Ketika ”Kompas” Ikut Tegang di Kualifikasi Piala Thomas dan Uber
”Mbak, ngapain sih motret-motret terus?” tanya pebulu tangkis tunggal putra, Ihsan Maulana Mustofa. Ketika itu, saya sedang memotret reaksi anggota tim bulu tangkis Indonesia yang menyaksikan jalannya pertandingan tim putra pada babak perempat final kualifikasi Piala Thomas dan Uber, yang disebut juga Kejuaraan Beregu Asia, di Alor Setar, Malaysia, Jumat (9/2/2018).
Indonesia saat itu melawan tim Jepang yang menurunkan kekuatan penuh di sektor tunggal dan ganda putra. Dari lima pertandingan yang dijalani, Indonesia harus mengantongi tiga kemenangan agar melaju ke putaran final Piala Thomas. Kalau gagal, Indonesia perlu menunggu perhitungan peringkat dunia demi mengantongi tiket ke final.
Dalam pertandingan melawan Jepang, Indonesia unggul sementara 2-0 melalui kemenangan Jonatan Christie atas Kenta Nishimoto (21-11, 20-22, 21-13), dan Mohammad Ahsan/Kevin Sanjaya Sukamuljo atas Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (21-17, 21-15). Di arena pertandingan, Anthony Sinisuka Ginting sedang berjuang melawan wakil Jepang, Kazumasa Sakai.
Saat pertandingan bergulir itulah, raut ketegangan terlihat di wajah anggota tim bulu tangkis Indonesia. Berbeda dengan pertandingan tim putri yang ramai dengan teriakan yel-yel penuh semangat, pertandingan tim putra lebih sunyi.
Para pemain putra jarang berteriak-teriak memberi motivasi. Mereka hanya duduk diam, menyaksikan pertandingan. Namun, wajah mereka menunjukkan ketegangan. Dibandingkan memotret pemain yang sedang berlaga, saya justru tertarik untuk memotret suasana di pinggir lapangan.
Ketegangan terasa terutama di wajah Ihsan. Saya melihat beberapa kali pemain berperingkat ke-47 dunia itu menghela napas panjang kalau smes Anthony mati sendiri, menabrak net, atau melenceng ke pinggir lapangan.
Meski tidak melakukan aktivitas yang memeras keringat, Ihsan berkali-kali menegak air mineral. Terutama ketika rekannya, Anthony, yang sejak pekan lalu menjadi pemain tunggal dengan peringkat ke-10, harus kehilangan poin.
Apabila Anthony kalah, pertandingan selanjutnya harus dimainkan demi pengumpulan poin. Pertandingan keempat memainkan Rian Agung Saputro/Hendra Setiawan melawan Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Kalau Jepang bisa menyamakan kedudukan menjadi 2-2 pada pertandingan keempat, laga penentuan Ihsan vs Kento Momota, mantan pemain berperingkat ke-2 dunia, akan dimainkan.
Momota berpengalaman membawa Jepang meraih Piala Thomas 2014. Kalau saja Momota tak tersangkut kasus judi dan mendapat larangan bertanding dari Asosiasi Bulu Tangkis Jepang, mungkin kini sudah menjadi tunggal putra pertama dunia. Kasus judi memaksa Momota absen dari Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Memperhatikan sederet prestasi Momota, wajar saja Ihsan merasa tegang melawan tunggal Jepang itu. Ihsan pernah menyampaikan, menjadi pemain penentu dalam kejuaraan bulu tangkis beregu itu tidak enak. ”Kalau menang, dipuja-puja. Tetapi kalau kalah, dianggapnya saya yang paling bersalah,” kata Ihsan.
Dua tahun lalu di putaran final Piala Thomas 2016 di Kunshan, China, Ihsan menelan pil pahit gagal menyumbangkan angka terakhir bagi tim Indonesia setelah kalah dari Hans-Kristian Vittinghus (Denmark), 15-21, 7-21. Kekalahan itu membuat Ihsan tidak bisa tidur, bahkan sempat trauma latihan karena kecewa.
Selain ketegangan di wajah Ihsan, saya juga melihat ketegangan di wajah ketua kontingen Indonesia Achmad Budiarto dan manajer tim Indonesia Susy Susanti. Ci Susy, begitu Susy Susanti biasa disapa, duduk menyendiri dan jarang berkomentar. Ketika Anthony menjalani pertandingan gim ketiga, Ci Susy melipatkan tangan dan berdoa.
Beruntunglah, Anthony memenangi pertandingan sehingga Indonesia dipastikan melaju ke putaran final Piala Thomas. Begitu pertandingan usai, uniknya para pemain putra langsung bersikap biasa saja. Tak ada selebrasi, seolah-olah tak ada yang harus dirayakan. Padahal, sebelumnya wajah mereka penuh ketegangan. ”Namanya cowok, gengsi kali, ya, kalau mengekspresikan perasaan,” kata kawan saya.
Ketegangan kedua
Ketegangan tim putra kembali terasa di semifinal ketika Indonesia melawan Korea Selatan. Dalam semifinal, tim Indonesia tidak diperkuat ganda terbaik dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon. Ganda yang sering disebut ”Minions” oleh penggemarnya itu memutuskan kembali ke Indonesia lebih awal karena Marcus mengalami cedera perut.
Karena itu, ganda putra yang diandalkan adalah Mohammad Ahsan/Angga Pratama dan Rian Agung Saputro/Hendra Setiawan. Pasangan ganda diharapkan dapat menyumbang dua poin kemenangan.
Namun, hasil pertandingan di luar prediksi. Setelah Jonatan Christie dan Ahsan/Angga menyumbang angka untuk Indonesia, tim ”Merah Putih” kehilangan dua poin karena Ihsan dan Rian/Hendra kalah. Korea Selatan kemudian menyamakan kedudukan menjadi 2-2.
Maka, dimainkan partai kelima yang menurunkan Firman Abdul Kholik melawan Lee Dong-keun. Banyak orang cemas dengan penampilan Firman terutama karena ini merupakan debut Firman dalam kejuaraan beregu putra. Firman, pemain berperingkat ke-80 dunia, sebenarnya bukanlah pemain utama di tim Indonesia. Dia diturunkan setelah cedera mendera tunggal ketiga Anthony Sinisuka Ginting.
Bermain untuk pertama kali dalam kejuaraan beregu dan dalam laga penentuan tentu membebani Firman. Namun, dia berhasil tampil percaya diri dan mengatasi tekanan. Firman bahkan bermain dramatis dengan mengumpulkan delapan poin berturut-turut, saat posisinya tertinggal 14-20.
Sebenarnya, saat laga gim ketiga bergulir, lawan hanya membutuhkan satu poin lagi untuk memenangi pertandingan. Hal ini membuat tim Indonesia pesimistis dengan kemenangan Firman.
Saya bahkan melihat beberapa pemain Indonesia, seperti Jonatan dan Anthony, sudah berkemas untuk kembali ke bus. Ada pula pemain yang memilih rebahan di pinggir lapangan, tidak lagi menonton jalannya pertandingan.
Pelatih tunggal putra Hendry Saputra Ho berkali-kali menggaruk-garukkan kepala. Duduk menyandar di kursi. Hendry mengatakan, saat poin Firman tertinggal sebenarnya dia sudah hilang harapan.
”Tertinggal delapan angka, bisa apa? Sangat jarang terjadi ada pemain bulu tangkis yang bisa mengejar delapan angka berturut-turut dalam posisi kritis demikian,” kata Hendry. Namun, saya melihat di papan skor, Firman memepet perolehan skor menjadi 15, 16, dan 17.
Ricky Soebagja, mantan pebulu tangkis Indonesia yang berada di pinggir lapangan, yang tadinya sudah beranjak pergi, bahkan sampai berhenti dan menyaksikan jalannya pertandingan. Tim Indonesia sebenarnya sudah pesimistis Firman bisa menang. Namun, ketika Firman berhasil menyamakan kedudukan menjadi 20-20, harapan itu hadir kembali.
Setelah Firman unggul 21-20, lawan Korsel itu sepertinya bermain penuh tekanan sehingga ketika Firman melakukan servis, raket lawan menyentuh net dan dinyatakan fault oleh hakim. Kemenangan pun diraih Firman dengan skor 22-20, 11-21, 22-20.
Tim Indonesia merayakan kemenangan dengan berlari ke tengah lapangan dan memeluk Firman. Kemenangan itu membawa Indonesia mengulang pencapaian dua tahun lalu, yaitu tampil di final Kejuaraan Beregu Asia.
Ketika kegembiraan memenuhi hati tim Indonesia, sebaliknya tim Korsel terlihat kesal. Pelatih Korsel sampai membanting meja perangkat pertandingan karena tidak terima dengan keputusan fault yang diambil hakim. Inilah pertandingan, ada kemenangan, ada kekalahan. Ada kegembiraan, ada kekecewaan.
Hendry mengatakan, pencapaian Firman adalah sebuah mukjizat. ”Mukjizat ada bukan hanya untuk mereka yang percaya, melainkan mau berusaha. Ini menunjukkan, selama pertandingan belum berakhir, kalau kita mau berusaha, masih ada kesempatan,” kata Hendry.
Mukjizat ada bukan hanya untuk mereka yang percaya, melainkan mau berusaha.
Perjuangan Firman menginspirasi Jonatan dalam pertandingan di final. Setelah dia kalah di gim pertama dan tertinggal 13-18 di gim ketiga, Jonatan teringat Firman yang bisa memenangi pertandingan saat tertinggal 14-20 dan membalikkan keadaan menjadi 22-20. Pada laga final, Jonatan menyumbangkan angka pertama untuk Indonesia setelah menang dengan skor 16-21, 21-17, 21-18.
”Waktu angka 13-18 itu saya ingat Firman. Dia waktu itu bisa menang dari ketinggalan 14-20, saya juga bisa. Semalam ketika Firman ketinggalan itu, saya sempat berpikir apa sampai di sini saja perjuangan saya dan teman-teman, tapi Tuhan berkata lain, saya dikasih kesempatan lagi bertemu Shi Yuqi hari ini. Saya bersyukur bisa menyempurnakan penampilan saya di kejuaraan ini dengan konsisten menyumbang angka bagi tim dari penyisihan hingga final,” kata Jonatan.
Indonesia berhasil mempertahankan gelar juara Asia setelah mengantongi kemenangan 3-1 atas China pada pertandingan final. Kemenangan berasal dari Ahsan/Angga dan Rian/Hendra. Adapun Anthony kehilangan poin karena kalah dari Qiao Bin dalam pertandingan rubber game 12-21, 21-11, 14-21.
Saya menyempatkan diri ngobrol-ngobrol dengan pendukung tim Indonesia yang menyaksikan di tribune penonton. Kebanyakan adalah staf kedutaan besar yang datang untuk mendukung tim Indonesia. Mereka baru mengetahui ada pertandingan Kejuaraan Beregu Asia dari stasiun televisi lokal. Namun, stasiun televisi tersebut hanya menayangkan pertandingan semifinal tuan rumah Malaysia melawan China.
Para penonton mengatakan, perjuangan Firman meraih delapan poin berturut-turut sangat dramatis sehingga tertarik datang ke stadion. Beberapa penonton mengatakan tidak suka bulu tangkis. Namun, karena tahu Indonesia bermain, mereka rela datang untuk mendukung tim Tanah Air.
Sebagai wartawan muda di Desk Olahraga, ini merupakan pengalaman pertama saya meliput kejuaraan bulu tangkis di luar negeri. Bagaikan atlet yang menjalani debut pertandingan internasional, saya juga sempat merasa gugup dalam tugas liputan ini.
Banyak kekhawatiran yang muncul, seperti terkait penyusunan berita ataupun hal-hal teknis peliputan. Namun, beruntunglah, saya mendapat banyak masukan dan arahan dari para editor dan senior di Desk Olahraga.
Dari salah satu senior saya, Yulia Sapthiani, saya mempelajari bahwa ketika menulis berita pertandingan olahraga, saya harus selalu menyiapkan dua tulisan, yakni apabila Indonesia memenangi pertandingan dan apabila Indonesia kalah.
Ketika menulis berita pertandingan olahraga, saya harus selalu menyiapkan dua tulisan.
Data-data pendukung juga harus selalu disiapkan sebelum pertandingan bergulir. Hal ini untuk mengantisipasi pertandingan berjalan hingga tengah malam ketika deadline berita yang tidak bisa menunggu mencekik wartawan yang bertugas.
Hal ini sangat bermanfaat ketika meliput Kejuaraan Beregu Asia. Saya ingat, ketika Firman masih menjalani laga gim ketiga, saya duduk di pinggir lapangan sambil mengetik berita karena waktu sudah menunjukkan pukul 23.00. Melihat posisi Indonesia kian kritis, saya menyiapkan tulisan Indonesia gagal mempertahankan gelar juara Asia.
Namun, ternyata Firman menang dan berhasil membuka peluang Indonesia mempertahankan gelar juara Asia. Sebagai wartawan, saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk memotret winning moment Firman.
Saya sampai membawa laptop ke tengah lapangan karena harus segera memotret dan tidak punya waktu menyimpan laptop ke ruang pers. Setelah mengirim foto dan mengubah judul dan lead tulisan, berita itu pun sampai di ruang redaksi.
Keberhasilan tim putra Indonesia lolos final Piala Thomas dan mempertahankan gelar juara Asia serta tim putri menembus semifinal dan lolos final Piala Uber membuat atlet, pelatih, dan manajer bersorak kegirangan. Sejumlah penonton berlinang air mata karena bahagia.
Sebagai wartawan yang bertugas, saya juga merasa terharu. Di tengah banyaknya berita buruk tentang Indonesia, sebenarnya negara kita mempunyai putra-putri bangsa yang dapat membanggakan negeri ini.