden Soekarno. Pemisahan jalur itu dibuat atas usul Soekarno kepada Raja Saud bin Abdulaziz agar jemaah tidak bertabrakan. Raja Saud mewujudkan usulan itu sehingga kini jemaah umrah maupun haji dapat menjalankan ibadah sai dengan lancar.
Baca: Peran Soekarno dalam Pelayanan Ibadah di Mekkah
Meski harus berkeliling tujuh putaran, Jusuf Kalla dalam usianya yang ke-75 tahun bersemangat didampingi Ny Mufida. Selama berkeliling itu, puluhan tentara kerajaan terus mengawal kami dengan penuh kewaspadaan.
Di putaran ke tujuh, sai berakhir di Bukit Marwah yang ditandai dengan tahalul, pemotongan sebagian rambut jemaah umrah.
Malam itu, rambut Kalla dipotong Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafrudin. Adapun Kalla memotong rambut Ny Mufida, dan anggota rombongan lain. Beberapa anggota jemaah kemudian menyodorkan kepalanya kepada Kalla agar rambutnya dipotong. Kalla sama sekali tidak keberatan memotongnya.
Rangkaian ibadah ini baru berakhir pukul 23.00 waktu setempat, atau hari Minggu (22/10) pukul 03.00 dini hari waktu Indonesia barat.
Letih, lega, dan haru kami rasakan. Sambil melipir, saya mendekati tempat penampungan air zamzam dan menuangnya dalam gelas. Air ini diambil dari sumber air yang ditemukan Ismail dan Siti Hajar di antara Bukit Safa dan Bukit Marwah. Rasanya segar. Air zamzam, bagi saya, memang terasa selalu segar saat mengalir masuk ke tenggorokan.
Menjelang tengah malam, kami baru kembali ke MGP, tempat kami menginap.
Hari Minggu (22/10) waktu setempat, Jusuf Kalla berencana menjalani ibadah penuh. Menjelang tengah hari, tentara Arab pengawal Kalla dan rombongan bekerja sama dengan pihak Masjidil Haram, merencanakan skenario untuk mencium Hajar Aswad dengan lebih tenang.
Rencana ini dijalankan tepat menjelang pelaksanaan shalat Zuhur berjemaah. Saat itu, putaran tawaf terhenti karena semua orang hendak menjalankan shalat berjemaah.
Rombongan kami, yang dikawal ketat tentara, didampingi hingga tepat di dekat lubang Hajar Aswad. Ketika memasuki lubang sebelum akhirnya mencium Hajar Aswad, saya merasakan suasana yang sangat hening dan tenang selama beberapa detik.
Ketika memasuki lubang sebelum akhirnya mencium Hajar Aswad, saya merasakan suasana yang sangat hening dan tenang selama beberapa detik.
Namun, tak lama kemudian terdengar teriakan petugas masjid, ”Jalan, jalan!” Teriakan itu terdengar aneh karena diucapkan oleh petugas masjid dalam bahasa Indonesia. Entah dari mana dia tahu? Akan tetapi, di Mekkah, kata-kata dalam bahasa Indonesia kerap diucapkan pedagang Arab, tukang kebersihan masjid, atau warga Arab keturunan Indonesia.
Kami pun menjauh dari Hajar Aswad dengan tatapan mata ribuan orang yang seolah tidak percaya dengan pengawalan istimewa yang kami dapatkan.
Pohon Soekarno penghias Arafah
Sore harinya, kami memanfaatkan waktu untuk berkelana menyusuri kota Mekkah di luar musim haji. Jalanan kota Mekkah terlihat lengang. Populasinya tidak sampai dua juta orang.
Sementara di luar kota, yaitu di Mina, terlihat ribuan tenda kosong tanpa penghuni. Pada musim haji, tenda-tenda ini terisi jutaan orang yang menunaikan ibadah haji. Adapun di Padang Arafah, kami melihat pegunungan tandus walau di sisi kanan kiri jalan terdapat pepohonan. Itulah pohon-pohon yang disebut orang sebagai pohon Soekarno. Berdasarkan cerita warga setempat, pohon-pohon itu dulunya pemberian Soekarno. Tanpa pepohonan itu, Arafah sepertinya terlihat sangat gersang.
Berdasarkan cerita warga setempat, pohon-pohon itu dulunya pemberian Soekarno. Tanpa pepohonan itu, Arafah sepertinya terlihat sangat gersang.
Tidak terasa, kami sudah tiga hari di Mekkah. Senin (23/10), seusai shalat Subuh, Jusuf Kalla menunaikan tawaf wada, yaitu tawaf perpisahan sebelum meninggalkan Mekkah.
Meski rangkaian ibadah sudah selesai, Jusuf Kalla tetap dikawal. Pengawalan dan layanan dari Kerajaan Arab Saudi kepada Kalla jelas sebuah penghormatan. Mereka merasa dihargai saat pemerintah menyambut dengan baik Raja Salman saat datang ke Indonesia pada awal Maret 2017.
Mereka juga menghargai Jusuf Kalla yang bersedia hadir saat peringatan ulang tahun ke-87 Kerajaan Arab Saudi di Jakarta, September lalu. Saat itu, Kalla ikut melakukan tarian pedang, tarian tradisi masyarakat Arab. ”Mau ikut dalam tarian pedang, maknanya dalam bagi masyarakat Arab,” kata Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel.
Senin pagi itu, saya kemudian memutuskan untuk berpisah sejenak dari rombongan. Saya belum puas. Saya kemudian kembali melakukan tawaf walau kali ini tanpa pengawalan.
Saya tidak rela meninggalkan Mekkah sebelum memanjatkan doa di depan pintu Kabah dan Hijir Ismail, bangunan setengah lingkaran di salah satu sisi Kabah. Saat berada di depan pintu Kabah dan Hijir Ismail, saya panjatkan doa terbaik untuk keluarga, guru, orangtua, dan tentunya negara tercinta.
Saya panjatkan doa terbaik untuk keluarga, guru, orangtua, dan tentunya negara tercinta.
Saat-saat terakhir saya berada di Masjidil Haram, saya merasakan pengalaman spiritual yang sangat pribadi, rasanya dekat dengan Sang Khalik. Setelah itu, plong. Saya ikhlas meninggalkan Mekkah.