Di Balik Panggung Tokyo Motor Show 2017
Pameran otomotif Tokyo Motor Show yang dilangsungkan setiap dua tahun sering dianggap sebagai kiblat perkembangan industri otomotif di kawasan Asia, bahkan dunia. Wajar saja mengingat berbagai produsen mobil terkemuka dunia berasal dari ”Negeri Matahari Terbit” tempat pameran itu digelar.
Tahun ini, Kompas kembali mendapat kesempatan meliput pameran otomotif akbar tersebut dengan mengirimkan dua wartawan. Mahdi Muhammad, menghadiri pameran dengan mengikuti rombongan PT Toyota Astra Motor (TAM), sementara C Anto Saptowalyono mengikuti rombongan PT Honda Prospect Motor (HPM).
Mereka tidak hanya meliput pameran tersebut, tetapi juga mendapat kesempatan eksklusif mengunjungi berbagai fasilitas dan menjajal produk-produk mutakhir dari dua produsen otomotif tersebut. Berikut ini kisah perjalanan mereka.
”Boyongan” wartawan otomotif
Ketika mendapat undangan untuk meliput Tokyo Motor Show (TMS) 2017 dari Toyota Astra Motor, saya sudah membayangkan hal-hal yang akan saya kejar selama peliputan. Termasuk membandingkan dengan pameran yang sama, Frankfurt Motor Show, yang pernah saya hadiri dua tahun sebelumnya.
Tentu saja akan menarik melihat dua pameran motor yang masuk kategori terbesar di dunia. Apalagi yang terakhir ini, Tokyo Motor Show 2017, berlokasi di negara yang memang menjadi salah satu kiblat otomotif dunia.
Sejak dua pekan sebelum keberangkatan, saya sudah mendengar kabar bahwa Toyota Motor Corporation (TMC) akan memperlihatkan beberapa produk barunya di TMS 2017. Mulai dari mobil konsep TJ Cruiser yang baru, Toyota Crown Concept dan Century, dua mobil eksekutif mereka, hingga tiga alat transportasi masa depan mereka yang disebut Toyota Concept-I, yang akan mengubah pandangan tentang arti sebuah kendaraan di masa depan.
Pada pertemuan itu pun dikabarkan bahwa kondisi cuaca di Tokyo pada akhir Oktober sedang tidak menentu. Menjelang musim dingin, cuaca bisa berubah-ubah. Terang kemudian hujan dan tentu saja suhu udara menjadi lebih dingin. Pengalaman Kompas, suhu cuaca di Tokyo bisa di bawah 10 derajat celsius dan berangin jelang malam.
Rouli H Sijabat, Public Relation Department Head TAM, berkali-kali mengingatkan kami, para jurnalis, agar tidak lupa membawa jaket tebal karena suhu udara yang mulai turun. Di samping itu, tidak lupa membawa semacam jas hujan karena memang dibutuhkan selama di sana.
Pada hari keberangkatan, Senin (23/10), cuaca Jakarta juga sedang tidak menentu. Sempat panas pada siang hari, jelang sore hingga malam, hujan tak berhenti mengguyur Ibu Kota. Alhasil, peta digital di telepon genggam pun memperlihatkan tanda merah darah pada jalan-jalan yang akan dilalui menuju Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten.
Namun, meski taksi yang menjemput sedikit terlambat dari waktu penjemputan yang diminta, Jalan Lingkar Luar Jakarta (JORR) yang dilalui Kompas sama sekali tidak terlihat kemacetan. Taksi pun tiba di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta tepat waktu.
Kompas memperkirakan total jumlah jurnalis otomotif Indonesia yang berangkat ke Tokyo malam itu 50 orang.
Di titik tempat kami berkumpul, pemimpin rombongan yang akan menjadi pengawal kami selama di Jepang membagikan berbagai dokumen, mulai dari paspor, boarding pass, hingga vitamin yang dibutuhkan. Jadwal kegiatan yang padat, dari pagi sampai akhir, membuat sekitar 27 anggota rombongan yang mayoritas adalah jurnalis otomotif harus tetap dalam kondisi prima.
Setelah persiapan usai, kami bergerak menuju gerbang keberangkatan yang ditentukan. Saat menunggu di gerbang, tak disangka kami bertemu para jurnalis otomotif lain yang akan berangkat ke Tokyo atas undangan perusahaan otomotif lain. Kompas memperkirakan total jumlah jurnalis otomotif Indonesia yang berangkat ke Tokyo malam itu 50 orang.
Sekitar pukul 23.30, pesawat Garuda Indonesia yang kami tumpangi meninggalkan Tanah Air menuju Tokyo, Jepang.
Jadwal padat bersama Toyota
Pesawat yang kami tumpangi tiba di Bandara Haneda, Tokyo, sekitar pukul 08.00. Dari bandara yang relatif berada di dekat pusat kota Tokyo ini, kami hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit menuju lokasi penginapan di kawasan Shinjuku.
Setelah mengambil bagasi, di dalam bus, pemimpin rombongan kami mengingatkan jadwal kami hingga beberapa hari mendatang sangat padat, termasuk hari itu, Selasa (24/10). Tiba di hotel, tak ada waktu untuk ”membayar” kantuk setelah terbang semalaman. Kami hanya punya waktu sekitar 40 menit untuk bersiap dan kembali ke bus guna diantar ke Happo-en untuk mendengarkan presentasi produk-produk unggulan TMC yang akan diperkenalkan pada Tokyo Motor Show.
Selama hampir empat jam, sejak pukul 13.30 hingga 17.30 waktu setempat, kami melihat dan mendengarkan presentasi yang disampaikan para pengembang produk Toyota. Seusai kegiatan itu, jurnalis dari puluhan negara pun menikmati makan malam di tempat yang sama sebelum kembali ke penginapan masing-masing.
Dua hari berikutnya, jadwal kami pun dimulai dari pagi-pagi sekali. Telepon dari manajemen hotel berdering sejak pukul 05.00, mengingatkan kami untuk segera bergerak dan sarapan karena bus yang akan mengantar kami ke acara pembukaan TMS 2017 akan berangkat tepat pukul 07.00. Perjalanan tersebut memakan waktu sekitar satu jam.
Kondisi cuaca Tokyo pada hari pembukaan (press-day) seperti yang diperkirakan. Dingin dan hujan. Kami pun bergegas untuk sarapan dan kemudian melompat ke bus agar tidak ketinggalan.
Lokasi TMS 2017 tak jauh dari Teluk Tokyo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tokyo Bay. Tokyo Big-Sight, lokasi yang memang dikhususkan untuk menjadi lokasi pameran berskala besar ini, telah digunakan sebagai lokasi TMS beberapa kali. Kompleks yang dibuka sejak tahun 1996 ini nantinya juga akan ikut digunakan sebagai arena beberapa pertandingan Olimpiade Tokyo 2020.
Dari dalam bus, terlihat antrean panjang para jurnalis yang akan masuk ke gedung. Lumayan. Mungkin sekitar 300 meter panjang antrean. Dalam kondisi cuaca yang dingin dan hujan, para jurnalis pun mengantre dengan tertib. Pukul 08.00, pintu masuk menuju gedung pun dibuka. Antrean perlahan menyusut.
Pukul 08.30 waktu setempat, selubung produk-produk terbaru TMC pun dibuka. Panggung utama yang digunakan sudah disesaki ratusan jurnalis dari seluruh dunia. Beruntung ada tempat di sudut kiri panggung yang bisa digunakan untuk melihat ke panggung. Walau tidak terlalu nyaman, cukup untuk menyaksikan presentasi TMC tentang Concept-I sepanjang lebih kurang 30 menit.
Seusai acara utama di booth Toyota itu, Kompas menyempatkan diri berjalan-jalan keliling ruang pameran. Mulai dari booth Lexus hingga Audi dan juga Mitsubishi pun Kompas sambangi. Namun, tenaga yang masih belum pulih membuat gerak menjadi sangat terbatas.
Dua hari berikutnya, Rabu (25/10) dan Kamis (26/10), rombongan jurnalis banyak beraktivitas di Yokohama. Pacifico Yokohama dan Hama Wing menjadi tujuan jurnalis datang ke kota tersebut. Selain mendengar presentasi tentang produksi energi terbarukan, buah kerja sama Toyota dengan masyarakat dan pemerintahan Yokohama, jurnalis juga mengunjungi lokasi kincir angin Hama Wing, yang digunakan sebagai tempat untuk memproduksi hidrogen sebelum dikirim ke stasiun pengisian bahan bakar untuk kendaraan-kendaraan hidrogen produksi TMC.
Hama Wing ini menjadi atraksi tersendiri karena memang bangunan ini tinggi menjulang di teluk Yokohama. Yang menjadi kendala adalah posisinya yang bersebelahan dengan pangkalan militer Yokosuka milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Pemimpin rombongan pun mewanti-wanti kami untuk tidak mengarahkan kamera ke arah pangkalan militer itu.
Sayang, kunjungan ke Hama Wing itu berlangsung sangat singkat. Teknologi energi terbarukan yang digagas dan bahkan sudah dipraktikkan oleh TMC menarik dipelajari lebih lanjut untuk dipraktikkan di Indonesia. Meski singkat, teknologi ini sangat menarik bagi Kompas karena wilayah Indonesia yang luas dan memiliki potensi untuk pengembangan energi ini.
Di Yokohama, kami juga mencoba teknologi baru dari Lexus dan model taksi terbaru besutan TMC, yang akan digunakan pada Olimpiade Tokyo 2020. Untuk taksi ini, model yang digunakan mengingatkan pada model London Cab atau taksi di kota London yang bentuknya sangat klasik meski dari segi kenyamanan taksi besutan TMC ini lebih nyaman dan tenang.
Riwayat perjalanan Honda
”Mesin tak pernah berbohong. Kesuksesan akan selalu datang jika mereka benar-benar bagus. Jadi, mari tunjukkan pada dunia apa yang sudah kita kerjakan. Dan mereka akan melihat Honda yang sesungguhnya.”
Kutipan kalimat yang disampaikan Soichiro Honda, sang pendiri Honda, tersebut tercantum sebagai pengantar dalam brosur Honda Collection Hall, gedung yang menampilkan beragam produk Honda dari dulu hingga kini.
Rombongan jurnalis yang diajak PT Honda Prospect Motor (HPM) meliput Tokyo Motor Show 2017 pun diantar menyaksikan beragam koleksi di gedung tersebut. Sebagai gambaran, Honda Collection Hall masih berada di kompleks Sirkuit Motegi, berjarak sekitar 2,5 jam perjalanan dari Tokyo.
Hari Selasa (24/10), begitu selesai mengikuti uji berkendara mobil Clarity Plug-in Hybrid dan Clarity Fuel Cell di sirkuit tersebut, kami pun berkesempatan mengunjungi Honda Collection Hall. Sebuah gedung yang menampilkan ikhtiar Honda menciptakan nilai untuk mobilitas dan hidup keseharian.
Pada kunjungan ke Honda Collection Hall tersebut, kami juga diajak mencoba Honda Walking Assist. Ini adalah peranti berteknologi robotik untuk membantu orang berjalan yang dapat digunakan dalam terapi.
Begitu peranti tersebut terpasang di pinggang, pemasangannya serupa ketika kita memakai sabuk, terasa ada perbedaan ketika kita melangkah. Langkah menjadi lebih ringan.
Saat menaiki tangga menuju lantai 2 Honda Collection Hall, petugas pemandu pun mematikan dan menghidupkan lagi peranti bantu jalan yang kami pakai tersebut. Ini memberi kami kesempatan membandingkan energi yang kami keluarkan saat memakai atau tidak memakai alat tersebut.
Sesi berikutnya kami diajak pula mencoba UNI-CUB Beta. Peranti robotik yang berwujud seperti kursi berbentuk mirip burung penguin ini memampukan orang berpindah dengan mudah dan unik.
Kita cukup menduduki peranti tersebut. Kita akan tetap berdiam di satu titik ketika posisi punggung kita tegak. Ketika punggung agak condong ke belakang, peranti itu akan membawa kita mundur. Begitu pula sebaliknya, ketika kita ingin bergerak maju, tinggal mencondongkan tubuh ke depan.
Ingin berhenti? Mudah, tinggal tegakkan lagi punggung kita dan peranti tersebut akan diam di tempat. Setelah asyik berputar-putar beberapa kali dengan peranti tersebut, kami pun bebas mengamati koleksi beragam produk Honda yang dipajang dari lantai 1 hingga 3 Honda Collection Hall.
Di satu sudut, saya berbicang dengan Presiden Direktur PT HPM Takehiro Watanabe mengenai aneka produk Honda tersebut. Watanabe pun menggamit saya untuk menuju area tempat memajang produk awal Honda: sepeda bermesin.
Didapatlah penjelasan bahwa selepas Perang Dunia II, Soichiro Honda memiliki obsesi—dan kemudian ide—untuk mengonversi mesin kecil penghasil tenaga pada radio penerima tentara Kekaisaran Jepang untuk menggerakkan sepeda. Inspirasi datang dari kepeduliannya terhadap sang istri, Sachi, yang harus mengayuh sepeda jauh dalam menjalani keseharian.
Sepeda bermesin yang menimbulkan keceriaan. Sekelumit kisah yang menggambarkan betapa teknologi mampu memberikan kemudahan dan kenyamanan, tak terkecuali dalam bertransportasi.
Sejarah pun kemudian mencatat kiprah Honda dalam menghasilkan berbagai produk. Kita pun dapat melihat aneka model sepeda motor, mobil, mesin dan alat pertanian, mesin penggerak kapal, robot, dan lainnya di Honda Collection Hall.
Kekuatan Honda dalam memproduksi beragam produk itu pun disampaikan CEO Honda Motor Co Ltd Takahiro Hachigo saat memberikan sambutan di booth Honda pada ajang The 45th Tokyo Motor Show 2017 di Tokyo, Rabu (25/10).
Produk-produk yang disebutkan oleh Hachigo telah membangun hubungan Honda dengan 28 juta pelanggan mereka di seluruh dunia. Di kesempatan tersebut, Honda pun mengenalkan berbagai produk yang dikembangkan dengan melihat era baru mendatang.
Menurut Direktur Pemasaran dan Pelayanan Purnajual PT Honda Prospect Motor Jonfis Fandi, TMS merupakan salah satu kiblat otomotif di Asia, baik dari sisi desain, teknologi, maupun fitur.
Ada asa agar teknologi-teknologi yang terus berkembang tersebut pun nantinya berangsur datang ke Indonesia. Sebuah asa yang tentunya harus dibarengi dengan penyiapan infrastruktur dan pengetahuan dalam menghadirkan produk berteknologi.