Menjelajahi Sumatera Barat dari Atas Sepeda Motor
Sumatera Barat telah lama dikenal karena keindahan alamnya yang masih terjaga hingga saat ini. Pegunungannya yang menghijau, ngarai-ngarainya yang tersohor, dan danau-danaunya yang begitu menawan. Belum lagi budayanya yang masih terpelihara.
Bicara soal keindahan alam Sumatera Barat, berulang kali saya memimpikan penjelajahan dengan sepeda motor. Apabila tanpa membawa keluarga, kiranya Sumatera Barat lebih tepat ditapaki dengan sepeda motor karena keindahannya dapat dinikmati tanpa berjarak.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kesempatan untuk mengeksplorasi kekayaan alam Sumatera Barat (Sumbar) dengan sepeda motor datang tanpa diduga. Perhelatan Tour de Singkarak 2017 membukakan pintu kesempatan itu.
Meski digelar setiap tahun sejak 2009, Tour de Singkarak (TdS) dengan etapenya yang berubah-ubah dari tahun ke tahun selalu menarik diliput. Apalagi, pada tahun 2017, TdS kembali digelar sebanyak sembilan etape dari tanggal 18 November sampai 26 November.
Dengan dana penyelenggaraan yang terbatas, berkurang dari dana tahun-tahun sebelumnya, undangan bagi Kompas untuk meliput tur balap sepeda terbesar di Indonesia itu hanya berlaku untuk satu orang. Tidak lagi berlaku bagi dua orang, yang masing-masing wartawan tulis dan foto.
Dimaknai positif
Akibatnya, tidak ada pilihan lain selain merangkap tugas peliputan itu. Namun, kondisi itu justru saya maknai secara positif, yakni terbukalah peluang untuk terus mengikuti pebalap selama sembilan hari. Caranya, menumpang sepeda motor dari salah seorang marshall.
Opsi mudah sebenarnya dapat saja dipilih, yakni meliput di garis start kemudian melaju dengan mobil khusus media menuju garis finish sambil menunggu hasil akhir lomba. Bagaimana dengan foto? Dapat hanya mengandalkan dokumentasi dari fotografer resmi panitia TdS. Namun, opsi itu tidak dipilih. Apalagi, kerja seorang wartawan adalah di lapangan.
Kesempatan untuk terjun sendiri ke lapangan justru merupakan kesempatan langka untuk sungguh-sungguh mengeksplorasi kekayaan alam Sumbar. Dengan naik sepeda motor, ada pula keleluasaan besar untuk berhenti di tempat-tempat tertentu untuk meresapi anugerah Sang Pencipta di bumi Sumbar itu.
Namun, mayoritas fotografer berpengalaman, chief commisaire (TdS) 2017 yang ditunjuk langsung oleh badan balapan sepeda internasional (UCI), tetap memberikan pembekalan. Inti pesannya sederhana, yakni jaga keselamatan wartawan dan pebalap serta sedapat mungkin jangan mengganggu gerak para pebalap.
Tantangan cuaca
Sebelum start etape pertama, para wartawan foto diperkenalkan dengan ”pasangan” masing-masing, yang akan menjadi mitra hingga berakhirnya TdS 2017. Kompas berpasangan dengan Abral Syafril, marshall asal Sumbar.
Abral adalah, salah seorang ketua klub Yamaha Scorpio. Sehari-hari, Abral berprofesi sebagai montir sepeda motor. Dengan keahliannya, Abral sering pula dipanggil mereparasi sepeda motor hingga lintas provinsi.
Pada hari pertama, dari alokasi delapan sepeda motor untuk ditumpangi wartawan foto ternyata hanya terisi lima sepeda motor. Padahal, sebelumnya banyak wartawan menanyakan akses untuk ikut marshall.
Bumi Sumbar yang kerap diguyur hujan saat siang hari, pada November lalu, menyebabkan beberapa wartawan batal menumpang marshall bermotor. Cuaca silih berganti antara panas dan hujan memang dialami Kompas selama liputan. Ketika hujan cukup besar, tidak ada pilihan lain segera berteduh dan kemudian memakai jas hujan yang dibawa dari Jakarta.
Bumi Sumbar yang kerap diguyur hujan saat siang hari, pada November lalu, menyebabkan beberapa wartawan batal menumpang marshall bermotor.
Berulang kali, saya harus melindungi kamera dari air hujan. Kamera, sebagai ”senjata utama” dalam bekerja bahkan lebih dilindungi daripada badan saya sendiri meski berulang kali dikeluarkan karena ada obyek-obyek yang terlalu bagus untuk dilewatkan.
Lepas-pakai jas hujan akhirnya menjadi bagian dari liputan TdS 2017. Ketika pebalap tetap bersemangat berlaga menembus hujan, para pewarta foto tidak kalah bersemangatnya untuk mendapatkan dokumentasi foto yang menarik dari TdS 2017.
Cuaca yang tidak menentu bukan satu-satunya tantangan. Jarak tiap etape yang mencapai lebih dari 100 kilometer, bahkan lebih dari 125 kilometer, juga menjadi tantangan karena menguras fisik peliput.
Untungnya, Abral memahami kebutuhan wartawan foto dalam mendokumentasikan momen. Kami pun menjadi pasangan yang kompak. Beberapa wartawan foto lain kurang beruntung sehingga meminta berganti pasangan pada etape berikutnya.
Liputan TdS 2017 ternyata menarik. Balapan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena para pebalap Indonesia menguasai tiga dari sembilan etape yang dilombakan. Jamal Hibatullah, pebalap berusia 20 tahun yang diakui sebagai ”raja tanjakan” memenangi etape keempat. Sementara sprinter 21 tahun Muhammad Imam Arifin meraih podium teratas pada etape keenam dan ketujuh.
Saya juga menjadi saksi bahwa pebalap Tanah Air sudah mampu berkompetisi dengan pebalap top dari 28 negara. Beberapa nama pebalap Indonesia berpotensi di antaranya Aiman Cahyadi yang kini memperkuat Sapura Pro Cycling Malaysia, Abdul Soleh dari BRCC Banyuwangi, Bambang Suryadi dari BRCC, Muhammad Fachri Naufal (CCC), serta dua pebalap KFC, Muhammad Abdurrohman dan Agung Ali Sahbana.
Selain urusan liputan, misi untuk menjelajahi Sumbar pun tercapai. Sejumlah lokasi wisata andalan Sumbar, antara lain Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau di Atas, Kelok 9, Kelok 44, Lembah Harau, Ngarai Sianok, Bukit Tinggi, serta Istana Pagaruyung, telah disinggahi.
Hutan-hutan dan sungai-sungai di Sumbar, yang sebagian besar masih terjaga kealamiannya, menjadi teman sepanjang perjalanan liputan TdS 2017.
Perbaikan fasilitas
Sayangnya, kekayaan alam Sumbar belum tergali dengan baik. Salah satu indikatornya adalah minimnya penginapan atau hotel berbintang sehingga wisatawan masih enggan berlama-lama di sebuah destinasi wisata tertentu.
Minimnya fasilitas penginapan juga dikeluhkan banyak pebalap. Kondisi itu yang menyebabkan waktu transfer dari penginapan ke lokasi start membutuhkan waktu 1-4 jam.
Destinasi-destinasi wisata di Sumatera Barat sebaiknya juga dilengkapi dengan sejumlah fasilitas. Tujuannya agar wisatawan dapat memaksimalkan keindahan alam di Sumatera Barat.
Total lebih dari 1.300 km, nyaris setara sembilan kali perjalanan Jakarta-Bandung, dijalani Kompas di atas sepeda motor selama sembilan etape TdS 2017 lalu. Sebuah perjalanan yang tidak mudah, tetapi juga memberikan kepuasan besar. Sambil meliput, Kompas juga berkesempatan menikmati kekayaan alam Sumbar yang memang rancak bana…