Kisah Wartawan Kompas Menjadi ”Sopir” Putri Anwar Ibrahim
Lebih dari 15 tahun meliput dan berhubungan dengan berbagai kalangan masyarakat di Malaysia memberikan akses dan kenangan khusus termasuk dengan berbagai tokoh publik Malaysia. Salah satu kesan adalah ketika Kompas menjadi ”sopir” Nurul Izzah, putri Anwar Ibrahim.
Kisah ini terjadi tahun 2011 silam, saat Kompas berjanji bertemu Nurul Izzah, dan Tian Chua (wakil Anwar Ibrahim di Pakatan Rakyat) pada periode 2010-2018. Saat itu, Nurul Izzah berada di Jakarta dan salah satu agenda awalnya adalah berkunjung ke salah satu stasiun radio di Jalan Utan Kayu, Jakarta Timur.
Kami pun berjanji bertemu usai Nurul Izzah dan Tian Chua selesai wawancara di radio tersebut. Setelah wawancara di radio itu, baru kami akan berbincang-bincang di kantor harian Kompas.
Ternyata, Nurul Izzah dan Tian Chua justru mempersilakan Kompas ikut ngobrol dengan redaksi radio di Jalan Utan Kayu. Kompas malah diperkenalkan sebagai teman lama perjuangan reformasi Malaysia.
Sambil berjalan beriringan, tiba-tiba Nurul Izzah yang tampil ayu berkerudung dan berbaju kurung ikut bergabung.
Wawancara radio usai, Kompas pun mengajak Tian Chua ikut dalam mobil minibus sederhana yang Kompas bawa. Bagi Nurul Izzah, tampaknya dia akan naik Toyota Alphard yang telah disiapkan untuknya.
Namun ketika melangkah ke tepi jalan, tiba-tiba Nurul Izzah yang tampil ayu berkerudung dan berbaju kurung itu melangkah ke arah mobil Kompas.
”Hey, those are your transports,” kata Kompas kepada Izzah, demikian dia akrab disapa, sambil menunjuk deretan mobil-mobil Toyota Alphard di depan kantor radio itu.
”Why? I’m coming with you,” lanjut Izzah ringan dan tersenyum sambil terus menyeberang jalan mengikuti Kompas dan Tian Chua.
”Your car got aircond (AC), right?” kata Izzah berseloroh. Dia pun duduk di samping Kompas yang duduk di kursi pengemudi. Tian Chua ikut tertawa ringan dan duduk di kursi tengah baris di belakang Izzah.
Izzah pun meninggalkan rombongannya dari Malaysia, para perempuan muda berkerudung dan berbaju kurung. Toyota Alphard itu pun belakangan menyusul kami.
”Wah, I’m driving the future leader of Malaysia. Siapa sangka,” kata Kompas kepada Izzah. ”Ah, you…. What leader-lah…,” kata Izzah tersenyum dan merendah.
Masa itu memang zaman sulit bagi Pakatan Rakyat. Anwar Ibrahim kembali dibui oleh rezim Najib Razak. Di saat bersamaan, oposisi mulai menguasai beberapa negara bagian seperti Selangor dan Penang.
Di perjalanan menuju Kantor Redaksi Kompas di Palmerah Selatan, obrolan pun mengalir. Namun, bukan obrolan mengenai politik. Kami lebih banyak mengobrol soal keluarga.
Tanpa diduga, Izzah lebih banyak menceritakan soal anak-anaknya. Siang hari itu, sosok Izzah sebagai seorang ibu lebih banyak ditampilkan. Sebelumnya, citra Izzah sebagai seorang pejuang politik lebih banyak muncul.
Izzah misalnya, menceritakan suasana batinnya ketika anak-anaknya menanyakan sampai kapan dia harus terlibat di dunia politik. ”Apalagi waktu ada yang sakit dan saya mesti antar ke dokter,” ujar Izzah.
Izzah juga mengaku harus selalu tampil santun dan dapat membawa diri dalam berbagai kesempatan meski masa-masa itu sangat sulit bagi dirinya dan keluarganya.
Menjelang mendekati kantor Kompas, Sesekali Tian Chua juga menimbrung pembicaraan meski lebih kepada harapan-harapan kubu oposisi agar Indonesia turut mendukung reformasi di Malaysia.
Sekitar hampir satu jam, kami tiba di Palmerah Selatan. Obrolan pun berlanjut di Kantor Harian Kompas bersama para wartawan Kompas lainnya.
Nurul Izzah pun menceritakan langkah-langkah perjuangan pihak oposisi Malaysia menghadapi rezim Najib yang semasa itu diwarnai adanya kasus pembunuhan politik terhadap foto model Mongolia, Altantuya Shaaribuu, termasuk soal provokasi SARA, seperti pelemparan kepala babi ke dalam masjid, pembakaran kuil, dan perusakan gereja di sejumlah tempat di Malaysia.
Menggagalkan provokasi
Menghadapi provokasi SARA tersebut, Nurul Izzah dan beberapa ustaz langsung turun ke masyarakat dan membangun kesadaran adanya upaya adu domba di masyarakat.
Pendekatan serupa dilakukan ke komunitas Kristiani dan Hindu di Malaysia oleh Izzah dan kawan-kawan. Alhasil, upaya membenturkan antarkelompok agama oleh pihak tidak bertanggung jawab berhasil digagalkan kubu oposisi.
Bagi Izzah, keberagaman Malaysia yang dimotori puak Melayu, Tionghoa, dan India serta warga Sabah-Sarawak adalah kekuatan untuk membangun Malaysia sebagai kerajaan Islam modern dan demokratis.
Pada kesempatan lain, Kompas berbincang dengan Izzah dalam kunjungan ke Kantor Redaksi Kompas soal pembelian kapal selam oleh militer Malaysia di era PM Najib Razak.
Dalam pembicaraan publik dan media sosial di Malaysia, sudah disebut-sebut kapal selam tersebut bermasalah dan tidak dapat menyelam sebagaimana fungsi utamanya. ”You already know, why you asked me. It’s common knowledge in Malaysia,” ucap Izzah.
Tidak lama kemudian, tulisan soal kapal selam bermasalah tersebut muncul di harian Kompas. Nurul Izzah pun mengontak penulis dan mengatakan dirinya diperiksa di Bukit Aman, markas besar kepolisian Malaysia. Izzah dituduh ”membocorkan rahasia negara” dengan pernyataannya soal kapal selam itu.
Demikian pula saat kubu oposisi Malaysia beberapa kali menggelar aksi unjuk rasa Bersih, Nurul Izzah, Tian Chua, dan kawan-kawan menghadapi tindakan represif dan tudingan rasis. Pihak penguasa mengerahkan gerakan pemuda dan kelompok pendekar silat—mirip dengan kelompok massa yang dikerahkan pada zaman Orde Baru dan masa awal transisi Orde Baru di Indonesia.
Izzah dituduh ”membocorkan rahasia negara” dengan pernyataannya soal kapal selam itu.
Nurul Izzah pun terus berhubungan dengan penulis semasa menghadapi berbagai macam represi tersebut. Salah satu skandal yang disampaikan kubu oposisi Malaysia ketika itu adalah kepemilikan cincin senilai 24 juta dollar AS milik Rosmah Mansur, istri PM Najib Razak, yang pernah dimuat di harian Kompas tahun 2011 dan membuat PM Najib Razak gusar.
Selain itu, dugaan skandal 1MDB dan sejumlah kasus korupsi juga disampaikan kubu oposisi melalui berbagai saluran. Pihak oposisi Malaysia percaya, situasi seperti zaman Orde Baru yang dihadapi di Malaysia tidak akan berlangsung selamanya.
Akhirnya, dalam Pilihan Raya Malaysia tahun 2018, pihak koalisi oposisi Pakatan Harapan yang dimotori mantan PM Tun Mahathir Mohamad dan Tan Sri Anwar Ibrahim, ayah Nurul Izzah, berhasil memenangi mayoritas kursi di parlemen dan menjadi penguasa dalam transisi politik demokratis.
Dalam pesan WhatsApp seusai memenangi pemilu Malaysia, Nurul Izzah mengucapkan terima kasih atas dukungan moral selama bertahun-tahun dalam perjuangan politiknya di Malaysia.